38. Mediasi

19 2 0
                                    

Beberapa hari sebelumnya...

Isabella Red Mouthuis. Gumam Petra Imu dalam hatinya.

Isabella masih bermediasi dengan Petra Imu di lorong Labirin kota Cahaya. Suasana canggung yang lama dinantikan Bella.

Bergemuruh di dada, menyisakan sederet harapan. Bella masih mematung, bibirnya rapat, matanya menatap kosong. Namun, pikirannya kali ini berbeda, ia sangat menginginkannya, merasakan kehangatan hidup meskipun ia tahu bahwa dirinya hanyalah makhluk beku. Hatinya dingin namun merindukan kehangatan. Selama beberapa ratus terakhir hanya kehampaan, kedinginan yang menyelimutinya. Bella butuh rasa hangat meskipun hanya dalam angan. Setelah pertemuannya dengan Arthur, hati matinya meronta, meminta, menyeretnya menghampiri kehangatan. Entah apa yang telah menelannya. Seolah hamparan warna merah luas menghipnotisnya. Bella kerasukan bau darah manusia. Hingga detik ini, tepat di sini tempatnya berdiri bagai pohon, ia masih melambungkan khayal tingginya. Mencoba meraihnya meskipun masa yang akan datang telah ia ketahui. Naif. Masih menjaga pandangannya ke arah makhluk bloodyum, ia menuntut dirinya sendiri menyidik apa yang hatinya mau. Membaginya ke dalam perasaan hidup dan mati, utuh dan musnah, tercerai berai dan terkumpul. Layaknya koloni air yang menyatu, Bella tenggelam ke dalam pergulatan pikirannya.

Wajah - wajah mayat itu menggelantung malu menertawakan kegelisahan Bella. Memeras kenyamanan Bella sesaat. Putri Mouthuis, wajah gelisahmu sungguh nyata. Bisik mereka sayub. Wajah di dinding labirin milik Louis. Berdecak riuh memekakan telinga vampirnya. Bella menghardiknya. Memamerkan taring mungilnya dengan tatapan siap menghabisi jiwa melayangnya. Sekejab mereka membenamkan dirinya ke dalam semak belukar hijau. Beraninya mereka. Kesal Bella.

Petra Imu mengamati gerak gerik Bella. Membiarkannya frustasi. Menyelami makna tatapan Mouthuis yang kadang sulit dibaca indra ke enamnya. Petra Imu bersikeras diam. Masih menenangkan gejolak asanya yang kadang tak bersahabat dengan hatinya. Sesekali senyumnya tersirat, longlongan hati Bella berkecamuk. Bella merasa Petra Imu dengan sengaja menahannya. Akh dasar kau ini. Umpat Bella dalam hati. Sementara hanyut dengan lautan pemikirannya sendiri, Petra Imu bergeser ke kiri, maju tiga langkah mensejajarkan tubuhnya dengan Bella membentuk garis lurus vertikal. Mengunci suasana canggungnya makin intens. Bella melihatnya, menghadirkan pesonanya dengan cepat, membuang mantra pemikatnya diantara kumpulan bahasa tubuh yang sukar diurai dengan mata telanjang. Ini kah maumu? Tanya Bella dalam hati. Petra Imu tegap, bak patung abadi dan diam. Bella ingin sekali melenyapkannya, namun diurungkan niatnya kali ini. Tertawa kecil dalam hati, menganggapnya lelucon sadis yang tak pantas dibayangkannya untuk momen ini.

Bella mengamatinya seksama. Berusaha memahami maunya. Seorang bloodyum. Darah murni kaum bloodyum.

"Petra Imu." Perkenalannya.
"Isabella Red Mouthuis." Jawab Bella.

"Bagaimana kabar Vlad, Bella?" Tanya Petra Imu.
Bella tersenyum, "Bukan urusanku." Jawab Bella.
Petra Imu terbahak lembut, sangat rapi bahkan untuk tertawanya. Ia terkejut dengan jawaban yang Bella ungkapkan.
"Luar biasa Bella, kau memang Mouthuis." Kata Petra Imu.
"Begitulah." Timpal Bella.
"Tinggallah beberapa hari di negeri Lyla." Pinta Petra Imu.
Bella melebarkan mata cantiknya.
"Ada yang harus kau penuhi." Tambahnya lagi.
Bella masih terdiam.
"Tujuanku adalah kamu Bella." Ucapnya lagi
Bella masih mematung, semakin diam.
"Kamu adalah dia, terunik yang harus ku jamah dengan kehidupan abadi di dimensi kota Liz." Jelas Petra lagi.

Louis perlahan mendesis, ia kecewa dengan pernyataan dan syarat seorang bloodyum itu.
"Tenanglah Louis." Pinta Bella lembut.
Kentara wajah Louis tidak nyaman dengan permintaan Petra. Louis menganggapnya sebagai permainan kotor. Ada apa dengan kehidupan abadi di sana? Apa maunya ? Bella jangan. Pinta Louis.
Biarkan dia berkata apapun Louis, aku masih menunggunya. Kau tahu diriku kan? Tanya Bella balik.

Petra Imu tersenyum misterius. Bibir tipisnya terlihat sangat menawan. Tenang.

Lihatlah senyumnya Bella, kengerian dalam wajah tampannya. Sulit dipahami. Ungkap Louis.
Bella tertawa kecil sambil melihat Louis, ia mendekati sahabatnya. Menyentuh pundak kiri Louis, memastikan semuanya akan baik - baik saja.
"Bagaimana kau bisa seperti itu Bells." Tanya Louis lantang.
"Karena aku adalah Mouthuis." Jawab Bella sambil menatap kedua mata Louis.

Petra Imu menikmatinya. Bagai drama abadi.

"Black Dragon?" Tanyanya.
Bella masih fokus dengan tatapannya ke Louis. Ia mengangkat alis kirinya karena pertanyaan Petra yang menggelitik. Menyelami maksud dan tujuan Petra.

"Mati." Jawab Louis dengan remeh temeh.
Dengan segera Bella memasang perisainya hingga mencakup area dimana Louis berdiri. Bella memainkan matanya ke arah Louis. Ia mundur sepuluh langkah. Tiba - tiba ia merasakan dorongan kekuatan kuat muncul dari tubuh Petra Imu. Sumber kekuatan itu memaksanya membangun benteng pertahanan diri tak kasat mata.
Kau gila ingin menyakitinya. Ucap Bella dalam hati.
"Manusia yang memiliki darah manis sedikit pahit yang membunuhnya." Jelas Bella

Petra Imu menghentikan magicnya. Bella merasakan kenyamanan kembali.

"Kemarilah, sentuh tanganku." Pinta Bella.

Dengan cepat Petra Imu telah berada di depannya. Sentuhan tangan mereka menciptakan cahaya merah pucat. Mata Petra Imu terbelalak, ia sepertinya takjub, kemudian melihat ekspresi Bella.

"Dengan syarat itu. Datanglah tepat saat terbenamnya dua matahari di kota Roma. Di batas pertemuan garis laut dan matahari." Terang Petra Imu.

"Balasan apa yang akan kudapat, Petra?" Tanya Bella tegas.
Petra kembali menatap putri Mouthuis.
"Yang kau inginkan, apapun." Secepat itu Petra membalas kalimat tanya Isabella.

Bella menggangguk sambil memejamkan kedua mata cantiknya. Sungguh pesona yang sangat elegan, menawan, memanjakan setiap mata yang mengamatinya. Kecantikan abadi milik klan Falcon darah keluarga Mouthuis. Aset klan Falcon yang Vlad Vampire ciptakan sendiri dengan darahnya. Darah birunya yang berharga setelah ikatannya dengan La Tirta ibunda Petra Imu. Semua saling terkait, bahkan kali ini benang kusut itu akan segera lurus kembali sesuai dengan kemauan makhluk pemilik darah biru.

Petra Imu

Wajah cantiknya sesuai tulisan tugu kehidupan. Mouthuis. Isabella Red Mouthuis. Apakah dia memiliki tanda bintang merah di pundak kirinya?
Pertanyaan itu terus berkecamuk di pikiran Petra Imu.

Tiba - tiba,
Louis terkejut, Selena tiba - tiba muncul dan ingin menerkam Petra Imu. Namun, Louis menghalanginya. Auman Louis terdengar parau. Ia berduka.
Bella terbang sepersekian detik, dengan cepat memeluk tubuh binatang Selena, mengelusnya pelan, menjauhkannya dari Petra Imu. Ia berusaha menahan amarah Selena.
"Tenanglah." Bisik Bella lembut kepada Selena.
Tak butuh waktu lama, Selena telah berubah kembali ke wujud manusianya. Cantik. Puji Petra Imu diam - diam.
"Aku akan patuh padamu Bella." Ucap Selena.
Bella membalasnya dengan senyuman super manis. Memperlihatkan kasih sayangnya kepada Selena.

Disamping itu, Louis bergidik, Selena memperlihatkan kekuatannya. Menyuguhkan serangan khas bangsa bulu putih. Pergerakan yang memang semestinya dilakukan saat terjadi intimidasi dari lawan. Selena memang sigap, ia tidak pernah lengah sedikitpun.

Ada apa dengan serigala wanita ini? Dia ingin memakanku? Jangan bodoh. Berbicara sendiri dalam hatinya.

===nitakurnia===

Queen of Vampire ( Isabella) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang