Pulang

165 11 0
                                    

Awali bacaan dengan basmallah dan akhiri dengan hamdallah. Utamakan membaca Al-Qur'an dalam segala hal.

***

   Seperti biasa aku sarapan pagi bersama di hotel dengan teman-temanku.

  Kak Julian menanyakan keadaanku. Entah kenapa Kak Julian seperti khawatir padaku. Mungkin karena wajahku terlihat lemas.

"Rin, kamu baik-baik saja?"tanya Julian.

"Gak papa kok. Cuman lagi kecapean aja,"balas Desty.

"Ohya, kita mau kemana hari ini?"tanya Dendra.

"Terserah kalian, hari ini aku gak ikut. Aku mau istirahat,"ucapku membuat semuanya terkejut.

"Kamu kalau ada masalah cerita, jangan kayak gini,"ucap Kak Julian.

  Aku bingung harus berkata apa. Aku ingin menyembunyikan rasa sedihku namun sulit sekali.

   Dan pada akhirnya Desty meyakinkanku untuk mengungkapkan semuanya. Aku menarik napas lalu aku memberi tau semuanya.

"Baik, aku akan beritahu semuanya. Sebenarnya, Hanin sudah berbohong kepadaku. Bahkan Aksa suka sama Hanin,"ucapku dengan perasaan sedih.

"Kamu gak bercandakan, Rin? Aku gak nyangka Hanin setega itu dan Aksa. Aku kaget, bisa-bisanya dia seperti itu. Pasti ada yang salah,"ucap Dendra.

"Sudah kubilang, percuma kita kesini. Lebih baik besok kita pulang,"ucap Kak Julian.

  Ya Allah, karena aku kondisi malah memburuk. Kak Julian malah menyuruh pulang, semuanya gara-gara aku.

   Aku sudah menduganya Kak Julian marah sekali. Aku juga ngerasa aneh. Ternyata benar, waktu bisa mengubah perasaan. Padahal dulu Aksa menyukaiku.

   Semuanya perjuanganku malah menimbulkan kesedihan. Aku pikir setelah kedatanganku kesini semuanya clear. Aku akan kembali lagi bersama Aksa, aku pikir bisa menemukan jawaban. Tapi, Aksa masih saja membuatku bertanya-tanya.

"Iya, bener kata Aksa. Lebih baik kita pulang. Kita kesini mau bahagia, tapi kalau Rinjani malah sedih lebih baik kita pulang,"balas Kak Rafan.

"Jangan pulang, jangan karena aku kalian gak melanjutkan liburan kalian , aku gak enak,"balasku.

"Udah, gak papa. Yasudah besok kita kemas-kemas yah. Hari ini kamu tenangin dulu pikiran kamu,"ucap Kak Julian.

"Baik, Kak,"balasku melemah.

***

  Keesokan paginya aku dan teman-temanku pulang. Walaupun sebentar tapi rasanya gak merubah apa-apa, aku kira bakal ada yang berubah. Ternyata apa yang kupikirkan salah besar.

  Cinta boleh, tapi sadar diri itu harus. Sadar kalau semuanya udah beda, sadar kalau yang berharap cuman aku, sadar kalau aku yang mengejar, sadar kalau aku terlalu sulit untuk menggapainya, sadar kalau cuman aku yang selalu mendoakannya.

   Move on? Itulah kata yang selalu Kak Julian katakan padaku. Memangnya move on itu mudah apa? Seenaknya aja orang ngomong ayolah move on aja. Tapi memangnya mudah melakukannya? Gak mungkin, gak mungkin aku lupa sama Aksa. Sama semua kenangan aku dan semuanya. Merelakan? Rela sama semua yang sudah aku perjuangkan? Kalau bisa jujur aku rasanya gak rela. Aku udah berjuang pengennya dibalas tapi malah begini.

   Yaudah, aku gatau harus apa. Mau dibilang gak ikhlas, ya percuma juga, hatinya bukan untuk aku. Percuma. Sudah, sudah cukup aku nyakitin diri sendiri. Aku cuman pengen pulang, gak mau lagi ketemu sama Aksa, gamau ada drama-drama gak jelas cuman karena Aksa.

"Rin, maafin Aksa,"ucap Dendra.

"Kenapa kamu yang minta maaf? Apa karena kamu sahabatnya? Sebenarnya, gak ada yang perlu minta maaf, kita cuman berbeda perasaan aja, lagian Aksa gak salah, aku yang salah mencintai Aksa,"balasku.

"Sudah, Rin. Rinjani pasti kuat, masih banyak cowok di dunia ini,"bisik Desty.

"Iya, Des. Harusnya aku ga buta sama sekeliling. Move on adalah jalan terbaik,"balasku.

   Hari itu, aku dan teman-temanku di bis bahkan aku belum pamit sama Aksa. Pamit juga buat apa? Memangnya aku bakal kembali lagi untuk menemui Aksa? Buat apa? Buat disakitin lagi? Sudahlah, ini pelajaran berharga buatku. Buat aku berhenti sampai disini. Berhenti melangkah ke belakang.

"Walaupun gak mendapatkan jawaban, setidaknya kamu tau hati Aksa untuk siapa kan?"tanya Kak Julian.

"Iya, aku sadar kok,"ucapku merengut.

"Baru diulang lagi, sudahlah, gak usah sedih cuman karena Aksa, "ucap Kak Rafan ikut menimpal.

   Tahun ini, adalah tahun kesedihan bagiku. Karena tahun ini aku harus move on dari Kak Rafan.

     Iya, Kak Rafan benar juga. Sudah berapa kali aku bilang kalau aku sadar? Tapi nyatanya aku belum sadar-sadar juga. Lebih tepatnya belum terima sama kenyataan yang gak seindah harapanku.

     Selesai sudah, cuman bertahan 2 hari kemudian pergi meninggalkan kota itu. Padahal kan rencananya 2 Minggu, hanya karena aku mereka gak jadi liburan.

  Aku diantar pulang ke rumah, aku berpamitan sama teman-temanku. Berat sekali rasanya untuk tersenyum tapi aku berusaha walau rasanya berat. Aku ditemani Kak Julian agar kursi rodaku didorong sampai ke rumah.

"Semuanya, terima kasih, maaf kita liburannya ga sampe 2 Minggu, aku pamit yah,"ucapku pada semuanya.

"Iya, Rin gapapa. Kamu yang sabar ya,"ucap Desty.

"Iya, kita gak masalah kok. Pulihkan dulu hatimu,"ucap Dendra.

"Semoga lekas move on,"ucap Kak Rafan.

"Tuh, kode dari Rafan,"ucap Kak Julian.

   Kulihat wajah Kak Rafan malu-malu saat ini, aku rasa Kak Rafan berharap lagi padaku. Entahlah, aku cuman berharap lukaku lekas sembuh.

   Aku sampai lupa menghubungi Mama Sur. Saat melihat kedatanganku wajah Mama Sur kaget dan yang paling menyebalkan ada anaknya Miko kesini. Tumben-tumbenan dia kesini? Pasti aku akan dihinanya lagi.

"Assalamu'alaikum, Mah,"ucapku.

"Wa'alaykumussalam, Nak. Katanya 2 Minggu? Kenapa bisa?"tanya Mamah Sur.

"Ternyata Aksa suka sama orang lain, jadi daripada aku gak bahagia semua teman-temanku memutuskan untuk pulang hari ini,"ucapku.

"Yang sabar yah,Nak."

"Iya, Mah."

"Makanya jadi cewek jangan kepedean! Ngaca makanya"pekik Miko.

"Miko, awas kamu yah, minta maaf sama Rinjani."

"Males banget! Yaudah, makasih uangnya. Aku pergi dulu!"ucap Miko.

   Tuh, sudah kuduga, Miko kesini hanya ingin meminta sesuatu, yaitu uang Mamah Sur. Aku kesal sekali dengan sikapnya.

"Mau kemana?"tanya Mamah Sur.

"Nongkrong sama teman-teman,"ucap Miko.

"Kamu gak mau nyari kerja apa?"

"Males, Mah. Yaudah aku pergi dulu."
 
   Aku hanya geleng-geleng kepala melihat perlakuan Miko pada Mamah Sur. Tega sekali Miko berbuat seperti itu. Kemudian tiba-tiba handphone-ku berdering. Ternyata dari Kak Julian. Namun Kak Julian tiba-tiba mematikannya.

   Aku bingung lantas menge-chat-nya.

"Assalamu'alaikum, Kak. Ada ap?"

  Wa'alaikumussalam, gak jadi.

     Ada apa sih? Firasatku mengatakan Kak Julian juga sedang menyembunyikan sesuatu. Entah, aku juga gak tau. Mungkin cuman perasaanku aja. Sudahlah aku mau istirahat dulu. Raga dan hatiku cukup melelahkan hari ini.

**Bersambung

  

Kamu dan Kenangan (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang