8. otro lado ; 8
Acha menatap layar handphone nya dengan khawatir dan berharap. Ia sedang melihat roomchat nya dengan Leo. Pesannya hari ini masih sama. Tak ada respon sama sekali walaupun tertampang dengan jelas info diterima di sana.
Sudah lama anak itu menghilang. Acha benar-benar gelisah. Ia membutuhkan bantuan Leo mengenai kasus ini. Apalagi minggu depan ia akan diinterogasi oleh guru sekolahnya. Leo adalah bukti kuat agar Acha bisa membela diri.
Acha mendekatkan handphone-nya ke telinga mencoba menghubungi Leo. Sama, tak ada respon dari sana. Ia memutuskan untuk menyimpan handphone-nya, kembali menghubungi Leo nanti saja dan melanjutkan makan siangnya yang tertunda.
"Wow wow. Lihat ini primadona sekolah kita kawan-kawan" Acha mendongak mendapati tiga senior gila menyeringai menatapnya dengan tangannya yang dilipat didepan dada.
Lolita membungkuk. Menumpu badannya dengan tangan yang berada di ujung meja. Menantang Acha yang sedang memegang sendok lewat tatapannya.
"Gue denger nyokap lo yang katanya penyumbang besar sekolah ini nyogok para guru-guru ya?" Sindir Lolita tepat dimata Acha.
Acha meremat kuat sendok ditangannya. Mood-nya sedang tak baik. Ia sedang memaksakan makanan didepannya ini masuk kedalam mulutnya, dan ketiga orang ini tanpa ijin datang dan menganggu acaranya.
Sungguh, perutnya sangat mual dari tadi pagi. Rasanya ia ingin muntah. Ini karena mamanya yang semalam menginjak i perut Acha sebagai hukuman. Kata mamanya ia sedang kesal sekali. Akan kentara jika di pipi, jadi ia sedikit mengampuni Acha dengan menendang dan menginjak perutnya. Dan berakhir mual-mual di pagi hari.
"Kenapa? Kenapa diem aja? Ayo berontak dong kayak biasanya!" Acha melirik Lolita. Cewek itu sekarang sedang melipat tangannya didepan dada. Masih menatap Acha penuh kemenangan dengan kepala dimiringkan.
"Pergi. Gue lagi engga mood ribut sama lo" Ucap Acha lemah. Badannya sangat tak mendukung untuk berperang saat ini.
Lolita mengode dengan dagunya kepada kedua temannya agar mengurung lengan Acha. Biel dan Sena yang mengerti segera melakukan apa yang dimaksud Lolita. Lengan Acha di cengkeram kuat disetiap sisi. Membuatnya mendecak mengikuti arah permainan Lolita dan dayang-dayangnya. Sangat kekanak-kekanakan.
"Udah ya. Sekarang lo ngaku aja deh. Mama lo, beneran ngelakuin itu kan?" Acha memutar kedua bola matanya malas. Sangat.
"Lo peduli? Kenapa musti?" Jawab Acha santai sekali. Kedua lengannya masih diapit rapat-rapat oleh Sena dan Biel.
"Ya gue peduli lah. Lo kan udah gue anggap seperti adik gue sendiri" Tangan Lolita terulur mengelus pucuk rambut Acha dan tersenyum dengan manis. Namun tak lama, elusannya menjadi jambakan brutal membuat Acha meringis.
"Ya kan adik? Lo imut banget sih. Jangan sok jadi jagoan ya disini. Yang kemarin itu gue lagi ngasih lo kesempatan. Dan yang ini, baru acara yang sebenarnya"
Dalam sepersekian detik. Semua pengunjung kantin memekik tertahan menyaksikan es jeruk, es teh juga es krim di guyurkan satu persatu di atas kepala Acha. Lolita tersenyum puas melihat karyanya. Begitupun kedua temannya. Mereka menganga dan langsung ricuh saling ber-highfive satu sama lain.
"Lo udah manis dikasih beginian tambah manisssss banget. Aduh diabetes nih gue" Ucap Lolita tertawa heboh bersama kedua temannya. Terlihat sangat alami dan sangat puas.
"Sana pulang! Bilang sama mama lo buat kita berhenti gangguin lo dengan uang. Kebetulan lagi ada keluaran terbaru dari brand di mall pusat. Dan well, gue lagi butuh uang" Acha menyeringai. Sial, seharusnya ia melawan. Badannya sangat kacau hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
OTRO LADO
Teen FictionBagaimana mungkin hidupku hanya dijadikan untuk kesenangan mereka, kepuasan mereka, tempatnya mereka melupkan kemarahan kepadaku? Apa aku boneka terbuat dari setiap organisme manusia yang tak sengaja diberi nyawa? Tiada hari tanpa aturan dan bandin...