[3]

41 5 3
                                    

Setelah selesai dari kantin, aku dan Sabrina kembali ke kelas. Disaat aku memasuki kelas, keadaan kelas sagat tak terkondisikan. Ada yang bermain gitar, ada yang berjoget-joget tak jelas, bahkan ada yang sempat menangis sesengukan sambil menatap ponselnya. Ah mungkin korban drakor. Batinku.

"Eh iya, gue mau tanya kok lo pindah sekolah disini, kenapa?" Tanya Sabrina. " Oh itu karena mama sama papa gue lagi ngurus bisnis di Kalimantan, jadi mereka gak tega ninggalin gue sendirian di Bandung, ya akhirnya gue pindah deh kesini, dirumah kakek." Jelasku.

"Ohh, lah terus mau sampai kapan sma disini?" Tanya Sabrina lagi, seakan akan ia ingin mengintrogasiku habis-habisan.

"Emm, sampai lulus, maybe" Jawabku. Ya aku bilang begitu, karena aku sendiri juga tidak tau kapan urusan orangtuaku selesai.

"Kalo lo orang asli Jogja ya brin?" Tanyaku, karena sedari tadi aku tak pernah menanyakan satu pun pertanyaan tentangnya. "Bisa dibilang gitu sih, cuma bokap sama nyokap gue gak asli orang sini. Orang tua gue udah merantau sejak gue masih dirahim" Kali ini aku hanya ber-oh ria.

Ternyata sosok Sabrina tidak seperti yang aku pikirkan. Sabrina yang badgirl ( bukan fakgirl ya hehew) dan tomboy. Tetapi semua itu salah, ternyata Sabrina adalah sosok yang care dan friendly.

Aku suka gaya bicaranya yang ceplas ceplos nan pedas ini. Seakan ia tak mau menutupi apapun tentang dirinya. Sabrina yang selalu apa adanya. Aku berharap tak kehilangan sosok sepertimu brin. Ujarku dalam hati.

***

Teng teng teng teng.....

Suara bel pulang pun akhirnya berbunyi. Sontak seluruh isi kelasku berhambur keluar, seakan-akan mereka akan berebut jatah THR. Takut tak kebagian hahaha.

Aku hendak merogoh ponsel di saku seragam. Aku terperanjat ketika ada tangan yang menepuk bahuku. Aku sontak menoleh kesamping.

"Pulang bareng siapa?" Ternyata Alvaro. Ck! Jantung ku hapir saja copot. Aku membalikkan tubuhku agar dapat melihat wajah magadir ini.

"Jemput sopir, lo?" Aku bertanya balik. "Gue bawa motor, bareng gue aja. Lo rumahnya komplek Candiasri blok B kan?" Ucapnya cepat.

Loh Alvaro kok tahu alamat rumah aku ya?? Apa jangan-jangan dia nguntitin aku?? Aku segera menepis prasangka-prasangka buruk di otakku.

"Kaget ya? gue tau rumah lo." Seakan ia tau apa yang aku pikirkan. Dasar cenayang.

"Rumah gue komplek sebelah. Tadi pagi gue juga liat lo dianter sopir lo. Jadi ya gue tahu" Jelasnya.

Aku hanya mengangguk paham dengan alasan Alvaro yang mengetahui alamatku ini.

Setelah mencari kontak Pak Ramli -- sopirku-- aku merasakan tanganku ditahan seseorang.

"Bareng gue aja kay, gue gak ada yang bonceng kok." Ajaknya sambil menatap menunggu jawaban dariku.

Sebenarnya aku tak enak menolak ajakannya. Aku hendak menolak ajakan Alvaro, tapi sebentar lagi akan hujan, aku tak tega nanti sopirku kehujanan.

Eh kan pake mobil bego?!?

Aku mengganguk sebagai jawaban atas tumpangan Alvaro. Aku pun berjalan beriringan menuju parkiran bersama Alvaro.

Sekolah sudah mulai sepi, hanya tersisa sebagian anak yang mungkin sedang mengikuti kegiatan extrakurikuler. Langit pun menunjukan bahwa ia sebentar lagi akan menumpahkan bebanya.

"Pake" Sambil menyodorkan helm kepadaku. "Kok bawa dua helmya?" Tanyaku.

Aku binggung kenapa Alvaro membawa helm dua sedangkan ia tidak ada boncengannya setahuku. Seakan megerti apa yang aku pikirkan, Alvaro hanya tersenyum tipis. " Tadi mama aku yang pake, suruh anterin ke pasar." Kalo ini memang bener-bener cenayang.

"Ohh" Aku langsung memakai helm pemberian Alvaro. Lalu aku naik ke atas motor klasiknya. Alvaro nampak keren dengan menggenakan helm full face-nya dan jaket denim warna hitam.

Deru motornya mulai meninggalkan area sekolah. Aku menatap punggung Alvaro yang tegap. Ternyata Alvaro kalau dari belakang keren juga ya.

Eh apa yang aku bilang barusan?keren? Oh,tidak tidak. Aku mengeleng-gelelengkan kepala pelan, tersenyum simpul.

Diperjalanan aku dan Alvaro hanya saling diam. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Entahlah aku juga sudah merasa sangat lelah hari ini.

"Cinta" Ucap Alvaro yang teedengar samar olehku. Aku hanya diam, mungkin dia sedang memanggil burung lewat. batinku.

"Kok diem?" Katanya lagi sambil menatapku dari kaca spion. Aku sebenarnya hendak menyahuti. Tapi ya karena namaku kan Kayla bukan Cinta. Aku hanya terus menatap lurus kearah jalan.

"Cinta" Kali ini panggil Alvaro sambil menoleh sebentar ke arahku.

"Apa?? udah gue bilangin kan nama gue tu K.A.Y.L.A bukan Cinta bego!!" Kesalku. Bagaimana aku terima namaku diganti-ganti begitu. Apa Cinta?? Ah nama itu terlalu norak bagiku.

"Iya aku tahu, tapi aku mau kamu jadi Cinta-nya Rangga, kan aku namanya Rangga." Aku hanya diam tak menanggapi ucapan nglantur cowok alien ini. Membalas ucapanya pun hanya akan membuang-buang tenaga saja. Ck!

Alvaro menghentikan laju motornya. Akhirnya sampai juga didepan rumah. Aku mencopot helm yang tadi aku kenakan.

"Makasih tebengan nya alien" Ucapku lalu langsung berjalan menuju arah pintu tanpa mempersilahkan mahluk itu masuk.

"Nama gue Rangga, Cinta, bukan alien" Teriakknya. Aku tak mengubris ucapan Alvaro tadi. Tujuannku sekarang hanya kasur. Ingin rasanya aku berlabuh ke pulau kapuk itu.

"Huh..capek juga hari ini" Aku menghela nafas lega.

Aku bergerak menuju balkon kamar. Tujuan ku ya hanya ingin menghirup angin segar. Tapi apa yang kulihat dibawah sepertinya tak sesuai ekspektasiku. Aku berdecak pelan. Ck!

"Woy Al!! Ngapain masih disitu? Pulang sono!!" Usirku. Ternyata alien itu belum pulang juga. Ia masih santai-santai bertengger di motornya.

Alvaro menatapku menantang dari motor yang masih disenderinya. "Bilang dulu kalau kamu cinta sama Rangga".

Aku langsung tertegun.
Rangga.
Apa Alvaro tahu tentang semua ini?

Aku tak mau memikirkan hal ini terlalu jauh. Mungkin Alvaro hanya mengarang nama saja. Toh, nama Rangga juga pasaran.

Setelah adegan Alvaro yang meneriakku untuk bilang seperti itu, aku langsung turun kebawah. Aku mau tak mau harus baku hantam dengan mahluk spesial bernama Alvaro ini.

Dengan sekuat tenaga aku menyuruhnya agar pulang. Mulau dari mendorongnya, menarik lengannya,dan lain-lain. Tapi usahaku nihil. Aku sudah kalah telak dengan badan Alvaro yang jauh lebih besar dariku.

Ia selalu menolak untuk kusuruh pulang. Sekali lagi, entah apa yang ada dipikirannya. Ia semakin menjadi dengan menolak usiranku dengan kata-kata lebaynya.

"Al pulang ini udah sore, nanti bonyok lo nyariin" Ucapku dengan sisa-sisa tenaga.

Aku mendengus kesal. Alvaro benar-benar tak mau pulang. Aku pun akhirnya menyerah. Aku ucapkan apa yang ia inginkan.

"Gue cinta sama rangga, udah puas?? Sekarang lo pulang sana! Atau gue panggilin satpam komplek!" Ancamku.

Setelah apa yang aku ucapkan barusan, tanpa ba-bi-bu Alvaro langsung menghidupkan motornya. Ia tersenyum lebar sambil ber-kissbye padaku.

"Ih jijik gue"

Setelah memastikan bahwa alien itu tak lagi muncul ke rumahku, langsung kututup daun pintu rumah. Aku langsung bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku yang sudah terasa lengket ini.

"Huh bisa nggak sih gue nggak denger nama Rangga lagi?"

Tbc.

Jangan lupa vote & commen !!

👇

JANUARI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang