08

2.1K 296 10
                                    

Happy Reading !!

Hari libur, dimana seharusnya Hinata bisa tidur seharian tanpa harus memikirkan banyak hal.
Tapi realitanya, gedoran pintu itu membuatnya mengumpat tanpa suara, mengutuk pada siapapun yang mengusik hari liburnya yang hanya bisa didapatnya sehari dalam seminggu.
Manusia sialan mana yang mencoba mencari masalah dengannya di jam sepagi ini ?

"Hinataa ... bangun atau aku dobrak pintu ini ?"

Suara teriakan Ino melengking tajam, Hinata yakin jika bukan hanya dirinya saja yang merasa terganggu dengan suara teriakan itu.

"Ada apa, Ino ? Kau mau mengajakku berkelahi atau bagaimana ?"

Wajah bantal dengan bibir merengut kesal, bertanya dengan suara tajam pada Ino yang nyengir lebar tanpa dosa diwajahnya.
Perempuan itu memang sialan, entah sudah berapa kali Hinata mengatakannya.

"Kau lupa dengan janjimu ? Hinata .. kau sudah berjanji untuk menemaniku mencoba gaun pengantin hari ini !!"

Otaknya masih loading, mencari sambungan yang pas untuk perkataan Ino.
Hanya sekian detik, sebelum kembali masuk ke kamarnya dengan tergesa.
Helaan napas panjang mengikutinya, suara berisik dari dalam sana membuat Ino menepuk jidatnya.

"Hinata, jangan menabrak sesuatu."

Barusaja Ino mengatakannya, suara seperti benda jatuh yang cukup keras itu lagi-lagi membuatnya menghela napas.
Hinata dan kecerobohannya, benar- benar malapetaka untuk barang-barang di sekitarnya.
Tidak biasanya Hinata melupakan sesuatu seperti ini, terutama jika itu tentang sesuatu yang dianggapnya sebagai janji.

"Maafkan aku, Ino. Aku benar-benar lupa.'

Hinata kembali dengan rupa yang lebih baik, lebih manusiawi lebih tepatnya.

"Ada apa denganmu ? Apa kau sebegitu memikirkan Uchiha Itachi sampai melupakan janjimu padaku ?"

"Apa itu ? Tentu saja tidak !!" Menyahut dengan ketus, Hinata hanya sedang banyak pikiran belakangan ini, terutama dengan pekerjaannya.
Bertambah parah dengan adanya Uchiha Himeya dan Uchiha Itachi yang datang tanpa permisi.

"Eihh .. kau tidak bisa berbohong padaku."

Hinata menggeleng ringan, berusaha maklum dengan tingkah Ino yang sedikit berbeda belakangan ini.
Mencoba mengerti, bepikir positif jika itu terjadi karena Ino sedang stress dengan urusan pernikahannya.

Pernikahan. Selalu membuat Hinata menghela napas panjang dengan perasaan memberat yang diikuti sakit kepala.
Membayangkannya memang membuat berdebar, tapi Hinata merasa sedikit ragu tiap kali memikirkannya.
Pernikahan bukan hal yang mengerikan, setidaknya itu yang dipikirkannya.
Tapi, pernikahan juga bukan permainan menyenangkan, itu bagian yang muncul pertama kali dalam otaknya.

Hinata pikir akan mudah, hanya menemani Ino datang ke butik dan mencoba baju pengantinnya.
Tapi kenyataannya, dirinya harus menjadi penonton untuk drama calon pengantin yang sedang berdebat didepan sana.
Kepalanya berdenyut, perutnya yang kelaparan tidak bisa diabaikan begitu saja.
Hinata memang belum sempat sarapan, wajar saja jika sekarang ia kelaparan.
Menggeleng dengan heran, berjalan keluar untuk sekedar mencari makan sambil menunggu sampai pasangan idiot itu selesai berdebat.
Hinata tau, Ino menjadi lebih uring-uringan belakangan ini, jauh lebih moody karena mengurus semua keperluan pernikahannya.
Hinata hanya membantu seadanya, karena kendala pekerjaannya.

Beruntungnya, butik tempat Ino memesan baju pengantin berada didalam pusat perbelanjaan, dimana artinya Hinata bisa mencari makanan dengan mudah.
Berjalan diantara beberapa orang, sampai menemukan apa yang dicarinya.
Hinata membeli beberapa potong roti untuknya dan sebagian untuk Ino dan Sai.
Dua manusia itu akan menjadi aneh saat sedang kelaparan, dan berdebat membutuhkan energi berat sebagai asupannya.

"Mamaa .."

Suara teriakan yang mengagetkannya, Hinata hampir saja tersedak roti coklatnya saat matanya menangkap atensi tak asing yang kini berlari ke arahnua dengan wajah cerah dan senyum yang mengembang.
Rambut ikat dua dengan pita bunga yang ikut bergoyang mengikuti gerakan larinya, pipi putih mulus yang gembul, Himeya memang sangat menggemaskan.
Anak itu berlari kearahnya, membuat Hinata dengan spontan berjongkok sambil membuka lebar-lebar lengannya, menunggu Himeya datang dan memeluknya.

"Hai, sayang. Himeya sama siapa ?"

Hinata mencium pipi Himeya dengan gemas, sementara anak itu tertawa dan memeluk leher Hinata tanpa membuatnya tercekik.
Pemandangan manis yang bisa membuat orang lain salah paham dengan kedekatan mereka yang layaknya ibu dan anak.

"Nenek."

Interakski itu tak luput dari tatapan awas Uchiha Mikoto yang sedang memperhatikannya dengan seksama.
Himeya memang sudah mengatakan perihal perempuan yang dipanggilnya mama, tapi baru pertama kali ini ia benar-benar melihatnya.
Gadis itu terlihat sederhana, tapi sorot hangat dalam netranya menjadi bagian yang luar biasa, jika bisa lebih mudah menyebutnya, perempuan itu berhati lembut.

"Akhirnya kita bertemu juga ya, Hinata-chan."

Hinata nampak kikuk saat Mikoto menyapanya dengan suara manis, wajah keibuan yang begitu mempesona diusianya yang tidak lagi muda, Uchiha Mikoto adalah ikon perempuan hebat yang berdiri di garda terdepan dari para lelaki sukses di keluarganya.
Hinata baru pertama kali ini melihat sosoknya secara langsung, meski ia sudah sering melihatnya wara wiri di program kesehatan yang ada di televisi.

"Anoo ... maafkan saya, Uchiha-san. Saya tidak menyadari keberadaan anda disini." Rasanya salah saat Hinata mengatakannya.

"Ckk .. jangan seformal itu, Hinata. Kau bahkan bisa memanggilku ibu, jika mau. Bukan begitu, Hime-chan ?"

Mengangguk antusias dengan wajah polosnya yang manis, Himeya masih bersandar nyaman di bahunya.
Tersenyum dengan wajah kakunya, bagaimana bisa Hinata memanggilnya begitu ?
Pada seseorang yang derajatnya lebih tinggi darinya, Hinata masih tau diri untuk tidak melewati batas yang dibuatnya dengan sadar dan nyata.

"Apa kau sendirian, Hinata-chan ?"

"Tidak, bibi. Aku sedang menemani temanku memilih baju pengantin."

"Hinataa ... dasar sialan !! Kau kemana saja,huh ?" Suara teriakan Ino yang berjalan dengan tanganber kacak pinggang, wajah kesalnya terlihat sangat jelas.
Barusaja Hinata mengatakannya, perempuan jahaman itu sudah muncul lengkap dengan wajah membunuh yang membuat Hinata tertawa hambar.

Bukan hanya Hinata yang menoleh, Uchiha Mikoto bahkan membuat ekspresi wajah terganggu saat melihat tingkah perempuan barbar yang berjalan mendekat kearahnya.
Dalam otaknya membuat pertanyaan, apa ini teman yang dimaksud Hinata ?
Ino terdiam mendadak, spontan merasa malu saat melihat Uchiha Mikoto yang kini berdiri disana.
Meneguk ludah dengan susah payah, lewat tatapan matanya bertanya, sejak kapan dia ada disini ?
Dia dalam tanda kutip adalah Uchiha Mikoto.
Tersenyum seadanya, mengerling pada Himeya yang masih nyaman digendongan Hinata, menatap Ino dengan wajah terganggu khas Uchiha.
Menepuk jidatnya sendiri, Hinata merasa sangat malu hingga rasanya ingin mengubur dirinya sendiri.

"Maafkan aku, Uchiha-san." Nampak kikuk, sebuah pemandangan yang membuat Hinata tertawa ringan.

Uchiha Mikoto tersenyum seadanya, setelah menguasai situasi yang menarik ini.

"Tidak apa-apa. Persiapan pernikahan memang sering membuat calon pengantin stress."

Pernyataan yang menusuk, Ino merasa seperti di tikam langsung dengan pernyataan itu, meaki memang begitu kenyataannya.
Hinata menahan diri untuk tidak tertawa dengan keras, tersenyum dengan wajah mengejek saat melihat Ino yang berwajah merah dan kalah start dari Uchiha Mikoto.

"Itu sangat benar, Uchiha-san." Ujarnya dengan malu-malu.

Hinata sempat mengabaikan Himeya sebentar, dan anak itu terlihat kesal dengan wajah menggemaskan.
Menepuk lembut pada punggung kecil dalam dekapannya, Hinata merasa seperti seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya yang rewel.
.
.
.
.
Haloo ... selamat malam minggu 😂 yuk kencan yuk.. ehehehee

Vote pleasee ❤❤

I WANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang