otro lado ; 6

29 3 0
                                    

6. otro lado ; 6

Jemari Adam meremat kuat ponsel ditangannya. Lagi, video itu harus dilihat lagi oleh mata kepalanya sendiri. Matanya memejam mendengarkan berbagai ocehan tentang dirinya. Giginya bergemelatuk menahan amarah yang sudah berada diubun-ubunnya.

Brakk

Ponsel yang sejak tadi digenggam kini sudah hancur menjadi beberapa bagian dilantai kelas. Menjadikan susana berubah hening dan mencekam. Semua mata tertuju padanya saat Adam berdiri dari duduknya.

"Lihat apa kalian HAH?!!" Kaki jenjangnya menendang bangku yang berada tak jauh darinya dengan kencang. Menimbulkan deritan beberapa bangku terdengar karena terhempas saking kuatnya ia menendang.

Semua orang mengalihkan pandangan takut. Adam saat marah adalah sesuatu yang mengerikan. Mengingatkan pada kejadiannya dulu yang membuat Adam memberontak parah. Kaca kelas dipecahkannya. Bangku diobrak-abriknya, papan tulis plastik bahkan dipecahkannya menjadi dua. Ia tak berhenti walau tangannya sudah teraliri oleh darah.

Apalagi setelah kejadian itu Adam menjadi pribadi yang dingin total. Mentalnya tertekan. Bukankah lebih menyeramkan lagi saat orang seperti itu marah?

Namun kali ini semuanya harus membuang nafas lega. Adam berlalu pergi dari sana setelah menambahkan pukulan keras di salah satu loker. Pintu loker tersebut jebol dan ada sebercak darah tertera jelas disana. Tak usah bayangkan betapa kerasnya Adam memukul.

Penghuni kelas tersebut hanya mampu menutup mulut dan mengeluarkan nafas syukur sesyukur-syukurnya. Karena tentu saja jika mereka yang dipukul, sudah dipastikan besok tak akan lagi mengeluarkan nafas dari hidungnya.

"Adam mana?!" Athala bersama ketiga temannya memasuki kelas dengan heboh.

"Adam dimana!!" Suaranya mengeras saat tak ada sahutan sama sekali dari manusia-manusia didalam kelas tersebut.

Salah satu dari mereka menunjuk loker yang sudah jebol berhiaskan darah disana kepada Athala. Melihat itu, Athala dan teman-temannya lagsung saja berlari keluar kelas mencari Adam. Bisa-bisa anak itu menghiasi kulit sawo matangnya penuh dengan coretan hina yang terbuat dari pisaunya lagi.

Mereka berpencar ke seluruh penghujung sekolah. Tak memperdulikan bel tanda masuk telah berbunyi sekitar 20 menit yang lalu. Pikir mereka, saat ini Adam sedang dalam bahaya. Mereka takut tak akan melihat Adam lagi seumur hidupnya.

Sementara itu, Ervan yang sedang berlari menuju area belakang sekolah akhirnya melihat siluet siswa yang dicari-carinya sejak tadi. Adam, disana ia sedang melewati gang kecil penghubung sekolah dengan jalanan sepi di belakang.

Tak menunggu lama, Ervan segera membuntuti Adam. Sungguh, sebenarnya Ervan takut menghampiri Adam. Ia takut akan kena imbasnya seperti waktu silam. Tapi Ervan juga lebih takut lagi bila Adam akan bertindak sesuatu yang membahayakan dirinya.

"BANG!" Akhirnya Ervan memutuskan untuk memanggil cowok didepannya itu. Langkah Adam terhenti, menoleh setengah namun tetap ditempatnya. Ervan segera berlari menghampiri kakak kelasnya itu.

"Astaga. Dari mana sih? Dicariin semua or-" Kalimatnya tak ia lanjutkan saat melihat seragam putih Adam sudah terlumur darah di bagian bahu kanannya. Darahnya mengucur hingga lengannya. Ia tadi tak melihatnya karena darahnya mengucur dari depan. Terlihat bersih dari belakang, namun mengerikan dari depan.

"Pergi" Usir Adam dingin tanpa menoleh kepada Ervan. Ia sudah menghapal anak itu, pasti sangat ketakutan melihat kondisinya seperti pembunuh saat ini.

Saat Adam kembali melangkah, lengannya di tahan oleh Ervan. Telapak Ervan jadi terbekas darah Adam karenanya. Ervan menghadang Adam didepan. Menatap mata tajam Adam dengan sorot matanya yang ketakutan.

OTRO LADO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang