Cantik

12.7K 318 5
                                    

Namaku Ayu Cantika. Orang-orang biasa memanggilku Ayu. Umurku baru berumur 20 tahun, Aku adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kedua saudaraku berjenis kelamin laki-laki.

Kakakku yang paling sulung bernama Regan Prakasa, umurnya baru 29 tahun dan belum menikah. Bekerja sebagai dokter spesialis jantung di rumah sakit terkenal di Jakarta.

Sementara Kakakku yang kedua namanya Devan, usianya lebih tua 5 tahun dariku dan bekerja menjadi CEO di perusahaan Papa.

Dan aku masih kuliah di universitas Swasta terkenal di Jakarta. Aku mengambil jurusan tata boga dan baru semester 4. Aku memiliki seorang teman yang paling cerewet, namanya Dita. Dialah satu-satunya teman yang paling tulus denganku karena teman-teman yang lain tidak mau berteman denganku karena fisik yang aku miliki.

Namaku memang cantik, tapi fisikku tak secantik namaku. Entah apa yang menjadi motivasi Papa dan Mamaku memberi nama itu. Mungkin aku keberatan nama sehingga tidak sesuai dengan kenyataan yang aku alami saat ini. Aku memiliki bobot 85 kg dengan tinggi 159 cm. Sangat tidak ideal dan tidak sesuai dengan kriteria cowok-cowok diluar sana yang sangat mengagungkan bentuk tubuh cewek yang bak body biola spanyol.

Apalah dayaku yang memiliki tumpukan lemak dimana-mana. Tapi tak masalah, karena saat ini aku tidak berpikiran untuk memiliki hubungan spesial dengan kaum yang terkenal suka mengobrak-abrik hati wanita.

Karena saat ini aku sedang fokus ingin menggapai cita-citaku, yaitu menjadi chef terkenal dan menaikkan bobot berat badanku lagi sampai 100kg.

Ayo simak ceritaku, semoga saja berjalan sesuai dengan rencanaku

***

Jakarta, 02 Maret 2020

7.30 WIB

Aku berlari terburu-buru di koridor kampus menuju kelasku yang terletak di lantai 4. Aku sudah terlambat 10 menit.

Ini semua karena Mas Devan yang tidak mau menebengiku ke kampus, alasannya ingin menjemput gebetannya. Padahal dari kemarin aku sudah lebih dulu memesan jasanya untuk mengantarku ke kampus dan ia mengiyakan, tiba-tiba keesokan harinya saat jam dinding menunjukkan pukul 07.00 WIB secara mendadak dia membatalkan niatnya untuk mengantarku dan malah menyuruhku naik angkot saja.

Untung saja angkot cepat ku dapatkan walaupun harus membayar double karena tubuhku yang katanya double. Tapi tetap saja aku telat sampai dikampus, dan menyebabkan aku berlarian seperti ini. Nafasku ngos-ngosan, aku lapar dan haus karena tadi hanya sarapan 1 piring nasi goreng. Ingin rasanya aku meminjam pintu kemana saja milik doraemon agar aku bisa berada di kantin dan memesan 2 porsi bakso dan 1 porsi ketoprak agar aku tidak lapar lagi.

Tapi aku harus masuk kelas, karena hari ini ada kuis. Jika aku tidak masuk maka nilaiku akan terancam punah.

Aku berhenti sebentar di anak tangga, dan mendudukkan pantatku dengan cantik lalu mengambil kipas tangan di dalam tas punggungku. Sial, panas sekali, aku semakin haus. Es teh sepertinya begitu menggiurkan. Perjalananku sedikit lagi karena aku berada di lantai 3.

Tak ingin membuang-buang waktu lebih banyak lagi, aku segera menaiki anak tangga dan berlari sekuat tenaga karena kelasku berada paling ujung.

Sedikit lagi aku hampir sampai, semakin dekat tujuanku semakin lambat langkahku.

Tanganku bergetar saat menyetuh kenop pintu. Ku dorong pintu kelas itu secara perlahan, berharap Profesor Rahman sedang baik hati dan membiarkan ku masuk begitu saja tanpa adanya hukuman-hukuman yang akan menyulitkanku.

Krietttt.....Kriettt

Pintu terbuka lebar. Aku menganga  begitu lebar saat tidak menemukan satupun makhluk hidup di kelas ini. Bolak-balik aku menatap jam di tanganku. 07.40, benar. Seharusnya 20 menit yang lalu sudah terjadi sesi kuis. Tapi kenapa sepi, aku tidak salah hari kan?

OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang