Bab 3

626 74 3
                                    


Seoul, 14 April 2019

Suara ketukan jari di atas meja mengisi ruang yang remang-remang itu. Lelaki yang duduk di atas meja itu menatap tajam sosok yang berjongkok dihapannya yang terlihat sudah tak berdaya.

"Jadi kau tak bisa membayar semua uangmu?" ucapnya dengan nada tajamnya.

Sosok yang diajak bicara dengan lemahnya mengangkat wajahnya yang sudah lebam. "M-maafkan saya Tuan Namjoon. M-Mohon b-berikan saya waktu lagi." ucapnya pilu.

Namjoon berdiri dari kursinya, berjalan menuju sosok yang tengah menatapnya penuh harap. Tanpa aba-aba, Namjoon menendang perut sosok itu. Hingga suara rintihan mulai terdengar lagi di ruangan itu.

"Brengsek.. aku sudah muak dengan janji tikus keparat seperti kau." ucapnya sambil mencengkram kerah sosok itu. Namjoon tersenyum kecut. "Sampaikan selamat tinggal kepada udara, Tuan Lee brengsek."

"T-tuan.. aku mohon j-jangan bunuh saya. A-a...."

Ddroorrrrrr....

Belum selesai sosok itu mengucapkan kalimatnya, suara tembakan terdengar menggaung disusul dengan suara gedebug badan yang terjatuh.  Tembakan itu tepat mengenai kepala. 

Namjoon berjalan memunggungi sosok yang sudah menjadi mayat itu. 

"Singkirkan tikus ini sekarang Jimin-ah."

"Oke Joon."

Jimin yang sedari tadi berdiri di sampingnya kini membawa mayat itu meninggalkan ruangan. Dibantu dengan beberapa orang yang juga sedari tadi memperhatikan adegan naas tersebut.

Namjoon menghela nafas kasar. Ia kembali ke belakang mejanya. Duduk dengan wajah ia dongakkan ke atas. Hingga sebuah suara dering telepon menginterupsinya.

"Pagi sekali kau menelponku eoh?" ucap Namjoon kepada sosok yang menelponnya.

"Joon, sepertinya kita berhasil."

Namjoon yang mendengarnya menyeringai. "Oke.. kita selesaikan dalam waktu dekat ini."

"Sudah tidak sabar sepertinya, Tuan Kim brengsek ini."

Namjoon terkekeh. "Sudah tak ada waktu menunggu lagi Taehyung-ah"

"Oke.. jadi aku akan tetap di New York lebih lama lagi?"

"Menurutmu? Kau tak bisa pulang sebelum menyelesiakan semuanya macan kecilku."

"Brengsek.." umpat sosok yang di sana.

"Aku akan ke sana dalam beberapa hari. Tenang aku akan membawa Jimin untukmu." ucap Namjoon sambil mematikan teleponnya.

Kemudian ia membuka sebuah aplikasi yang bertengger satu-satunya di HPnya. Sebuah aplikasi berlogo burung dan berwarna biru.

'Apa yang kau lakukan sekarang manis?'

Dan di tampilan aplikasi itu, hanya ada 1 username yang menghiasi timeline-nya.


Aku bahagia bersama suamiku

Di tengah diriku yang sulit mengingat siapa diriku sebenarnya, dialah yang selalu berada di sampingku saat masa terberatku di New York.

I love you, Hubby.

Mari kita buat kenangan bersama untuk selamanya. Barsama Noah, putra kita pastinya.


Barisan kata-kata itu menimbulkan senyum kecut di wajah tampan nan tegas Namjoon.

'Kau bahagia, eoh?'

Dengan keras, Namjoon membanting HPnya di lantai. Malang sekali nasibmu nak. Sudah kesekian HP malang yang menjadi korban lelaki itu.

"Tunggu aku, Jinseok-ah. Aku akan mengambilmu kembali."

"Milikku akan tetap menjadi milikku!"


***


Seoul, 14 April 2010

Suara deru hujan menghiasi malam di kota Seoul itu. Seorang lelaki jangkung berlari menerobos hujan menuju sebuah rumah kecil di Jalan Yoodong. Tanpa menggunakan pelindung hujan, ia tampak basah kuyup dengan nafas yang tersengal.

Hari sudah hampir tengah malam. Jalanan itu sepi. 

Lalaki itu mengetuk kuat rumah bercat hijau. Badannya sudah menggigil akibat terpaan hujan dan angin malam itu.

Hingga pintu itu terbuka oleh seorang dengan jaket kebesarannya.

"N-namjoon-ah apa yang kau lakukan?" ucap Seokjin terkejut. "Ayo masuklah. Kenapa basah kuyup seperti ini sih." lanjutnya dengan wajah khawatir.

"Jinseok-ah.. tidak ada waktu lagi..  kita harus pergi!" 

"A-apa-apaan Joon. Dalam kondisi saat ini? Tidak... Kau kedinginan Namjoon. Dan sekarang hujan lebat."

Namjoon mencengkram erat pergelangan tangan Seokjin.

"Jinseok, aku mohon. Ikut aku. Ayo kita pergi dari sini." ucap Namjoon frustasi. Bulir air hujan mengalir di wajah tampan itu. Tatapan yang sendu dan bibir yang menjadi ungu. Tak lupa badan yang gemetar menahan dinginnya air hujan serta sakit yang berasal dari hatinya.

Seokjin menatapnya dalam. Ia bingung dengan apa yang dihadapinya. "Baiklah.. tapi aku akan ambilkan kau pakaian ganti terlebih dahulu. Dan kita tidak pergi dengan tanpa pelindung kan? Masuklah dulu Joon-ah."

"Tidak perlu Jinseok. Aku sudah menyiapkan semuanya di mobil yang aku letakkan di dekat persimpangan jalan.  Jadi sekarang kita harus bergegas ke sana."

Namjoon kembali menarik lengan itu tak sabar. Seokjin pun mengalah. Mereka berlari menerobos hujan deras.

"Joon-ah aku belum bilang Jungkook." ucap Seokjin di sela deru hujan sambil berlari menyeimbangi kekasihnya. Tangannya yang kosong ia gunakan untuk melindungi wajahnya dari tamparan air hujan yang cukup menyakitkan.

"Kita bisa menghubunginya nanti. Yang terpenting kita harus sudah tiba di Gwangju sebelum matahari terbit."

Mereka terus berlari menuju tempat Namjoon memarkirkan mobilnya.

'Aku akan segera menikahimu Jinseok-ah' 


***


Thank you*

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang