Drama lagi?!

350 42 0
                                    

"Menurut lu pada ... kalo misalkan ada cowok suka cowok ... aneh nggak?" Rian sedang berjalan bersama teman-temannya menuju ruangan Drama.

"Kenapa? lu suka sama Derrel?" Dimas menatap temannya itu sambil menaik turunkan alisnya.

"Bu-bukan gitu, gua punya saudara, dia nanya gitu," Rian menjawab gugup sambil bertingkah seolah apa yang ia katakan adalah kenyataannya.

"Kancil sama lu jagoan kancil boongnya, percuma lu," Kevin memukul pelan tengkuk Rian.

"Kalo menurut gua seorang pakar cinta, hal kaya gitu nggak aneh, kalau lu berdua mencintai, nggak ada yang salah ... nah sekarang gua tanya si Derrel suka nggak sama lu?" Dimas menatap Rian menunggu jawabnnya.

"Nggak sama sekali, malahan dia kayanya benci sama gua sekarang ... gua ... pernah bikin dia nangis," Rian berhenti berjalan, wajah mulai sendu.

"Lu apain anak orang," Vicki kali ini ikut berbicara dan mengejar teman-temannya yang berjarak beberapa meter.

"Nggak ... udahlah lupakan, gua mau jemput si Derrel," Rian membuka pintu ruang Drama. Ruangan didalam sangat gelap, namun dikegelapan itu ia dapat melihat seorang lelaki, dan ia menindih tubuh Derrel.

"Itu siapa?" Dimas menyipitkan matanya berusaha menangkap cahaya. Rian langsung berlari menghampiri mereka.

"Lu ngapain Derrel hah?!" Rian langsung menarik  Diaz yang saat ini bokongnya sudah mendarat pada karpet.

"Lu apain Derrel gua bilang," Rian mulai meluncurkan pukulannya, teman-temannya segera menahan Rian.

"Rian!" Derrel teriak, Rian langsung terdiam dan mulai melangkah mundur menjauhi Diaz.

"Lu nggak papa, kan?" Derrel langsung berjongkok dan menatap Diaz.

"Lu apa-apain sih? dia nggak ngapain-ngapain gua juga ... Diaz ikut gua uks, gua obatin," Derrel menarik tangan Diaz dan membawanya pergi. Rian hanya membeku mendengar jawaban Derrel, dia hanya cemburu orang yang ia sukai sedang bersama orang lain, dan sekarang orang yang ia sukai malah mendukung orang yang paling ia benci.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Lu liat sendiri, kan? segitu bencinya dia sama gua," Diaz tengah duduk diranjang uks, dengan wajah yabg seidikit tertutupi perban.

"Jadi itu lu yang ngebuat lu ngebantuin gua waktu itu, cuma mau bikin si Rian kesel," mata Derrel mendelik kesal.

"Ya sebagian itu, tapi emang niat gua mau bantu lu ... lu ada hubungan apa sama Rian, sebenernya dia emang nggak gampang marah, dia cuma bakal marah sama nilai atau nggak barang yang emang mahal ... dia nggak pernah sepeduli itu sama orang disekitarnya," Diaz menatap Derrel kembali.

"Lu sendiri, gua denger lu orang yang dingin dan pendiem, tapi kenapa lu ngebantuin gua?" Derrel bukannya menjawab justru bertanya balik.

"Kan udah gua kasih tau, gua cuma mau bikin si Rian marah," Diaz mulai tertawa.

Tring.

Rian:
Gua tunggu digerbang belakang, gua anterin lu pulang.

Gua bakal nunggu disini sampe lu dateng.

Derrel membuka hapenya dan mendapati pesan dari Rian, dia sungguh malas bertemu Rian atau sekedar membalas pesannya, "siapa?" tanya Diaz singkat.

"Si Rian, gua ama dia temenan doang kok," Derrel mematikan hapenya dan menaruhnya disaku.

"Lu ngajak gua ngobrol cuma ngasih tau itu doang?" ucap Derrel.

(Cin)Derrel(la) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang