[3; What's wrong]

9.6K 1.4K 304
                                    

✧*Gunakan background hitam untuk pengalaman membaca yang lebih baik.

Mark sampai di apartemen nya. Wajahnya memucat dengan nafas yang terengah-engah dan keringat yang bercucuran di pelipisnya. Ia menutup pintu apartemennya dengan keras lalu menguncinya.

"Apa-apaan itu tadi?" Mark masih terdiam membelakangi pintu. Ia lupa tentang pertemuannya dengan pemuda tidak dikenal di apartemennya karena saking takutnya.

Jantungnya masih berdetak cepat, Mark memutuskan untuk menenangkan diri, berjalan menuju dapur berniat mengambil segelas air. Baru saja tenang, ia dikagetkan lagi oleh sesosok orang yang sedang duduk di meja makan.

"Kau! Kenapa masih disini?!" Tanyanya sambil menunjuk-nunjuk Haechan.

"Tentu saja aku masih disini! Ini rumahku! Berhentilah menunjuk wajahku!" Haechan tak terima, ia bangkit dari duduknya dan mendekati Mark.

"A-apa yang mau kau lakukan?! B-berhenti disana! Jangan mendekatiku! Pergi!" Mark mundur perlahan berusaha menjauhi Haechan, tangannya meraih sebuah pisau dapur dan mengarahkannya ke Haechan. Haechan terdiam, memandangi pisau dapur yang sedang di pegang oleh Mark.


"Kubilang pergi!"

Lamunannya buyar, Haechan langsung menjauh dari Mark, namun ekspresi wajahnya yang tadi terlihat marah, jadi berubah sendu.

"Bisakah kau mendengarkanku sebentar saja?" Ujar Haechan menatap Mark sedih.

"Apa?! Cepat katakan lalu pergilah! Dan jangan kembali lagi!" Mark masih saja berteriak, tangannya masih mengarahkan pisau ke Haechan.

"Itulah yang ingin kukatakan!! Bisakah kau menaruh pisau itu dulu?!!" Mark mengernyit bingung, ia lalu menuruti permintaan Haechan, meletakkan pisau kembali ke tempatnya.

"Kau ingin aku pergi kan?" Mark mengangguk.

"Sejak aku menyadari hal ini, sedari tadi aku mencoba! Aku mencoba untuk keluar dari sini, tapi tidak bisa!"

"Apa?! Kenapa?!"

"Kau tidak percaya padaku ya?" Mark menggeleng.

"Baiklah!! Akan kubuktikan!!" Haechan berlari ke arah pintu masuk, namun saat ia mencapai permukaan pintu, tubuhnya justru terpental.

"Kau lihat kan?!" Haechan meringis kesakitan.

"Kenapa begini?" Tanya Mark bingung.

"Tunggu, kau kesakitan?" Mark menyadari jika Haechan sedang meringis kesakitan sambil memeluk dirinya sendiri. Haechan mengangguk sebagai jawaban.

"A-aku tidak tau kenapa begini, aku sudah mencoba menembus ruangan-ruangan disini, dan itu berhasil, tapi tiap kali aku mencoba menembus ke arah luar, selalu seperti ini"

"Kau benar-benar hantu kan?" Mark mencoba menyentuh Haechan di pundaknya, namun itu menembus. Haechan memandangi Mark kesal.

"Aku... Tidak tau, sepertinya iya... Tapi aku tidak tahu apa yang terjadi padaku hingga membuatku jadi seperti ini sekarang"

"Kau tidak ingat apapun?" Haechan menggeleng. Mark menghembuskan nafasnya pelan, ia pusing dengan semua ini. Ia masih bingung apa yang terjadi padanya ditambah dengan masalah yang dialami hantu apartemennya. 'Apa-apaan ini ya Tuhan? Tidak bisakah aku hidup tenang?' Mark memijat pangkal hidungnya.

"Tunggu sebentar, Mark?" Haechan menatap Mark dan Mark balik menatapnya dengan alis yang terangkat seperti mengatakan 'ada apa?'

"Kalau aku hantu, kenapa kau bisa melihatku?!"

Mark baru saja menyadarinya. Benar juga yang dikatakan Haechan, harusnya ia tidak bisa melihat Haechan kan? 'Tunggu dulu.. apa..'

"Ah, kau punya indera keenam ya? Kau memiliki nya sejak kecil?" Tanya Haechan.

OBLIVION [Markhyuck] ⟨✓⟩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang