❣tiga❣

642 120 12
                                    


Tak terasa liburan telah selesai dan kini aktivitas pendidikan di Korea Selatan kembali di mulai. Cerah tawa anak-anak remaja kembali menjadi penyemangat baru.

Sementara di sebuah apartemen seorang wanita kini sibuk dengan kegiatan paginya. Ia telah rapi, hanya rambutnya yang belum tertata. Masih sibuk menyiapkan sarapan, untuk sang suami yang akan berangkat ke Jepang, juga adik lelaki satu-satunya yang ia miliki, Jungkook.

Setelah rapi seraya menenteng tas, remaja pria adik Reya salah satu idola di sekolah, anak yang berada di peringkat empat puluh.Tetapi, tetap digilai gadis SMA Hainan. Secara akademik anak itu memang tak terlalu baik. Hanya saja si pemilik gigi kelinci itu memiliki prestasi lain dalam bidang olahraga, khususnya taekwondo. Sejak sekolah dasar ia mengikuti banyak turnamen. Di usianya yang saat ini ia sudah menjadi sangat mahir.

Anak itu kini duduk di ruang makan. Berjalan, lalu duduk sambil menatap Reya. "Kak, jangan katakan jika kita bersaudara."

Dengan malas Reya mengangguk, sambil menuangkan susu segar ke gelas di depan Jungkook. "Baik. lagipula, apa untungnya, membanggakan adik yang bahkan tak masuk 10 besar? Ckckck. Ambilkan tasku di kamar."

"Jangan ganggu aku sibuk," ucapnya menirukan nada bicara Yoongi. Kakak kelas yang menjadi idolanya. Tentu saja Jungkook punya alasan khusu mengapa ia begitu mengagumi anak itu. Yang jelas sekali tak memiliki prestasi menonjol, juga .., Yoongi buka idola di sekolah. Kehadiran si pucat itu bagaikan ada dan tiada di Hainan.

Plak!!!

Tanpa bisa mengelak, kepala Jungkook menerima satu pukulan telak. Membuat ia memekik dan segera berdiri den berlari ke kamar sang kakak. Menuju kamar sang kakak ia berpapasan dengan Jimin yang telah siap dengan koper, berjalan menuju meja makan. 

Sebelum duduk ia mencium bibir dan kening sang istri. Lalu duduk di sampng Reya dengan senyum manis membuat kedua matanya hanya tampak segaris.

"Kapan kau akan kembali?" tanya Reya.

Jimin meneguk kopi, lalu tersenyum karena rasa yang selalu pas untuknya. "Seperti biasa, aku akan berada di sana beberapa hari saja. Kau harus berhati-hati menyetir, jangan pulang larut, jangan mengirim chat jika sedang menyetir. Mengerti?"

"Baik," sahut wanita itu dengan anggukan.

★★★

"Selamat pagi." Reya berjalan masuk lalu duduk di meja kerjanya.

Sepertinya semua sedang sibuk dan sama sekali tak ada yang menjawab salamnya. Hari pertama di sekolah semua mempersiapkan diri, jadwal dan materi. Ruangan ituriuhsuara dering telepon, guru-guru yang sibuk membicarakan jadwal ajar, dan banyak lagi. Hal ini membuat wanita itu tersenyum. Entah mengapa ia ingin sekali menjadi seorang guru. Beruntung cita-citanya itu terwujud saat ini.

"Good morning, ibu Reya." Sapa salah seorang guru olahraga. Pria itu mendengar salam Reya tadi hanya saja terlalu sibuk melihat sjadwal miliknya. Dengan senyuman yang ramah, pakaian ttraining berwarna jingga, jelas ia adalah salah satu guru olahraga.

Reya bisa melihat jika nama dari name tag yang dikenakan. "Morning to, Pak Hyung Hoseok?"

Hoseok mengangguk sambil menunjuk name tag miliknya. "Kau sudah ambil jadwal?"

"Sudah, saat tiba aku mampir ke ruang guru senior."

"Bagus, baiklah semoga harimu baik dan menyenangkan." Hoseok menyemangati seraya berlalu.

Reya mengangguk lalu mengucap, "terima kasih."

Reya merapikan tas miliknya, merapikan buku-buku yang menjadi materinya hari ini. Ada jadwal seni dan budaya jam pertama di kelas 12A. Materi yang telah ia ringkas untuk membuatnya lebih mudah menerangkan. Ia berjalan ke sudut ruangan untuk minum segelas air. Gugup, membuat tenggorokannya terasa kering.

"Tenang , semua akan baik-baik saja," sapa seorang guru wanita. 

"Baik, terima kasih,"ucap Reya, meski ia masih saja merasa berdebar.

Guru itu mengambil minup, seraya terus menyunggingkan senyum. Guru Park Seah, berjalan keluar dari ruang guru dengan seelumnya menepuk bahu Reya, setelah mengambil minum dan meneguk hingga habis. Ia berusaha membuat Reya tenang.

Reya duduk dengan cemas, sampai akhirnya bel masuk berbunyi. Menghela napas, berharap bisa sedikit menenangkan diri. Lalu berjalan menuju kelas pertamanya. Ia gugup juga takut. Takut jika anak-anak tak bisa menerima dirinya, tak bisa menangkap penjelasannya dengan baik, takut jika ia tak bisa menyampaikan materi dan masih banyak lagi.

Murid-murid seperti pada umumnya, semua sama hening seketika saat guru mereka memasuki kelas. Padahal sebelumnya, sangat riuh. Reya meletakkan buku yang ia bawa dan menatap sekeliling. Anak-anak yang diam memang terlihat manis. Semua kadang hanya tampak di luarnya saja. Sampai mereka menunjukkan diri mereka yang sebenarnya. Bagi Reya, kemenangan seorang guru adalah jika ia bisa membuat anak-anak muridnya nyaman dan senang menerima materi yang ia berikan. Cita-citanya menjadi rekan bagi para murid.

"Selamat pagi, saya Reya Wang saat ini akan menjadi guru seni dan budaya kalian menggantikan Pak Younjoo. Dimohon kerjasamanya." Ia memperkenalkan diri, sebagian bertepuk tangan meski banyak juga yang sibuk dengan diri sendiri.

"Kalian boleh memperkenalkan di—"

Ucapan Reya terpotong karena suara pintu yang terbuka. Seorang siswa laki-laki berkulit putih masuk, siapa lagi kalau bukan Yoongi? Tak memerdulikan guru di hadapannya ia berjalan masuk dan duduk di kursi paling belakang, dekat jendela.

"Siapa namamu?" tanya Reya lembut, sementara yang ditanya acuh menatap keluar.

Guru baru itu menghela napas, ya ini salah satu yang sudah ia perhitungkan. Dalam pikirannya, murid kurang ajar itu hanya ada dalam komik dan drama. Kini ia mengalami sendiri.  Lalu memilih berjalan mendekat mendekati sang murid. Kini ia berdiri di samping meja Yoongi. Saat itu hening,  sebagian besar murid takut pada Yoongi. Banyak rumor beredar salah satunya Yoongi adalah pelaku bullying di sekolah sebelumnya.

Reya mengetuk meja dengan jarinya, Yoongi menoleh, lalu menatap Reya dingin. "Siapa namamu?" tanya Reya lagi.

Yoongi hanya menghela napas. "Anda tak melihat absensi siswa sebelum mengajar?"

Absensi siswa dibuat secara urutan duduk anak-anak. Dalam hati Reya mengoceh, jika ia melihat hanya saja ia tak bisa menghapal semua. Ia menarik pin nama sang murid. "Lim Yoongi," gumamnya lalu kembali ke depan kelas.

"Kalian ingat apa ciri utama kesenian visual yang dibuat oleh budayawan atau pelaku seni saat ini?" Memulai pelajaran jadi hal yang dilakukan kemudian.

Salah seorang murid mengangkat tangan. "Kesederhanaan, spontanitas dan naturalisme?" Ia menjawab dengan ragu.

Reya membuat mimik wajah yang tak bisa ditebak. "Kau yakin?"

Hampir semua murid mengangguk yakin, Reya tersenyum dan mengambil kapur lalu menuliskan jawaban dari pertanyaan yang ia tanya tadi.

"Yak benar! Aku senang karena banyak kalian yang masih mengingat dengan baik. " Reya kembali berdiri di mejanya. "Mari kita buat permainan, bernyanyi dan kenalkan diri kalian. Dimulai!"

Kelas mulai riuh dengan tepukan, inilah kelas seni untuk Reya. Menyenangkan dan penuh dengan kebahagiaan, dan tawa seharusnya.  Para murid mulai menepuk tangan mereka dan memperkenalkan diri secara acak.

Dan Yoongi? Ia menutup telinga dan rebah di meja belajar. Reya hanya melirik dan memilih tetap fokus pada yang lain.

Hari ini menyenangkan Reya berharap hari-hari berikutnya akan sama dan semakin baik.

★★★
.
.
.

R-Phile/ MYG✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang