Dasar Anak SMA!

12 3 0
                                    

'Lo mau nggak jadi pacar gue?'

Matanya terbelalak membaca sebuah note dalam kertas pink itu.

Ia tercengang, apa ini semacam kalimat seorang lelaki yang sedang menembak wanita idamannya? Lalu apa maksudnya? Dari siapa pesan ini? Apa mungkin anak SMA yang menabraknya tadi sengaja merencanakan semuanya? Tapi mereka kan saling belum kenal. Apalagi cara ini alay sekali baginya.

Dasar anak SMA!, batinnya.

Ia sudah pernah jadi anak SMA, anak di usia yang labil-labilnya dengan romantisme percintaan yang alay. Ia sudah merasakannya.

"Lo kenapa kok bengong gitu?." Tegur seseorang membuyarkan lamunannya.

"Eh nggak, acaranya udah mulai?."

"Tuh lihat!." Adinda mengarahkan dagunya kearah panggung, dimana terdapat Arin selaku pembawa acara sedang membacakan susunan acara.

Sofia hanya nyengir kuda, "Ya udah yuk ke belakang." Ajaknya menggandeng sahabatnya.

Sementara lelaki yang ditabraknya sedari tadi tidak fokus pada acara, matanya terus bergerak mengamati seisi ruangan. Ia sedang mencari seseorang, siapa lagi kalau bukan Sofia.

"Kok gue nggak pernah lihat cewek tadi ya, padahal gue udah tiga tahun sekolah disini." Gumamnya.

"Kalo dia datang ke acara ini berarti kan dia anak kelas 12, tapi kok gue asing banget ya sama wajahnya." Sambungnya.

"Pasti dia anak IPA, gue harus cari tau."

Senyumnya mengembang. Ia terus bermonolog, sambil tak pernah absen mengamati setiap sudut ruangan

***

"Woii bro! Pagi-pagi ngalamin aja." Suara seseorang membuyarkan lamunan paginya.

Seperti biasa, geng rusuh SMA Cakrawala yang dihuni tiga cowok tampan itu memang suka nongkrong di parkiran sebelum masuk ke kelas.

Hanya saja pemandangan yang berbeda adalah Ananta, ia sedang duduk diatas motornya semenjak sepuluh menit yang lalu. Kejadian kemarin sepertinya membuat moodnya baik hingga berangkat sekolah sepagi ini.

Kebosanan menghampirinya ketika ia harus menunggu kedua temannya, Ardi dan Rio. Dari pada bosan mending memikirkan cewek yang ditabraknya kemarin kan? Hehe.

"Iya nih, serius banget." Timpal Ardi. Ardi itu pembawaannya lebih tenang, berbeda dengan Rio yang suka ribut dan rusuh. Meskipun terkadang kalo kumpul mereka sama rusuhnya. Tapi Ardi itu teman cerita yang paling baik.

"Gue lagi mikirin sesuatu." Jawab Ananta memasang raut wajah berpikir.

"Anjir baru kali ini gue lihat lo mikir." Celetuk Nino.

"Sialan lo."
"Ntar istirahat lo berdua temenin gue ya." Sambungnya.

"Ngapain? Kalo ngintipin si Nina lagi ogah dah gue." Sambar Ardi.

Nina itu teman seangkatan mereka,anak yang selalu menjadi korban pembullyan karena memiliki sifat pendiam dan dijuluki kutu buku di SMA Cakrawala. Heran, padahal dia anak IPS, mengapa rajinnya melebihi anak IPA yang notabene mendapat julukan anak paling rajin dan pintar di sekolah.

Sebenernya tidak ada niatan bagi mereka untuk mengintip Nina yang sedang ditoilet. Mereka hanya penasaran dengan suara tangisan di toilet perempuan, yang ternyata suara Nina. Namun, kegiatan mereka menyelidiki suara tangisan di toilet perempuan ini terciduk oleh salah satu siswa. Sial, mereka bertiga masuk BK.

"Yee sembarangan aja lo. Ini tuh sesuatu yang penting banget, pokoknya kalian harus mau." Tekannya.

Tiga cowok itu berjalan memasuki kelas yang berada tepat disamping ruang guru. Tak jarang para siswi melihatnya dengan tatapan memuja, atau bahkan terang-terangan memanggil nama mereka.

***

Jam pelajaran ketiga telah selesai, para siswa berhamburan keluar kelas.

"Lo makan nggak?." Tanya Ananta pada seseorang disampingnya.

"Nggak deh, An."

"Tumben. Kenapa?."

"Males aja."

"Oke deh, gue sama duluan."

"Lo bahkan secuek itu sama gue, An. Lo nggak pernah peduli sama perasaan gue." Gumam perempuan itu setelah Ananta berlalu.

Yasmin adalah perempuan yang beruntung karena bisa sedekat itu dengan Ananta, saat perempuan lain mengidam-idamkan hal itu. Ia duduk satu bangku dengan Ananta, sementara Ardi dan Rio juga duduk satu bangku di belakang mereka.

Yasmin, sahabat kecil Ananta. Keduanya berteman sejak umur delapan tahun. Sejak perusahaan ayah Ananta memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan ayahnya. Sebagai rekan bisnis, kedua keluarga itu sering mengadakan pertemuan. Tak hanya membahas soal bisnis, pertemuan juga mereka lakukan diluar bisnis. Entah itu sekedar makan siang bersama, merayakan hari-hari yang penting bersama, sampai liburan bersama.

Mungkin Ananta tidak menyadari, ada perasaan yang berbeda tumbuh di hati Yasmin. Menginjak dewasa, gadis itu merasa semakin nyaman dekat dengan Ananta. Salahkan kedua orangtuanya yang selalu menyekolahkannya di sekolah yang sama dengan Ananta. Dulu saat kelas 4 SD ia dipindahkan ke sekolah yang sama dengan Ananta. Yasmin kecil adalah seorang anak yang susah dekat dengan anak-anak lain, ia tak banyak teman di sekolah lamanya. Orang tuanya sangat senang dengan adanya Ananta dengan sifat cerewet dan lucunya yang bisa dekat dengan putri tunggalnya. Semenjak itu, mereka memutuskan untuk membuat Yasmin selalu dekat dengan Ananta.

***

"Kita mau kemana sih, An?." Tanya Ardi yang merasa bingung dengan temannya itu.

Pasalnya ini bukan jalan menuju kantin, parkiran, maupun rooftop. Padahal tujuan mereka biasanya tidak jauh-jauh dari tiga tempat itu.

"Udah, ikutin gue aja. Gak usah bacot."

"Idih ikitin giwi iji gik isih bicit." Tiru Rio menye-menye.
"Lo pikir kita jongos lo apa?." Sambungnya.

"Udah, ntar sampe sana gue traktir semua. Apa lo mau gue kasih?."

"Seriusan lo? Tumben nggak pelit." Ejek Rio.

"Lo pikir yang nombokin uang lo tiap makan di kantin siapa, ha?."

"Iya, elo. Tapi kan lo ungkit ungkit terus!."

Mereka terus berdebat sepanjang jalan, ditambah Ardi yang semakin memperkeruh suasana dengan mengadu domba keduanya. Sampai langkah mereka terhenti setelah melewati tangga, mereka telah sampai di lantai dua.

"An, kok kita kesini sih?." Baik Ardi.

"Gila lo! Ngapain kita kesini?." Rio pun turut protes.

Semua mata memandang ke arah mereka. Seseorang yang terlihat asing. Sedang apa mereka disini?

Ananta tersenyum lebar, ia sudah sampai ke tempat tujuannya. Tidak sabar rasanya segera mewujudkan keinginannya.

"Udah kalian ikuti gue aja." Ucapnya tenang. Ingat! Sangat tenang. Lain dengan kedua temannya yang menunjukkan wajah canggungnya.









Kira-kira Ananta ngajak mereka kemana ya? Kok kayaknya panik banget gitu wkwk.

Vote dan komen biar aku semangat nulisnya

Untuk SofiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang