-Bab 6-

33 4 0
                                    

-------------------

Ternyata dari awal, gue emang cuma permainan. Yang tanpa sadarnya, gue melibatkan perasaan.
–Aca

“Morning, Aca.” Sapa Gema, Aca hanya tersenyum tipis dan berjalan mendahului Gema.

Gema Aleandra, atau yang akrab disapa Gema, adalah ketua osis SMA Einstein sekaligus Ketua Ekskul Jurnalistik di sekolahnya. Pintar, tampan, dan baik hati menjadi poin utama dari seorang Gema. Gema telah berteman dengan Aca dari mereka masih duduk di bangku sekolah dasar, dan berpisah di bangku smp, karena Aca pindah rumah. Dan sekarang, Gema bertemu lagi dengan Aca, gadis yang telah ia cari-cari selama 3 atau 4 tahun. Dan takdir, dengan hebatnya mempertemukan mereka lagi secara tidak sengaja, kalau kata Pak Juned sih, jodoh gak akan kemana walaupun dia berlari sampai ke ujung dunia, kalau telah digariskan berjodoh, ya pasti ketemu.

Gema menyadari jika ada sesuatu pada Aca, tidak biasanya Aca hanya tersenyum tipis dan tidak membalas sapaannya. Gema mengejar Aca, dan menyesuaikan berjalan disampingnya.

Gema menyenggol bahu Aca, tetapi Aca masih tidak merespon. Gema berusaha lagi, dengan cara menusuk-nusuk lengan Aca. Akhirnya Aca menatapnya dengan tatapan tajam, “Apaansih, Gem?!” tanyanya kesal dengan perlakuan Gema.

Gema mengacungkan jari berbentuk V sambil menatap lekat-lekat mata Aca. Aca memutar bola mata jengah atas sikap Gema. “Why mr. Ketua osis? Gak malu apa sama yang lain, sana deh, gue mau lewat.” Ucapnya menggeser tubuh Gema dan melanjutkan langkahnya.

Dengan sigap Gema menahan tangan Aca dan menariknya menuju taman sekolah, pemandangan ini pun tak luput dari banyak siswa siswi yang lain, untung saja ini masih sangat pagi jadi belum banyak murid-murid yang datang.

Gema mendudukkan Aca di bangku taman belakang sekolah. Gema duduk disampingnya tetapi menghadap Aca, sebelum Gema bertanya-tanya, dia mengusap wajahnya kasar.

Gema menatap intens Aca, dan yang ditatap merasa biasa saja.

Gema menghela nafas kasar, “Ca, ada apa?” tanyanya lembut.

Aca mengerutkan keningnya sedikit dan menggeser duduknya agak jauh dari Gema. “Gak, ada apa-apa,” jawab Aca acuh.

Gema kembali menatap Aca tepat di matanya, Aca yang ditatap begitu oleh Gema merasa risih, dan membuang muka ke arah lain.

“Mulut bisa bohong, tapi mata gak bakal bisa,Ca.” Balas Gema, masih dengan intonasi yang sangat pelan dan lembut.

“Apa-apaan sih, orang emang gak ada apa-apa. Sok cenayang, lo.” Jawab aca ketus.

Gema tetap sabar menanggapinya, dan tersenyum. Dia sangat mengerti bahkan mungkin sudah masuk dalam katak paham tentang cewek dihadapannya ini.

Gema mengacak rambut Aca pelan yang membuat si empunya mengerucutkan bibirnya.

“Gue bukan mau sok perduli sama lo,  Ca. Kenyataannya, gue emang perduli sama lo, banget malah. Telinga gue selalu siap buat dengerin lo cerita, dada gue,” dia menaruh tangan Aca di dadanya yang telah berdetak tidak karuan karena dekat dengan orang yang sangat disayanginya, “Dada ini, selalu siap buat jadi pelindung lo, kalau lo mau nangis.”

Aca memandang wajah Gema yang masih saja tersenyum manis walaupun Aca sudah memasang wajah jutek. Dia lalu melihat tangannya yang digenggam Gema. Gema yang mengikuti arah pandang Aca, mengeratkan genggamannya, dan berujar, “Dan inget satu hal Ca, gue selalu ada buat lo.”

Malik Dan Aisyah [REVISI!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang