[14; Disappear]

10.7K 1.7K 916
                                    

Karena terlalu menikmati waktu bersama, Mark dan Haechan tak menyadari jika jam sudah menunjukkan pukul 11.45 malam.

Kini, mereka sudah keluar dari taman bermain dan Mark melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan kota Jeju yang sudah lumayan sepi. Sepanjang perjalanan, Haechan hanya melamun sambil menatap jalanan sepi melalui jendela di sampingnya.

Mark melihat jam yang ada di dashboard mobilnya . 'Sial!! Kenapa terasa cepat sekali?!'

"Sunbae, Stop"

Mark reflek memberhentikan mobilnya di bahu jalan, ia mengernyit bingung saat Haechan keluar dari mobil dan menyebrang menuju sebuah halte bus yang tidak jauh dari tempat mobilnya berhenti. Halte tersebut terlihat tidak ada orang. Jalanan nya bahkan sangat sepi dan tidak ada tanda-tanda bus berhenti atau kendaraan lain yang lewat.

Mark segera menyusul Haechan yang sudah duduk manis di halte bus, menatap jalanan di depannya dengan pandangan yang kosong.

"Hey, what's wrong?" Tanya Mark lembut, tangannya menggapai surai milik Haechan dan berusaha mengelusnya.




'BLAARR! Zraass!'

Hujan deras mulai mengguyur disertai gemuruh, seakan sudah tahu sesuatu yang menyedihkan akan terjadi.

"Waktuku, tiga menit Sunbae"

Mark melihat jam tangannya, benar saja, jam sudah menunjukkan pukul 11.57 menjelang tengah malam "T-tidak, kumohon, jangan seperti ini... Bertahanlah untukku"

"Aku... Tidak bisa" Haechan bangkit dari duduknya dan

berjalan keluar dari halte, menembus derasnya hujan. Mark mengikutinya, tak peduli jika tubuhnya basah kuyup.

"Menjauhlah dariku Sunbae, berteduhlah! Nanti kau bisa sakit!" Haechan terkejut mendapati Mark yang berdiri di belakangnya.

"Tidak!"

"Dua menit.."

"Tidak! Kumohon jangan tinggalkan aku"

"Aku tidak bis-"

Ucapan Haechan terpotong kala Mark tiba-tiba mencoba merengkuh tubuhnya yang pucat. Masa bodoh dengan udara dingin yang menusuk tulang. Denyar nadinya meruat tak karuan. Ingin sekali Mark menyumbat laju malam hingga pagi tak menyapa. Tapi denting waktu tak bermain kompromi.

"Aku mencintaimu, sangat" mata tajam itu melembut. Berlabuh pada mata indah yang tak bergeming di depannya.

Mark seharusnya tak membiarkan asa melambung ke awan, terbang melepaskan angan dan bermimpikan keindahan rasa padahal ia tahu hanya akan ada kekecewaan yang bertabur.

"Aku juga" pelukan tanpa ada rasa kehangatan itu terbalaskan.

'Chuuu'

Bibir pucat itu dikecup lama, tak rela untuk melepaskan meski hanya dingin yang terasa. Memejamkan mata, berusaha menyalurkan sekujur rasa yang ingin bertandang meminta seruang hasrat dalam satu pandang. Merasa tergetar raga sukma tanpa wacana, meredam segala emosi dan tangis.





"Selamat tinggal, sampaikan salamku pada Jeno dan Jaemin"

Perlahan, tubuh ringkih itu memudar dalam dekapan hingga hanya menyisakan udara yang tak tersentuh. Mentari yang selalu dinanti kini pergi, hilang dan tak akan datang. Sang pemberi cahaya hati telah lelah tuk menyinari. Kini menghadirkan gelap, sunyi, dan sepi.

Seketika, kaki Mark lunglai. Terasa seperti tak bertulang, tak berpori, tak bernadi. Ia jatuh terduduk, menangis meratapi kepergian sang pemilik hati. Derasnya air mata bercampur dengan air hujan yang seakan ikut menangis.

OBLIVION [Markhyuck] ⟨✓⟩Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang