Bab 2

784 82 0
                                    


"Sayang jangan nakal ya nanti di sekolah."

"Iya Pah."

Seokjin sudah selesai merapikan pakaian Noah. Ia tersenyum puas sambil mengecup pipi gembil putranya.

"Nanti Paman Yoongi akan menjemputmu. Dan nanti Noah di tempat Paman Yoongi dulu ya. Sepertinya Papa harus ada urusan terlebih dahulu."

Noah hanya mengangguk paham. Papa nya yang seorang guru sekolah dasar cukup sibuk akhir-akhir ini. Seokjin tengah menyiapkan persiapan lomba bagi siswa-siswanya, sehingga membuat ia terlambat untuk pulang.

Seokjin mendudukan Noah di meja makan. Dengan cekatan ia menyiapkan roti berselai strawberry dan susu untuk Noah. 

"Dihabisin ya." ucap Seokjin. Ia juga menyiapkan bekal untuk Noah. 

"Pagi sayangnya Daddy." seru Ashton yang tengah berjalan mendekati meja makan sambil membenarkan kancing kemejanya.

"Daddy pwagi cekalih udha shiap?" ucap Noah yang masih sibuk mengunyah makannnya.

Ashton terkekeh gemas sambil duduk di samping putranya. "Habiskan dulu makanan yang di mulutmu, sayang. Baru berbicara." 

"Iya Daddy harus ke toko karena ada pesanan buanyak, ya Daddy." sela Seokjin sambil menaruh semangkuk sereal kepada suaminya.

"Iya sayang. Maaf juga, nanti Daddy harus lembur." ucapnya dengan wajah sedih.

"Yah.. Noah harus bermain dengan Paman Yoongi dan Paman Hoseok dulu dong." 

"Iya sayang. Hanya sebentar nanti Papa juga pulang sebelum malam. " ucap Seokjin. "Ohya aku harus menelpon Yoongi dulu." 

Seokjin menjauh menuju ke kamarnya untuk mengambil ponselnya. Ia akan menelpon tetangganya itu. Hingga nada deringnya digantikan oleh suara datar sahabatnya.

"Apa aku harus menjemput Noah?" ucap Yoongi yang sudah mengetahui jika Seokjin menelponnya pagi-pagi seperti ini pasti ia akan meminta tolong.

Seokjin terkekeh. "Maaf ya Yoong harus merepotkanmu dengan Hoseok. Aku juga menitipkan Noah sebentar. Sebelum malam aku sudah pulang."

"Iya tak apa Jin. Lagian juga rumahku sepi. Noah selalu membuat ramai rumahku."

"Makanya segera mengadopsi anak." jeda Seokjin. "Sepertiku."

Yoongi mendesah di sebrang sambungan telepon. Dia sudah sering mendengarkan Seokjin yang selalu memintanya untuk mengadopsi anak. Ya. Noah adalah anak adopsi Seokjin dan Ashton semenjak anak itu berusia 1 tahun. Dengan kata lain, sekarang Seokjin dan Ashton sudah menikah lebih dari 5 tahun.

"Aku dan Hoseok belum siap, Jin. Lagian kami sering berpergian."

Seokjin tersenyum. Ia sangat mengerti pekerjaan kedua sahabatnya sekaligus tetangga apartemennya. "Yasudah aku tutup ya Yoong."

Meski sesama orang Korea, Seokjin mengenal mereka saat ia berada di Amerika. Tepatnya setelah ia menikah dengan Ashton dan mulai tinggal di kawasan Greenwich. Yoongi dan Hoseok juga merupakan pasangan baru saat itu, namun mereka sudah lama tinggal di sana. Hanya saja pekerjaan mereka membuat mereka jarang tinggal di sana.

Sebuah tangan melingkar di pinggang Seokjin. Seokjin terkesiap. Ia juga merasakan hembusan nafas berada di celah lehernya membuat dia sedikit bergetar.

"Honey..."

"Kau sudah selesai sarapan?"

"Maaf aku nanti pulang terlambat."

Seokjin membalikkan badannya untuk bertemu pandang dengan lelakinya. Ia menangkupkan telapak tangannya pada wajah yang ditumbuhi janggut halus. Ibu jari Seokjin secara lembut mengelus pipi suaminya. 

"Tak apa, sayang. Jangan lupa untuk mengabariku eoh."

Mereka tersenyum. Ashton mendaratkan kecupan-kecupan kecil ke wajah suaminya. 

"Daddy... Papaa... Ayo berangkat! Noah sudah terlambat." teriak Noah dari luar kamar.


***

Seoul, 13 April 2010

Kecupan ringan didaratkan pada wajah manis yang kini tengah berada di bawahnya. Masih sambil tertawa, mereka saling menindih di bawah pohon rindang itu.

"Hei hentikan.." ucap si manis yang sudah kualahan dengan serangan si dominan di atasnya.

"Aku masih ingin cinta. Wajah kamu selalu ingin aku kecup setiap saat. Sesenti bagiannya tidak boleh ada yang tertinggal."

"Apa sih.. geli tau. Udah ah. Berat, Joon."

Lelaki bernama Namjoon itu tidak menggubris ucapan lelaki di bawahnya. Ia malah dengan sengajanya memberikan kecupan pada bibir pulm itu. Bahkan lumatan dan hisapan. Yang membuat lelaki di bawahnya melenguh pelan.

Seokjin memukul pelan bahu Namjoon. Menandakan dia kehabisan nafas. Bibirnya sudah membengkak akibat kelakuan si dominan. Namjoon yang melihatnya hanya tersenyum bangga.

"Ayo pulang Namjoon. Hari sudah gelap. Pasti Ibumu mencarimu."

Namjoon masih terdiam. Menatap Seokjin dengan pandangan sendu.

"Namjoon-ah.."

"Jinseok-ah.. aku tak ingin pulang. Aku ingin bersama denganmu. Selamanya."

Seokjin terdiam. Ia tersenyum. "Iya aku juga Namjoon."

Mereka masih saling menatap.

"Jinseok-ah. Ayo menikah" ucap Namjoon tiba-tiba.

Seokjin membulatkan matanya. Tapi ia sudah tak terkejut lagi seperti sebelumnya. Namjoon-nya sudah sering mengucapkan hal itu.

Seokjin membalasnya dengan senyuman. "Iya Joon. Tapi harus dengan ijin keluargamu."

Wajah Namjoon mengeras. Tanpa aba-aba ia menjauhkan dirinya dari Seokjin. Ia terduduk di rerumputan. Memandang hamparan luas danau di depannya. Menerawang tanpa fokus. Seokjin pun ikut terduduk di samping kekasihnya.

"Joon..."

Namjoon menatap tajam kekasihnya, "Persetan dengan ijin mereka Jinseok. Aku muak."

Seokjin membalas dengan tatapan sedihnya. "Tapi Namjoon..."

"Aku tidak bisa hidup tanpamu Jinseok. Aku tak peduli dengan keluargaku. Mereka hanya mementingkan keturunan keparat." sela Namjoon dengan emosi yang tak bisa ia tahan. Tampak sorot frustasi tercetak jelas di wajahnya.

"Kita kawin lari atau aku mati."


***


Thank you :*

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang