7.

18 2 0
                                    

"Apa aku ketinggalan sesuatu?"

Callysta, Anna, dan Pretty menoleh ke arah suara itu. Anna membelakkan matanya. "Gion? Sedang apa kau disini?"

Gion mendekat ke arah Anna lalu merangkul pundaknya. "Aku hanya ingin mengatakan sesuatu"

"Apa?" Gion mengalihkan pandangannya pada Callysta. "Alpha ingin ramuan yang kalian buat sudah selesai beberapa hari lagi"

"Kalau begitu, aku akan memberi tahu Alpha tentang ramuan itu nanti" ujar Pretty

"Bagus lah" Anna menatap Gion malas. "Lebih baik kau kembali Gion. Dari pada kau dihukum karena terlalu lama disini" ucap Anna

"Kau mengusir ku?" Anna mengangguk. "Ya, aku mengusir mu"

Callysta menggelengkan kepalanya. Dia menuturkan kembali membersihkan barang-barang. Lalu beberapa menit kemudia terdengar pintu yang tertutup. Rupanya Gion sudah pergi keluar  laboratorium.

Setelah menyelesaikan tugasnya. Dia memutuskan untuk pamit kembali ke kamarnya. Dia akan menyelesaikan bacaan pada buku tebalnya yang berisi tentang mantra-mantra yang ditulis oleh ibunya untuk ia.

Mengingat tentang ibunya, dia menjadi rindu dengan ibunya.

"Bu, apa aku bisa menjadi ibu?" Callysta bertanya pada sang ibu yang asik menyisir kan rambut panjang Callysta.

"Tentu saja, sayang. Kau akan menjadi seperti ibu saat besar nanti. Kau bahkan bisa menjadi lebih dari ibu" 

Callysta kecil menatap binar sang ibu. "Benarkah bu?"

Sang ibu mengangguk. Tangannya yang lihai memainkan rambut sang anak, membuat kepang satu pada rambut panjang Callysta.

"Kau adalah anak kesayangan ibu, Callysta"

Callysta tersenyum kecut saat mengenang kembali masa-masa dimana dia masih bersama dengan keluarganya. Dia merindukan belaian ibunya, merindukan kadung sayang ayahnya, merindukan saat-saat dirinya bertengkar dengan Lionel.

"Kakak, kembalikan boneka ku" Callysta mencoba mengambil kembali boneka yang diambil oleh kakaknya.

"Coba saja kalau bisa" Lionel menjulurkan lidahnya sambil mengangkat boneka beruang di atas tangan nya.

Tangan mungilnya mencoba kembali menggapai tangan Lionel. Tubuhnya yang pendek membuat nya susah untuk mengambilnya. Mata Callysta mulai berkaca-kaca, tak lama kemudian terdengar tangisan kencang Callysta.

Lionel mulai panik. "Callysta jangan menangis. Ini-ini Kakak kembalikan boneka nya" Lionel memberi boneka beruang Callysta.

"Lionel apa yang lakukan pada adik mu hingga dia menangis, huhh" Hery ayahnya menegur Lionel

Lionel menggeleng. "Aku tidak melakukan apa-apa, Ayah" Callysta mendekat ke arah Hery memeluk kaki panjang Hery. "Kakak mengambil boneka hiks, ku hiks" adu Callysta

Hery menatap tajam Lionel. "Lionel, sudah ayah katakan jangan menggoda adik mu lagi" Hery mengangkat Callysta ke dalam gendongan nya. Lalu menjewer telinga Lionel membuat Lionel mengadu kesakitan.

"Akhh, maaf ayah. Aku hanya ingin--Akhh ayah sakitt"

Callysta yang melihat Lionel yang mengasuh kesakitan sambil mencoba melepaskan telinganya dari tangan ayahnya. Hery menurunkan Callysta. Hery mengambil boneka beruang itu dan memberikannya pada Callysta.

Callysta mengambil boneka kesayangannya itu. Mendekat ke arah Lionel lalu memegang tangan Hery. "Ayah jangan menjewer Kakak, kasian Kakak" Hery menatap terkejut Callysta.

A Rogue MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang