7. Kedatangan.

21 3 0
                                    

Mereka bertiga sudah pulang, tinggal aku sendiri dirumah. Oh iya kedua orang tuaku kemana ya? Ah sebaiknya aku menelpon mereka.

Call Mama.

No yang anda tuju sedang tidak aktif mohon untuk menunggu dan hubungi nanti.

Ah tidak diangkat lagi. Mama kemana ya? Ah ke papah aja deh.

Call Papah.

Papah: Halo nak ada apa?

Me: Mama kemana, Pah?

Papah: Oh iya maaf ya papah baru ngasih tahu. Jadi mama pergi kerumah nenekmu karena sakit. Papah juga gak bisa pulang hari ini nak paling minggu depan... Nanti Jun akan datang sama orang tuanya buat nemenin kamu.

Me: Tapi, Jun sama bibi dan paman belum datang pah. Aku sendiri daritadi pagi.

Papah: Berarti mereka tibanya malam deh. Mama belum ngasih tau ke papah kapan pulangnya tapi paman sama bibi bekel temenin kamu kok! Tapi kamu udah makankan?

Me: Sudah pah.

Papah: Ya sudah jaga diri ya jangan lupa makan dan jangan repotin bibi sama paman ya Kiko. Papah matikan dulu sebentar lagi ada rapat.

Me: Iya pah.

Aku senang yang menemaniku Jun dan orang tuanya. Oh tak lupa karena ada adik laki-lakinya yang lucu.

Sudah 5 tahun kami tidak bertemu karena sibuk urusan masing-masing. Jun memang saudara laki-lakiku. Pada masa kecil, kami sering bermain bersama dan tentu saling bercerita bila ada suatu masalah. Jujur, aku lebih nyaman bercerita padanya dibanding kepada orang tuaku sendiri.

                              🌅🌅

Ting...tong....

Bel rumahku berbunyi. Aku buru-buru langsung membuka gerbang rumah dan ternyata keluarga Jun sudah datang dengan membawa beberapa tas.

"Selamat datang Paman Robi, Bibi Aiko, Jun dan juga Runa! Silahkan masuk!" Aku menyambut mereka dengan senyuman ramah.

Paman mengelus kepalaku, "wah sekarang Kiko sudah besar ya!"

"Makin cantik pula duh idaman menantu deh!" Lanjut Bibi Aiko.

"Bunda gausah mulai deh..." Jun meresponnya.

Aku mempersilahkan mereka masuk dan menunjuk kamar tamu untuk mereka. Tapi kamar tamu dirumah hanya satu sisanya kamar Ibu dan ayah serta aku saja, karena kakakku sudah berbeda rumah. Aku bingung kamar itu tidak cukup besar untuk mereka berempat, sedangkan Runa dia masih tidur bersama orang tuanya.

"Paman.. Bibi.. ini tempat peristirahatan kalian. Ada lemari kosong dikamar itu yang bisa digunakan untuk menyimpan barang bawaan kalian."

"Ah baiklah terima kasih! Tapi apa ada dua ranjang disana?" Tanya Paman.

"Maaf paman, disana hanya ada satu ranjang saja."

Paman memanggil pria yang sedang duduk dikursi tamu, " Jun bantu ayah beresin baju ke lemari! Urusan tempat tidur kita bahas nanti saja mumpung belum larut malam."

Jun terlihat menuruti perkataan ayahnya dan langsung masuk kekamar tamu untuk membereskan barang bawaannya. Bibi Aiko dan Runa sedang memasak didapur katanya buat makan malam. Jadi, aku menyusulnya ke dapur untuk membantunya.

Setelah makan malam habis, Paman Robi menyuruh kami ke ruang keluarga untuk berdiskusi soal pembagian tempat tidur.

"Dirumah ini keseluruhan ada berapa kamar, Kiko?" Tanya Paman Robi sambil melihat-lihat bagian atas rumah.

"Hanya ada tiga termasuk kamar tamu."

"Oh iya kakaknya Kiko kan sebelum nikah pasti tidur disini. Apa kamar tamu itu dulunya kamar kakakmu?" Tanya Bibi Aiko.

"Tidak, memang dari dulu sudah dijadikan kamar tamu jika ada kerabat menginap. Oh aku ingat! Dulu kakak tidur bersamaku. Dikamarku ada dua kasur.  Mungkin kasur yang satunya ada dikolong ranjangku yang sekarang. "

"Duh gimana ini? Pah, emang gak apa-apa Jun tidur sama Kiko?" Bibi Aiko terlihat khawatir

"Emm Kiko bagaimana denganmu apa kamu keberatan?" Tanya Paman Robi.

"Jun tidur disofa juga gak apa-apa pah. Lagipula sofanya lumayan luas" jawab Jun. 

"Kiko sih gak keberatan. Lagipula kasurnya tidak menyatu ini. Paman, aku sudah menganggap Jun seperti kakak sendiri tentu kami bisa menjaga diri."

"Gimana,Jun?" Tanya Bibi Aiko lagi.

"Jun ngikut aja."

Jun PoV ON.

Sejujurnya aku masih kurang setuju. Meski tidak seranjang, tapi rasanya aku tidak mau diganggu siapapun meski dia saudariku sendiri. Namun bagaimana lagi? Aku hanya orang yang tidak bisa mengatakan hal yang membuatku tidak nyaman. Biasa aku lari saat tidak nyaman. Untuk saat ini aku tidak bisa lari kemana-mana.

"Kalian berdua tidur sana, ini sudah mau jam 10 malam!" Perintah papah pada kami berdua. Kai hanya mengangguk lalu menuntunku ke kamarnya.

'Wah kamar ini lumayan luas!' Kata batinku.

Aku lihat Kai mengeluarkan kasur berukuran medium dari bawah ranjangnya. Kasur itu tertutup debu yang lumayan tebal, tapi ada plastik yang menyelimuti jadi tidak ada debu yang masuk.

Dia melepaskan plastik yang ada dikasurnya, "kau tidur disini saja, kasurnya tidak berdebu."

"Ya."

Dia keluar dari kamar lalu kembali lagi dengan bantal, guling, dan selimut. "Nih pakai disini dingin." Ia menyimpan ketiga benda itu dikasurku.

"Boleh gak aku nyalain TV?" Tanya Kai padaku yang sibuk memperbaiki posisi bantal.

"Terserah kamu."

"Ya sudah. Kalau terganggu bilang aja, Jun."

"Iya."

00. 58

Aku masih belum tertidur biasanya jam 10 aja sudah terlelap. Aku melirik Kai yang masih menikmati tontonannya, ternyata dia kuat juga bergadang.

01.45

Filmnya ternyata lebih asik pada saat tengah malam lewat. Mataku seakan-akan tertarik saat film Butterfly Hope dimulai.

"Emm... Kai, kamu suka film ini?"

Aku menunggu jawaban dari Kai, tapi dia hanya diam saja. Aku mencoba melihat wajahnya dan ternyata dia sudah tertidur nyenyak.

"Dasar pemalas. Bukannya matiin TV dulu malah tidur." Aku sebal dengan ulahnya karena tidak disiplin.

Aku melihat wajahnya sedang tertidur pulas. Ternyata seorang pemalas pun masih terlihat manis.

Aku mengelus kepalanya. "Oyasumi my little flower."

~NEXT.

Sunrise Sunset and Surprise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang