Buronan!

492 62 1
                                    

Holaaa~
Sebelum author mulai, author mau mengucapkan....

Selamat menunaikan ibadah puasa dibulan ramadhan 1441 H, bagi yang menunaikan.

Mohon maaf lahir batin ya....

•••••••••••••••••••••••••••••

"Sapi! Sapi!" Teriak Derrel ditengah kerumunan, ia sulit untuk pergi ke Ayudia setelah pesta ini menjadi kacau dan tak terkendali.

"Terpaksa gua harus ngelempar sepatu ke dia," Derrel yang sedari tadi nyeker pun melemparkan sebelah sepatunya.

"Meleset lagi!" Derrel mendecak kesal ia pun menggelengkan kepalanya.

"Kyaaa!" Para kerumunan disekitarnya tiba tiba pergi dan membuat Derrel kini dapat berjalan dengan leluasa.

"Sapi! dari tadi gua panggil juga, buru balik, bokap sama nyokap gua nyariin," Derrel menarik tubuh Ayudia cepat membuatnya terkejut.

"Ta-tapi, itu si-"

"Udah nggak ada tapi-tapi, kalo telat nanti gua bakal dibunuh," Derrel membungkam mulut Ayudia dan membawanya cepat ke parkir motor.

"Tunggu lu mau kemana?!" teriak sesosok lelaki dengan jasnya yang tak lagi rapi lari tunggang langgang mengejar Derrel dan Ayudia.

"Gas!" Teriak Derrel.

"Iya sabar napa?" Ayudia menggas motornya melesat melewati malam yang gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Udah ya, gih balik," Derrel turun sambil berjalan ke rumah, Ayudia membalik motornya lalu pergi.

"Kemana kamu?!" pintu terbuka menampakan makhluk paling menyeramkan bagi Derrel. Siapa lagi kalo bukan ayah tirinya, bahkan ibunya pun ikut membenci anaknya ini.

"I-ikut a-aca-"

"Tugas kamu udah selesai semua emang dirumah?!" Teriak ayah tiri itu, dari belakang muncul 2 adik tiri Derrel dan ibunya.

"Aku kerjain, yah," Dea angkat bicara.

"Cuci baju?"

"Udah."

"Ngepel, nyapu, cuci piring, ngejemur?"

"Udah."

"Bersihin gudang, potong rumput, bersihin wc?"

"Udah."

"Bersihin loteng?"

"Ud- nah kalo itu belum," Dea hanya tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya dibelakang Damar.

"Kamu bersihin itu dan pastikan sampai bersih!" Ayah tirinya itu kembali masuk kedalam kamarnya. Derrel mengangguk dan bergegas ke loteng.

Butuh mikroskop ultra, bahkan dalam jarak 10cm, tidak ada yang dapet melihat titik air mata di kantung mata Derrel, orang rumah sudah biasa melihatnya dimarahi ayah tirinya, jadi mereka pikir Derrel tidak apa-apa dimarahi seperti itu, namun Derrel hanya ingin menjadi pejuang bagi dirinya sendiri.

"Hiks ...," tetesan air mata mulai mengalir dari ujung mata Derrel, sambil ia terus menyapu lantai loteng, ia terus saja berpikir yang tidak-tidak.

"Udah kali kak, nggak usah nangis, udah tau berisik, ohh iya kak, foto nya bang Ian udah dapet belum?" Dea memunculkan pucuk kepalanya.

"Be-belum," Derrel mengusap cepat wajahnya.

"Ck," Dea mendecak kesal lalu turun kembali.

Taak.

(Cin)Derrel(la) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang