part 19

2.1K 214 37
                                    

🍁


"Bangun dong Shan, gue mohon bangun." Liri Vino, tangannya bergetar menggenggam tangan Shani yang lemah.

"Lo mimpi apa sih, hemm? Dunia nyata lo lebih indah sekarang. Bangun Shan, please."

"Bangun.."

Dalam hening, suara alat detak jantung Shani seolah menjadi iramanya setiap hari. Tak bosan rasanya, hanya satu yang Vino takutkan kini.

Jika suara itu tak terdengar ditelinganya lagi bagaimana? Dan untuk saat ini, Vino hanya meminta pada Shani untuk terbangun dari lelapnya.

Vino memandang wajah Shani yang sedikit lebam karena luka kecelakaannya tempo lalu. Alat medis pula menyertai wajah cantik dan damai Shani.

Bahkan, luka itupun tidak mengurangi sisi kecantikan Shani. Selalu sempurna dimata seorang Vino.

Mata indah itu, mata coklat dengan sorot tajam itu seolah tak mau terbuka. Terpejam dalam istirahatnya, dalam tidur lama dengan penuh harapan.

Bibir Pink milik Shani pun seakan berubah semi pucat. Tampak seolah Shani marah karena tak ada senyuman dibaliknya.

Shani nampak benar-benar lemah sekarang tak berdaya.

Vino terkekeh pelan, namun terdengar miris ditelinga manusia lainnya. "Shan, lo marah yah sama gue? Atau lo benci sama gue? Buka mata lo Shan, dan bilang kalau lo benci gue."

"Bangun, apa lo nggak kangen jagoan?"

Vino mengecup punggung tangan Shani, kemudian ia kembali menunduk. "Gue kangen lo Shan, sorry."

Ya, Vino rindu.

Katakanlah begitu, Vino benar merindukan sosok Shani, jauh sebelum keadaan Shani begitu melemah sekarang.

Vino rindu menjadi orang menyebalkan bagi Shani, rindu mendengar gerutuan Shani yang menggap dia pengganggu. Ah, segalanya Vino rindu.

Ada banyak ketakutan, ada banyak pula harapan. Dan ada juga penyesalan.

Andai malam itu Vino tak memilih pergi. Andai hari itu Vino tak memutuskan untuk kalah. Dan andaikan lainnya yang kini Vino sesali.

Lalu, bolehkah Vino mendapatkan maaf? Ia menyesal, amat sangat. Ketika dia diberi kesempatan untuk membunuh Samuel, mungkin akan dia lakukan.

Sekarang?

Vino hanya memandang Shani dengan keadaan lemah, diam tak berdaya. Hanya mendengar suara dari mesin agar tau bahwa kehidupannya masih ada.

Tentabg Shani, Vino selalu menganggap dia gagal. Dalam segalanya.

"Maaf Shan."

Vino menghela nafasnya, ia memandang Shani sekali lagi, tangannya bergerak menyusuri wajah cantik Shani.

Vino mendekat, "Shani saat gue jauh dari lo, satu hal yang gue rasakan. Gue kangen sama lo. Cepat bangun bunda. Gue sayang sama lo." Bisik Vino tepat ditelinga Shani dengan lembutnya.







Serendipinity  [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang