Subhanallah Bidadari

10 3 0
                                    


Seorang gadis dengan dengan gamis army dan pashmina berwarna senada yang dibuat menutupi dada itu menjauh dari kerumunan. Ia terlihat menghubungi seseorang

"Masih lama nggak, Din?."

"Kayaknya iya deh, Sof. Gue ribet banget nih. Besok kan presentasi, mana referensi gue belum lengkap lagi."

"Terus gimana dong? Kan kita udah janji sama Bu Inggrit jam 9 tepat."

"Yah, gimana? Lo berangkat dulu gih?."

"Terus elo?."

"Ya gue nanti lah, kalo ini udah kelar."
"Ya udah buruan berangkat!."

"Okey gue berangkat dulu. Lo hati-hati ya!."

"Harusnya gue yang bilang hati-hati sama lo. Hati-hati ya seyeng!"

"Jijik gue, Din."
"Udah ah gue berangkat, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Pukul 08.15, perjalanan yang cukup dari kampusnya menuju ke SMA tempatnya sekolah dulu. Ia baru saja meminta brosur pendaftaran di universitasnya dari ruang sekretariatan BEM.

Ia akan mendaftarkan universitasnya agar ikut sosialisasi di SMA minggu depan. Itulah mengapa ia ada janji dengan Bu Inggrit, guru BK kelas 12. Sosialisasi untuk anak kelas 12 untuk persiapan menempuh perkuliahan ini juga rutin digelar di SMA-nya. Biasanya memang digelar setelah pengumuman SNMPTN, agar para siswa yang gagal dalam seleksi itu tetap mempunyai semangat untuk melanjutkan pendidikannya.

***

"Saya nggak sengaja, Pak." Bela seorang siswa yang sedang duduk di kursi tamu ruang BK.

"Sudah berkali-kali kau mengatakan itu. Sekali lagi kau mengatakannya kau akan mendapat satu piring cantik melayang di muka kau itu." Geram seorang guru dengan kumis tebal di wajahnya dan logat khasnya itu.

"Wow, cewek cantik mau, Pak." Sambar Ananta.

Setelah kejadian tendangan mautnya yang mengenai jidat Bu Indri, guru terkiller di sekolah, kini nasibnya berakhir dengan masuk di ruang BK.

"Kau tak lihat Bu Inggrit lagi sibuk ngurusin berkas-berkas kau dan teman-teman kau buat ikut seleksi di perguruan tinggi itu!." Pak Bono semakin geram dengan ulah remaja di depannya ini. Saat guru BK kelas 12 tengah sibuk menangani beberapa siswa yang ingin mendaftarkan kuliah, Ananta malah bisa-bisanya berbuat masalah. Membuat guru berkumis tebal itu yang harus turun tangan.

Ia selalu guru BK kelas 11 sudah sangat hapal dengan bagaimana ulah Ananta yang sangat sering berulah dulu.

"Iya ini lagi lihat kok, Pak." Santai Ananta. Santuy sekali ya bung!

"Kau harus minta maaf dengan Bu Indri!." Putus Pak Bono setelah bingung bagaimana lagi menghadapi siswa macam Ananta.

Ia pernah menghukum Ananta untuk berdiri di tengah lapangan, tapi itu malah jadi ajang bagi Ananta untuk tebar pesona, apalagi para siswi yang justru teriak kegirangan melihat siswa bandel itu yang berkeringat di tengah lapangan.

Ia juga pernah menghukumnya membersihkan toilet, tapi justru membuat para siswi perempuan yang melihatnya berteriak, karena ulah isengnya yang ingin mengintip para siswi yang masuk ke toilet.

Apalagi? Memberinya tugas? Pasti ia akan minta orang lain yang mengerjakan. Di skors? Ia malah kegirangan. Memanggil orang tua? Tentu saja orang tuanya akan datang dengan sukarela. Tapi kembali lagi, orang tuanya pasti akan memohon agar para guru tetap mau membimbing Ananta. Seperti kejadian tawuran setahun lalu, yang menyebabkan siswa SMA sebelah sekarat di rumah sakit karena ulahnya. Hukuman yang harusnya lebih berat diberikan padanya hanya berakhir di skors tiga hari, yang tak membuatnya kapok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Untuk SofiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang