Bidadari

18 4 2
                                    

Gadis dengan setelan putih itu berjalan tergesa-gesa, ia memasuki aula yang sangat besar untuk ukuran sekolah SMA. Terlihat ia sedang menelpon seseorang.

"Iya, Pak. Bisa dikirim sekarang?."

"..."

"Terima kasih, Pak."

Seperti gadis itu terlihat sangat repot. Ia sekarang sedang menjadi panitia yang mengurusi istighosah untuk kelas 12, di SMA tempatnya bersekolah dulu. Jabatannya sebagai wakil ketua panitia ini bagitu menguras tenaga dan emosinya.

Banyak anggotanya yang hanya menumpang tenar untuk menjadi panitia. Ya kalian tau kan pasti ada semacam itu? Mereka tidak banyak bekerja, tapi kerjaannya hanya foto-foto untuk dipamerkan ke sosial media. Belum lagi kendala-kendala yang tak terduga, misalnya pihak catering yang dipesannya sejak awal tiba-tiba hanya bisa mengirim separuh pesanan, tentu saja Sofia sangat bingung dan kelabakan.

Sofia sendiri orang yang suka turun langsung untuk mengerjakan sesuatu. Dengan jabatannya sebagai wakil ketua ia tak ingin hanya sekedar memerintah, tapi ia juga ingin terjun langsung ke lapangan.

Acara seperti istighosah memang rutin dilakukan sebelum para siswa kelas 12 menjalani serangkaian tes yang akan menentukan nasib mereka kedepannya. Acara ini pun selalu digelar besar-besaran dengan mengundang pengisi acara yang cukup terkenal.

Setelah menutup telepon, ia melihat sekeliling. Ia tadi mendapat laporan dari salah satu temannya, bahwa kipas angin di ruangan ini kurang.

Iya, seharusnya tempat seluas ini mempunyai beberapa AC, namun nyatanya tidak. Entah kenapa sekolahnya tidak mempertimbangkan hal itu.

"Gamal!." Serunya agak berteriak, karena orangnya yang dipanggil berada berjarak cukup jauh darinya.

Cowok tampan yang dipanggilnya menoleh. Ia menunjuk wajahnya sendiri, seolah berkata 'Aku?'

"Iya, sini. Gue boleh minta tolong nggak?." Tanyanya agak ragu, mungkin merasa tak enak.

Cowok itu berjalan mendekat ke arah Sofia, dengan senyum manis yang ia tunjukkan.

"Ya boleh lah, ngapain pake tanya." Entengnya.

"Lo nggak lagi ngerjain apa apa kan?." Sofia masih merasa tak enak.

"Nggak. Buruan gue bisa bantu apa buat lo?."

"Tolong lo cariin kipas angin satu ya, mungkin lo bisa pinjem ke salah satu ekskul. Soalnya tadi gue udah pinjem ke OSIS, dan masih kurang. Ntar lo taruh di bagian pojok kiri belakang ya, soalnya bagian sana nggak kena. Bisa kan? Soalnya gue mau jemput orang yang nganterin catering." Terangnya.

"Iya, gue selalu bisa kalo buat lo." Gamal mencoba memegang tangan Sofia, namun gadis itu menepisnya.

Ia sudah tidak kaget dengan kelakuan Gamal, maka dari itu ia sempat ragu meminta bantuan padanya. Tapi apa boleh buat? Yang lain pun sedang sibuk.

"Ya udah gue ke depan dulu, thanks ya." Pamitnya meninggalkan Gamal dengan muka masam.

Gamal adalah teman SMA sekaligus mantan kekasih Sofia. Sofia pernah pacaran? Tentu saja. Dia dua kali berpacaran, dan yang terakhir adalah Gamal. Ia memutuskan Gamal di pertengahan kelas 11, setelah sadar bahwa agamanya benar-benar melarang untuk berpacaran. Namun Gamal masih tidak terima dengan alasan itu, selama satu tahun lebih dia masih mengejar Sofia. Parahnya ia selalu mencoba menyentuh Sofia, tentu saja Sofia sangat tidak nyaman dengan itu.

***

Disisi lain, sudah terhitung 30 menit Ananta duduk di kursi aula SMA-nya. Entah mengapa dia bisa datang sepagi itu untuk acara istighosah ini, padahal berangkat sekolah saja langganan telat.

Untuk SofiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang