Bab 4

638 70 5
                                    


Denville New York, 14 April 2019

Suasana rumah itu cukup sepi. Satu-satunya rumah besar bercat abu-abu yang terletak di Meadow Street Denville. Dan di sana, sebuah mobil hitam terparkir cantik di halamannya.

Namun berbeda dengan suasana di dalam rumah itu. Beberapa orang berkumpul di sana. Sesosok bertubuh kekar dan tegap berwajah Amerika duduk di tengah ruangan yang tidak besar itu. Dikelilingi dengan orang-orang berseragam hitam. Beberapa di antaranya berwajah asia dan hanya bisa dihitung jari yang berwajah sama dengan lelaki yang di tengah.

Dan salah satu orang Asia itu, tengah berdiri bersandar pada meja dengan tangan ia silangkan depan dadanya. Kim Taehyung.

"Kau sudah tidak bisa melakukan apapun Tuan." ucap Taehyung. "Utang judimu sudah tak sanggup kau bayar."

"T-tapi aku masih memiliki tokoku . Kalian bisa mengambilnya." 

"Toko dan apartemen mu pun tak sanggup membayar semua hutangmu." Taehyung berjalan ke arah belakang pria itu. Meletakkan tangannya ke sandaran kursinya. Badannya ia tundukkan sejajar dengan telinga pria itu. 

"Ada satu hal yang bisa membayar semua itu." jeda Taehyung. "Serahkan suami manis mu itu kepada kita."

Deg

Wajah Ashton seketika mengeras. Dia langsung berbalik untuk menatap tajam Taehyung. "Jangan sekali-kali kalian berani menyentuh milikku." ancamnya.

Taehyung terkekeh. Dia kembali berjalan ke arah mejanya. "Yakin dia itu milikmu? Bukannya lelaki manismu itu terpaksa menikahimu karena dia hilang ingatan." ucap Taehyung.

Ashton kembali terkejut kesekian kalinya. Ternyata mafia ini sudah sangat mengetahui kehidupannya. Termasuk tentang suaminya yang ia berusaha sembunyikan selama bertahun-tahun. 

Ya. Hanya ia dan keluarga Seokjin yang mengetahui bahwa Seokjin mengalami hilang ingatan setelah malam itu. Malam yang naas bagi Seokjin.

"Terkejut kami mengetahui rahasia terbesarmu?" sela Taehyung. "Jika kau berurusan dengan kami, apapun tak bisa kau sembunyikan, termasuk ukuran penismu."

Ashton masih bergeming. Dia takut. Sangat. Dia benar-benar tak terpikirkan bisa terlibat jauh dengan mafia ini. Menyesal. Sangat. Dia harus terlibat dalam perjudian yang tanpa dapat ia kendalikan bisa membawanya ke jurang kehancuran.

Taehyung kembali berjalan mendekat. Mensejajarkan wajahnya dengan wajah Ashton. "Kau masih memiliki keluarga kan yang tinggal di Kanada?"

Deg ucapan Taehyung yang satu ini semakin mencengkram jantung Ashton. Tidak. Jangan.

"Pilih keluargamu yang mati atau serahkan lelaki manis mu ke kita?"

"T-tapi kenapa harus Seokjin yang kalian inginkan? Bunuh saja aku."

Taehyung terkekeh. "Nyawamu tak sebanding dengan uang yang kau hamburkan itu Tuan." jedanya. "Dan kau harus tau, bos besarku sangat menginginkan pria manismu. Mengerti?"

Ashton terkesiap.

"Jika kau berpikir kami akan menyiksanya, Kau salah besar Tuan. Justru kami akan memperlakukannya dengan sangat baik." 

"Dan kau juga harus tahu hal yang terpenting." ucap Taehyung dengan wajah kerasnya. Ia menatap tajam ke manik mata Ashton. "Kau sudah mengambil apa yang seharusnya Namjoon miliki."


***


Seoul, 14 April 2010


"Tuan Muda Namjoon pergi ke jalan Yoodong, Tuan." ucap salah seorang melalui sambungan telepon.

"Sudah kutebak pasti dia ke rumah Seokjin."

"Jadi apa yang harus saya lakukan?"

Pria paruh baya itu sedang menimbang. "Lakukan saja rencana kita. Hanya itu yang membuat mereka berpisah. Jangan sampai kau bunuh anakku. Atau aku yang akan membunuhmu."

"B-baik Tuan. Akan saya pastikan putra Anda selamat." jedanya. "T-tapi bagaimana dengan Seokjin?"

"Terserah. Buat dia separah mungkin. Lebih bagus lagi dia mati."

"B-baik Tuan."

Tutttt...

Sambungan itu terputus. Tuan Kim, lelaki paruh baya itu, menerawang hujan deras yang menyelimuti kota dari balik jendela ruangannya yang berada di gedung tinggi miliknya.

"Maafkan aku Namjoon. Aku tak ingin kau berhubungan lagi dengan kekasihmu itu. Aku harus melakukan ini agar kau sadar kau tak pantas bersanding dengannya."


---


Mobil Namjoon berjalan menerobos hujan yang masih dengan derasnya menyelimuti kota Seoul. Di dalam mobil itu, Namjoon tengah fokus mengendarai mobilnya. Di sampingnya, Seokjin duduk dengan wajah yang sedikit khawatir.

"Namjoon, apa semua yang kita lakukan ini benar?" ucap Seokjin menghilangkan keheningan.

"Percayakan semuanya padaku Jinseok." jawab Namjoon sambil melirik ke arah kekasihnya. "Sebentar lagi kita akan resmi bersama."

Seokjin ragu. Ia tampak takut dan khawatir. Perasaannya tidak tenang. Dia takut harus menentang keluarga Namjoon. Dia takut jika terjadi apa-apa dengan dirinya dan Namjoon. Tapi ia sudah menyerahkan semua keputusan kepada Namjoon kekasihnya.

Namjoon ingin mengajaknya kawin lari.

Ya.

Mereka berencana setelah mata hari terbit nanti, mereka akan melangsungkan janji suci pernikahan di Busan. Tentu tanpa kehadiran keluarga.

Namjoon yang tidak mendapatkan reaksi dari orang di sampingnya pun melirik ke arahnya. Dia mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Seokjin. Mengelus lembut. Ia memberikan kekuatan dan keyakinan kepada Seokjin.

"Jangan khawatir sayang. Semua akan baik-baik saja. Aku sangat mencintaimu, Jinseok-ah." 

Seokjin tersenyum. Membalas genggaman tangan itu. "Aku juga sangat mencintaimu Namjoon-ah."


Mereka tidak tahu jika sesuatu akan terjadi kepada mereka. 

Mereka tidak tahu jika pernikahan itu tidak akan terjadi

Mereka tidak tahu jika malam itu adalah malam terakhir mereka bersama


Sebuah mobil melaju dari arah berlawanan. Dengan kecepatan yang tinggi. Hingga pengemudi dalam mobil itu membantingkan sopir ke arah mobil Namjoon.

Kecelakaan itu tak dapat dihindarkan. Suara pertemuan dua mobil menggema di malam yang sepi dan hujan itu. 

Mobil itu menghantam bagian samping dimana Seokjin berada. Dan seketika semuanya gelap bagi Seokjin. Namjoon yang masih dalam keadaan sadar mencoba menahan sakitnya. Ia tak bisa bergerak. Kakinya sedikit terjepit. Ia melihat ke arah Seokjin yang sudah terkulai lemas dengan darah mengalir di wajahnya.

"Jinseok-ah.." suara parau Namjoon diiringi dengan tangannya yang berusaha menggapai Seokjin.

"Jinseok-ah bangun.." ucapnya. Namjoon yang melihat Seokjin tak berdaya dengan darah yang mengalir deras. Namjoon menitihkan air mata. 

"Jinseok-ah bertahanlah..." 

Dan saat itu juga semuanya gelap bagi Namjoon. Hingga sebuah sirine ambulans mendekat ke arah mereka.


***


Thank you:*

Mine.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang