10. Batal

8 2 0
                                    

Kai PoV

Seperti yang ia katakan untuk mentraktir ku Milk Tea.

Gluk! Gluk!

"Ah seger!" Ucap Rai yang berhasil menghabiskan minumannya.

Aku menyusulnya untuk menghabiskan minumanku. "Terima kasih atas minumnya..."

Rai meletakan tangan kanannya untuk menahan pipinya lalu menatapku. Senyum itu kembali menghias wajahnya.

"Apa senyum-senyum? Udah tau aku jelek."

"Ti-tidak! Bukan seperti itu. Tapi... mungkin kau harus meng-antonim kan itu."

Aku tidak mengerti apa yang dia katakan dan tentu aku tidak peduli.

Dretttt!

Ah ponselku bergetar. Sepertinya ada yang menelfonku.

MICHIKO JUN

"Rai, aku keluar dulu sebentar." Aku berjalan ke arah pintu keluar lalu duduk di kursi depan kedai Milk Tea.

"Ada apa?"

"Kai, kamu dimana?"

"Tengah kota."

"Bisa ke Caffe Green tidak? Sekarang."

"Aku tidak membawa uang banyak. Lagipula itu caffe yang jauh dari daerah sini."

"Ada hal penting yang ingin ku bicarakan disana. Tidak usah mengkhawatirkan soal biaya. Aku akan menjemputmu, bila kau mau."

"Baiklah, aku setuju. Lokasinya akan aku kirim lewat chat."

Aku mengirim lokasi tempatku berada sekarang.

Tiittt!
Maaf sisa kuota anda tinggal 10 MB.

Sial kuotaku sekarat.

Aku kembali masuk ke kedai untuk memberitahu hal ini pada Rai.

"Kai..."

Belum sempat mengatakan hal ini padanya, ia sudah memanggil terlebih dahulu.

"Ada apa?" Tanyaku sambil menenggelamkan diriku di kursi dihadapannya.

"Aku sungguh meminta maaf padamu. Otou-san sedang berada di jalan untuk menjemputku. Katanya sore ini aku dan Otou-san mau pergi ke Jakarta untuk menemui bibi."

Kebetulan sekali kami sama-sama akan membatalkan acara ini. "Ah jadi begitu. Tidak apa-apa, sepupu ku juga akan menjemputku."

Rai masih memasang wajah kecewanya. "Sekali lagi aku minta maaf. Ini maaf yang serius..."

"Sudahlah tidak apa-apa masih banyak hari lain."

Rai masih terlihat kecewa lalu ia melihat ke arah jendela. Ada sebuah mobil berwarna putih berparkir di pinggir kedai ini.

"Itu Otou-san. Aku pergi dulu ya. Jaga dirimu. Jangan keluar sendiri sebelum sepupumu datang!" Pesannya padaku.

Rai melambai padaku lalu ia keluar dari kedai ini. Diri ini masih termenung dikursi kedai sendirian. Setelah kehilangan sosok teman yang semula ada di hadapanku.

13.48

Sial, Jun lama sekali. Apa dia mengerjai ku ya?

Tring!

Ah ponselku berdering.

MICHIKO JUN

"Aku udah ada didepan kedai."

Dengan cepat, aku langsung keluar dari kedai. 

Sesosok pria menggunakan jaket berwarna abu dengan motor ninja berwarna hitam diam di arah jam 2 tempatku berada.

Pria itu melepas helm-nya. Itu Jun. Ia memberikanku helm yang sudah ia bawa. "Ini pakai. Ayo naik."

Aku merasa agak gugup. Ia pertama kalinya aku di bonceng oleh seorang pria selain Papah. Aku sempat berharap, pria kedua yang akan memboncengku di sepeda motornya ia adalah jodohku. Tapi si bodoh ini yang menghancurkan harapanku.

"Cepet naik! Waktu kita tidak banyak!" Ucapnya dengan nada tinggi membuatku berhenti memikirkan harapanku.

Aku langsung memakai helm yang ia berikan padaku.

"I-iya!"

Di perjalanan kami hanya saling diam. Mungkin Jun fokus karena sedang mengendarai sedangkan aku masih dalam renungan rasa gugup.

                             🌅🌅

"Hei!"

"Ada apa, Jun?" Tanyaku padanya.

"Sudah tau keberadaan Bibi Sarah?"

"Katanya Ibu masih dirumah Nenek. Nenek kan masih sakit, kenapa kamu masih tanya?"

Jun hanya diam. Sampai akhirnya kami sampai di Caffe Green.

Ia memarkirkan motornya di tempat yang sudah disediakan pihak Caffe, sementara aku menunggunya di dekat pintu.

Ia telah kembali. "Ayo masuk!"

Aku mengikuti Jun dari belakang. Jun memilih kursi dekat balkon dengan alasan agar bisa menghirup udara asli bukan dari AC.

Seorang pelayan pria datang menghampiri meja kami. "Selamat datang di Caffe Green. Silahkan memilih menu yang kami sediakan disini."

Pelayan itu menyerahkan dua buka menu kepada kami. Aku melihat dengan seksama apa yang ada di daftar menu. Karena aku tau, semua biayanya Jun yang menanggung.

"Kakak. Aku mau Green Tea. Ice-nya medium saja." Ujarku pada pelayan itu.

"Baik aku tulis pesanannya. Oh iya ada diskon 20% bagi setiap pasangan yang mampir ke Caffe ini. Jadi apa kalian pasangankah?"

Apa-apaan pertanyaan pelayan. Apa si bodoh itu terlihat seperti pasanganku? Ah sudahlah lebih baik aku menjomblo saja daripada dengannya.

Brakkk!!

"Ya dia pacarku. Aku Americano Coffe. Hanya itu pesanan kami."

"Baiklah. Silahkan menunggu sebentar..."

Pelayan itu pergi dengan pesanan kami. Rasa sebalku datang.

"Hoi Jun! Apa-apaan kau ini?! Bukannya kita hanya sebatas sepupu."   Ucapku berbisik agar orang di Caffe ini tidak mendengar amarahku ini.

"Habisnya ada diskon. Sekiranya ada kesempatan mengapa tidak di ambil?"

Aku harus mengalah agar tidak menjadi masalah besar. "Ah sudahlah!"

Jun tersenyum sinis kepadaku seakan ia berkata 'aku menang'. Sungguh  rasa sebal ini semakin mengendap seperti kopi yang telah di aduk.

Pelayan yang tadi datang ke arah meja kami. "Ini minumannya. Silahkan dinikmati!"

Aku langsung menyeruput minumanku sampai setengah gelas. Ahh rasanya rasa sebalku meredam hanya karena segelas Green Tea dingin.

Teringat akan suatu hal. "Katanya ada yang mau dibicarakan. Ada apa?"

"Ini tentang dibalik layar Ibu-mu."

"Hah apa maksudmu?!!"

Aku merasa ada sesuatu yang tidak enak telah terjadi dibelakangku.

Jun menyeruput kopinya dengan santai. Aku hanya bisa melihatnya dengan tatapan rasa ingin tahu dari kata yang baru saja ia ucapkan.

"Dia sudah membuat kesalahan besar."

~NEXT

Sunrise Sunset and Surprise Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang