Awal tahun 2018.
"Eh, kalian udah lihat koas-koas baru? Ada yang ganteng!" seorang perawat dengan tag nama Fenti meletakkan papan tulisnya di atas meja panjang pada bagian nurse station itu.
He's Gone
Minggu kedua di pertengahan tahun 2018, terlihat seorang laki- laki berkulit eksotis tengan bersiul riang sambil membetulkan rambutnya yang acak-acakan. Tingkahnya menggambarkan dengan jelas kalau suasana hatinya sedang baik-baik saja.
"Sa senang sekali bisa satu kelompok dengan ko, Semesta!" rupanya itu Maruna, wira dari Timur itu memeluk Semesta erat. Begitu bahagia bisa menjalani hari-hari koasnya bersama sahabat.
Setelah melalui berbagai macam drama kehidupan kuliah akhirnya kini mereka memasuki satu jenjang lebih maju. Koas. Kerennya sih, Dokter Muda. Sudah dua minggu berlalu sejak mereka memulai karir atas nama 'Dokter Muda' tersebut. Selama waktu itu pun sudah banyak kisah yang didapatkan oleh para lelaki tampan tersebut.
"Ayo, ah. Nanti diomelin Dokter Ajeng dan—" Semesta melepas pelukan Maruna. "Jangan sampai aku dikira homo sama kamu!" protesnya sambil melangkah lebar dengan bulu kuduk yang sudah berdiri tegak sejak Maruna memeluknya tadi.
Keduanya melangkah berdampingan, dengan jas putih panjang membalut tubuh. Tak lupa satu tag nama di dada kiri masing-masing. Mereka memasuki gedung Anggrek yang begitu ramai pengunjung. Hari masih begitu pagi, namun para pasien juga keluarganya telah berdatangan. Saat itu pukul 06.45 dan mereka sudah memenuhi loket.
Semesta dan Maruna mengambil langkah cepat, menaiki eskalator menuju Poliklinik Kulit dan Kelamin di lantai dua.
Semesta mengetuk pelan pintu berwarna kecokelatan dan satu kaca kecil dengan pandangan tembus ke dalam.
"Pagi," sapa Maruna melanjutkan.
Seorang wanita dengan kerudung tosca juga snelli menghias tubuhnya menatap keduanya. Senyumnya terukir namun seperti ada hawa mematikan menanti kedua lelaki itu. "Pagi juga Maruna, Semesta. Kebetulan, duduk dulu sini," sahut Dokter Ajeng pada sapaan keduanya. Ia menunjuk sekilas pada kursi kosong di hadapannya.
Yang disuruh hanya mengangguk menuruti perintah. Takut kalau-kalau dikasih nilai merah. Biasalah, pencitraan dalam dunia pendidikan, semua orang pasti pernah melakukannya, iya 'kan?
Dokter Ajeng memulai petuahnya dan beberapa hal yang berkaitan dengan tugas Semesta dan Maruna. "Jadi, tugasnya nanti adalah kalian harus bisa langsung periksa pasien, ya. Setelah kalian periksa baru kalian laporkan status dan kondisinya ke saya. Saya juga mau dengar usulan kalian mengenai diagnosis dan tata cara penanganannya," jelasnya pada Maruna dan Semesta, keduanya hanya mengangguk paham.
"Satu lagi, jangan lupa di foto, ya. Kan, saya enggak lihat langsung pasiennya jadi kalian buat dokumentasi, minta izin pada pasien terlebih dahulu."
Maruna yang tampak melamun, entah apa yang sedang ia pikirkan, terlonjak saat satu suara lembut memecah diamnya. "Maruna, penyebab gatal apa saja? Kalian wajib buat minimal tiga buah diagnosa," kata Dokter Ajeng menatapnya manis namun tajam.
"Kudis-" ucapnya pelan.
Semesta bergeming, memandang vas bunga, tidak berniat membantu temannya yang kini sibuk mencolek-colek lengan bagian bawahnya.
"Hm, boleh. Apa lagi?"
"Panu dan-" Maruna terhenti, menelan pelan ludahnya. "Jarang mandi," tambahnya pelan, ia menutup matanya rapat kala itu.
Dokter Ajeng yang mendengar tuturan Maruna menghela napasnya galak, mengacungkan satu pulpen ke arah laki-laki yang berasal dari Timur itu. "Saya suruh kamu pulang kampung, ya, kalau sampai enggak bisa kasih diagnosis pasien!" ujarnya galak dengan ekspresi gemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Gone [Re-Publish]
General Fiction[MEDICAL CONTENT] Terbit di Penerbit Ikon MASIH BISA DIBACA Cerita ini tentang perjalanan Semesta dan Mentari semasa kuliah hingga mereka koas. "Aorta itu ICS II parasternal line dekstra, kalau pulmonal baru ICS II parasternal line sinistra. Jadi, i...