34. MALAIKAT PELINDUNG

392 64 621
                                    

Senja tak selalu menunjukkan warna jingga.

Hujan pun tak selalu diiringi dengan panah kelodan.
Bintang pula tak selalu bersinar dengan terang.
Oleh karenanya cinta juga tak harus selalu diucapkan dengan kata.
Cinta bisa saja dibuktikan dengan perbuatan nyata, seperti meluangkan waktu bersama, memberi sentuhan hangat nan mesra dan juga bersedia menjadi pelindung di kala bahaya.

🍭🍭🍭

Ini adalah hari ketujuh Seiza berada di rumah rahasia Yugo dan seharusnya menjadi hari terakhir Seiza berada di sini. Namun, Yugo masih menahannya dengan alasan Julian masih sering berkeliaran di wilayah tempat kos Seiza.

Dengan dalih khawatir ditemukan Julian, akhirnya Seiza memilih memperpanjang waktu menginap di rumah yang terdapat kamar dengan warna favoritnya itu.

"Bi Asih? Ke mana aja, Bi? Aku kira Bibi berhenti kerja," sapa Seiza saat ia mencium aroma masakan dari dapur.

"Maaf, Neng. Kemarin bibi abis pulang kampung dulu. Anak pertama bibi abis melahirkan," sahut Bi Asih.

"Wah, pasti lucu, deh, ada anak bayi."

"Iya, Neng. Jadi ramai rumahnya." Bi Asih menaruh telur mata sapi ke piring yang sudah disediakan lalu berkata kembali, "Oh iya, Neng. Bibi teh lupa mau ngomong sama Neng Seiza, cuma waktu itu keburu pulang, terus baru sekarang ketemu lagi."

"Ngomong apa, Bi?" Seiza ikut membantu menyiapkan menu sarapan nasi goreng dan telur mata sapi itu.

"Bibi teh mau ngomong kalau Neng Seiza itu mirip banget sama―"

"Assalamu'alaikum." Dari arah depan datang Yugo yang sudah berpakaian rapi, kemeja berwarna navy dipadukan dengan celana jeans hitam dan sepatu sneakers senada dengan kemejanya.

"Wa'alaikumssalam."

"Lagi pada ngomongin apa, nih?" tanya Yugo yang sekarang memasuki dapur.

"Eh, Yugo udah datang. Ini ... tadi bi Asih bilang kalau―"

"Ini Den Yugo, tadi lagi ngomongin menu masakan. Ya, kan, Neng Seiza?" Bi Asih justru memotong ucapan Seiza dan sekarang seolah meminta persetujuan agar hal tadi tidak jadi dibahas.

"I-iya, tadi kita lagi bahas menu sarapan." Entah mengapa Seiza jadi merasa canggung karena mengikuti ke mana arah pembicaraan bi Asih.

"Udah siap, yah, sarapannya?" Yugo menarik salah satu kursi.

"Iya, nih, udah siap. Kamu tumben pagi banget jemputnya. Aku, kan, ada kelasnya jam sepuluh." Seiza duduk di kursi seberang Yugo dan melihat sejenak ke arah jam dinding yang menggantung menunjukkan masih pukul 8 pagi.

"Iya, gue tadi abis ada perlu dulu jadi sekalian aja gue jemput."

Keperluan yang dimaksud oleh Yugo adalah karena ia harus menemui Almer, yang mengatakan sudah mendapat info terbaru. Almer mengatakan bahwa wanita yang sedang mereka selidiki itu ternyata berkuliah di kampus yang sama dengan Yugo.

Hal tersebut otomatis membuat Yugo terkejut dan menyuruh Almer segera mencari tahu lebih lanjut.

Selesai sarapan Seiza berniat menyiapkan keperluan kuliahnya, tapi seketika ponsel Seiza berdering membuat Seiza sejenak menghentikan aktivitasnya.

"Halo, Kak Seiza?" ucap Delia parau dari seberang sana.

"Delia? Ada apa? Tumben―"

"Tolongin aku, Kak!"

SUGARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang