26. Sekutu

44 5 0
                                    

Sarah Collis tersenyum skeptis. Ia membalikkan tubuh rampingnya menatap dua matahari yang bersinar di atas kota Roma. Jemari mungilnya menyentuh bingkai jendela super besar di istananya. Di rumah klan Dimitri. Ia bersama anteknya. Hanya Sarah yang mampu melihat cahaya di siang hari. Ia juga salah satu petarung klan Dimitri.

"Dimana dia?" Tanyanya kalem.

Jack Smith berlutut di depan Sarah. Ia membungkukkan badannya. Patuh.
"James." Jawabnya singkat.

"Kau bisa membawanya?" Tanyanya lagi.
Kali ini Sarah menatap tajam Jack Smith.

"Iya." Jawabnya tegas.
Jack Smith putra walikota Roma telah mengikuti klan Dimitri. Terakhir saat Bella dengan sengaja menghabisinya, Sarah menolongnya. Bukan karena iba tidak lebih karena Sarah akan menjadikannya alat. Pembunuh Bella. Menjadikannya duri di dalam klan Falcon. Sarah tidak menjadikannya bloody klannya. Ia membiarkan Jack tetap memiliki dua tanda merah di lehernya.

Senyum Sarah kembali merekah. Ia sangat licik dan licin. Hasratnya untuk membunuh Bella begitu dalam. Ia ingin menjadi ratu vampire di negeri Verona.

"Baik, pergilah. Ingatlah permohonanmu padaku Jack." Ucap Sarah begitu halus.

Jack mengangguk dengan segenap tenaganya, ia tidak akan lupa caranya berbalas budi. Ia akan menjadi pion Sarah. Ia menentukan nasibnya, mengikutinya untuk membalaskan dendam pribadinya. Jack terluka dalam, cinta tak terbalasnya sudah melampaui batas. Pembalasan ringan tidak adil pikirnya. Kali ini Bella akan melihatnya. Dia pikir aku tidak bisa membunuhnya perlahan. Pikir Jack.

"Bella?" Sarah kembali bertanya. Masih berdiri anggun menunggu jawaban Jack.

"Dia menuju kematian, abadi menjauhinya." Jelas Jack.

Sarah mendorong tubuh Jack ke belakang beberapa langkah. Ia memainkan jarinya mencekik leher Jack. Ia hampir kehabisan nafas bloodynya.

"Ng..ma-af- kan.. a.." belum menyelesaikan kalimatnya Sarah melepas cekikan-nya.

"Kau bodoh! Kau pikir Bella semudah itu? Dia sangat tangguh." Frustasi dengan jawaban konyol Jack.

"Maafkan aku nyonya." Suara Jack Bergetar. Sarah mengenal ketakutan ini.

Ia kembali tersenyum, menatap iba, mengangkat dagu Jack.

"Kau akan menjadi kuat. Kau akan membunuhnya tanpa suara. Kau akan memusnahkan klan Falcon. Ikuti perintahku."

Sarah menyuruh Jack keluar dari ruangannya. Hanya dengan jentikan jemari cantiknya.

Sarah mengenal Bella. Bella tidak akan lenyap hanya karena kehangatan menghampirinya. Meskipun ia mampu melawan mr. Odyse, ia tidak akan bisa melawan Vlad Vampire. Ini baru awal, Odyse adalah awal pertarungan tersembunyi antara klan Falcon dan klan Dimitri. Sarah benar - benar telah menyusun skenarionya. Ia berhasil memanipulasinya seolah pertarungan antara Bella dan Odyse murni penyebabnya adalah pernjanjian James dan Odyse. Eforia melanda Sarah. Semua telah saling terkait, semua sudah sesuai perkiraannya. Bella pun mudah untuk dipermainkan. Mereka semua telah masuk ke dalam permainan ini. Menarik. Pikirnya.

Tiba - tiba,

"Sarah-ku." Suara lelaki yang tak asing memeriahkan suasana hati Sarah. Ia bertepuk tangan meriah akan pencapaian yang telah diraih oleh Sarah. Permainan. Lelaki itu duduk di kursi tempat Sarah berdiri. Bau tubuh manusianya menggiurkan hasrat Sarah. Senyumnya membiusnya. Sarah tidak bisa menolaknya.

"Cantik, cerdas, dan kejam. Kau sempurna Sarah." Puji lelaki itu kemudian ia berdiri dan mengecup kening dingin Sarah.

"Aku sangat menginginkanmu." Bisiknya ke telinga Sarah.

Sarah hanya memperhatikan gerakannya. Detail sekali. Hingga bagian tercepatnya mampu ia prediksi. Sarah bergeser ke kiri, ia memalingkan wajah ayunya. Tersenyum manis.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Melihatmu, aku rindu." Senyumnya menggetarkan jiwa vampirenya.

"Jack menjemputnya, sudah tiba saatnya." Sarah menatapnya hangat, mendekatkan tubuhnya dan mencium bibirnya. Steffan Barbossa.

***

Lyra masih menunggu James, entah kenapa hatinya mulai terusik. Melihatnya lagi, itu keinginannya. Sudah lama. Menunggu. Apakah dia tidak ingat pulang? Apa dia tidak takut aku akan macam - macam di rumahnya? Vampire ini ceroboh! Umpatnya dalam hati. Asyik dengan coletahan hatinya. Lyra masih penasaran dengan sikap James. Tidak mungkin tidak ada alasan dia mau membantuku. Tidak mungkin. Dia pasti penasaran tentangku. Vampire ini membuatku gelisah. Katanya lagi dalam hati.

"Hei! Kau." Lyra memanggil pelayan di rumah James.
"Kemarilah." Mendadak suaranya melunak dengan senyum yang lama tidak pernah tergambar di wajahnya. Pelayan itu mendekat perlahan. Mereka semua manusia, bukan bloody. Lyra telah memeriksa leher mereka. Ia masih berpikir. Mengapa semua pelayan di rumah James manusia? Bukan bloody. Dari mana dia menadapatkannya? Masih teka - teki di kepala Lyra.

"Apa yang terjadi saat aku tidak sadarkan diri?" Tanyanya kalem.

Pelayan itu mundur, ia mulai gemetaran.

"Tenanglah aku tidak akan membunuhmu. Diapun juga, aku sudah bisa menilainya."

Pelayan itu masih bungkam, wajah tuanya tertunduk. Rambut putihnya berderet rapi ditarik ke dalam satu ikatan di atas kepalanya. Lelaki tua yang selama ini menjagaku. Di rumah vampir Falcon. James Falcon.

"Tenanglah, aku tidak akan melaporkanmu. James si bodoh itu." Sambil tertawa lepas.

"Maaf nona, jaga bicara anda." Kali ini kalimat yang keluar begitu tegas.

Lyra terperangah, ia tidak menyangka. Sedikit kata untuk menyakiti tuannya membuat respon sensitif.

"Oke, maaf. Baru kali ini aku melakukannya. Bicaralah pak tua." Ucapnya enteng.

Lelaki paruh baya itu menyerahkan bola kristal berukuran kepalan tangan. Bening dengan serangkaian memori di dalamnya. Lyra takjub melihatnya. Apa ini? Tanyanya. Seperti gambaran masa depan. Bukan, ini memorinya. Lyra berjalan cepat menuju kamar tamunya. Ia menutup rapat pintunya, menguncinya dari dalam.

Ia meletakkan bola kristal itu di meja. Bersiap melihat seksama apa saja yang telah terjadi. Ia terlalu lama berbaring. Perilaku cerobohnya membuat nyawanya terancam. Perjanjian berdarahnya dengan Sarah Collis bukan sembarangan. Ia akan kehilangan tiap tetes darahnya jika mengingkarinya. Sarah Collis telah membuatnya bergantung padanya.

Bella? James begitu mencintainya. Pantas dia sangat dingin, di matanya hanya ada dia. Menjijikkan. Ia menutup matanya sekali lalu melanjutkannya lagi. Dia terluka, tidak bergerak. Sudah sepantasnya dia menerima itu. Dia menjadi hangat? Apa aku harus membunuhnya juga? Tanyanya dalam hati. Melanjutkan lagi tontonannya. Arthur? Mereka sungguh memalukan. Apa baiknya mayat hidup seperti dia. Menyebalkan, tetap saja aku tidak bisa mengambil hati Arthur. Kebencian Lyra mulai kembali.

"Aku muak!" Membanting bola kristal itu ke lantai. Tidak pecah. Menggelinding bebas masuk ke bawah tempat tidur.

"Kau terlihat baik - baik saja. Pergilah." James tiba - tiba muncul. Lyra terkejut bukan main. Ia melirik ke bawah tempat tidurnya.

"Aku membiarkanmu. Aku sudah mengetahuinya." James menjelaskan dengan wajah tenang tanpa ada ekspresi khusus.

"Heh, kau! Apa maksudmu?" Bentak Lyra.

"Apa kau ingin merasakan kuku tajamku Barbossa?" Tanya James kejam.

"Keluar dari kamarku!" Suara Lyra meninggi. James melihat matanya. Menembus bathin Lyra. Kali ini tersenyum. Menghilang begitu saja.

"Vampire aneh! Beku! Aku sangat kesal denganmu!" Teriak Lyra.

James masih tersenyum. Pelayan tua itu menuangkan darah ke gelas James, sangat hati - hati.

"Biarkan dia." Masih tersenyum. Pelayan tua itu melihat senyuman James. Merindukan senyuman itu.

===nitakurnia===

Queen of Vampire ( Isabella) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang