25. Tersembunyi

42 5 0
                                    

"Masuklah." Ajak Selena.

Arthur terlihat duduk di sudut ruangan yang gelap. Tak bergerak. Tak berangan. Ia diam. James mendekatinya pelan, berjalan layaknya manusia. Mengendus lembut aroma tubuh menggiurkan yang dimiliki Arthur. Matanya awas, ditahannya hasrat memangsanya, dia hanya fokus ingin berbicara tentang maksud kedatangannya.
James telah selangkah lebih dekat. Tiba - tiba Arthur mengangkat kepalanya. Sambil tersenyum sinis menatap James. Ia lalu membuangnya ke kiri.

"Berhenti!" Tegasnya.

Arthur mengkomando James. Ia masih belum mengijinkannya lebih dekat lagi. Dengan segera James diam. Mematung, tak bersuara, hening. Selena melihat keduanya. Ia melambungkan angannya mengamati dua makhluk berbeda yang bergelut dengan cintanya.

"HAHAHA..."

Gelegar tawa Selena memecah keheningan, kali ini seperti mengintimidasi mereka. Selena lalu berjalan pelan mendekatinya.

"Kalian sungguh konyol." Ucap Selena sambil sedikit membungkukkan tubuh mungilnya.

James dengan cepat menahan indra penciuman vampirnya. Ia seperti mabuk saat Selena dengan sengaja menggodanya. Bau tubuh serigala putih tidak mengenakan, membuatnya hampir pingsan. Louis tidak berespon. Membiarkan Selena berbuat semaunya. James melirik ke arah Louis. Mengancamnya dengan tajam.

"Hentikan James, jangan kau ancam kakakku." Sambil menunjuk ke arah James.

"Kalian berdua? Ini tentang dia kan?" Selena melihat keduanya bergantian.

"Sulitkah untuk mengatakannya?" Tanya lagi.

"Kau! Arthur, manusia bodoh!" Umpat Selena dengan kedua tangan di pinggangnya.

"Kau juga James, petarung klan Falcon yang kikuk akan rasa cintanya." Remeh temehnya untuk James yang tengah menahan amarah akan sikap Selena.

"Bawa aku padanya." Ucap Arthur menatap tajam kedua mata merah James.

Louis menarik tangan kanan Selena kemudian keluar. Membiarkan dua lelaki kesukaan Bella berdiskusi sendiri tanpa campur tangan penduduk kota Cahaya.
Selena meronta namun Louis meyakinkannya.

"Kau harus menahannya." Ucap James sambil memegang tangan kanan Arthur dan menghilang secepat kilat.

Louis merasakannya, ia melepas pegangannya. Melihat asap hitam melesat cepat meninggalkan kota Cahaya.
Selena mengaduh,
"Aduh, kak keterlaluan. Cakarmu melukai kulit mulusku." Rintih Selena.
"Lain kali jaga ucapanmu di depan James." Ultimatum Louis kepada adiknya.
Selena mengangguk.

"Kali ini kau selamat, dia tidak mengusikmu karena Bella."
Selena pergi tanpa kata, wajah kesalnya tidak bisa disembunyikan.

Arthur mengalami halusinasi berat, pikirannya melayang, angannya tidak di tempatnya. Ia makin hilang arah, tak bisa kokoh akan pikirannya. Masih menata ruang sadarnya. Menahan nafas lalu membuangnya pelan, mengambil nafas lalu membuangnya lagi. Kedua tangannya gemetaran, rasa nyeri yang hebat merayapi seluruh otot manusianya. Ia memberanikan diri bangun dalam mimpinya dan mencoba membuka mata. Bukan main terkejutnya, ia melihat semburan cahaya berwarna warni menyelubungi tubuhnya. Warna - warna itu berkumpul menjadi satu, membentuk uraian asap pelangi lalu berubah menjadi keruh dan menghitam. Suaranya tercekat, ia tak bisa bicara. Tubuhnya seperti dikunci. Ototnya mengerang, begitu juga jiwa manusianya.

Arthur berada di bawah kendali James, ia mengunci tubuhnya dalam bentuk gumpalan asap abu dan membawanya terbang melesat untuk bertemu Bella. James sangat tau kesakitan yang di dera Arthur, ia tidak peduli. Ia hanya memikirkan Bella.

Suasana mencekam, sayup - sayup terdengar suara yang menaikkan bulu halus di tubuh Arthur. Kali ini tubuh manusianya kembali. Berdiri di samping James yang memang tidak bergerak, seperti patung. James hanya terdiam, gerakannya sangat lambat. Wajah garangnya berubah sendu. Matanya tak ia palingkan, melihatnya tak henti.

Arthur masih belum sadar sepenuhnya, ia mengikuti gerakan matanya untuk menyadari tubuhnya berada dimana. Ia mencium wangi tubuh Bella. Hidungnya sangat tajam akan aroma tubuh ini. Wewangian mawar. Bella. Ucapnya dalam hati. Aku ingin kembali normal. Kau! Aku akan menghajarmu James. Ucapnya lagi.

"Dia disini, aku pergi." Lalu James sudah tidak di dekatnya lagi.

Arthur menoleh ke tempat mata James melihat. Ia melihatnya untuk kesekian purnama. Melihat tubuh terbaring kaku tak bergerak, dengan kulit pucat hampir putih. Wajah ayu itu kembali menarik hasrat Arthur. Cantik namun mati. Arthur mencoba melangkah pelan, luka dalam dan luarnya belum sembuh total. Ia selalu bersikap konyol membahayakan dirinya. Bukan Arthur jika tidak seperti itu. Air mata Arthur menetes, mata kanannya basah. Ia mencoba menahan tangisnya. Ia tak ingin Bella merasakan kesedihannya. Diusapnya. Mendekatinya. Duduk perlahan di samping Bella. Menyentuh tangan kanan Bella. Kehangatan yang baru, seperti bukan Bella. Kedinginan itu pergi kemana? Tanyanya dalam hati. Hati kecil Arthur berteriak, wajahnya memerah, matanya sedih menatap kondisi Bella. Wajah cantik itu tidak ku kenal. Ucapnya lagi dalam hati. Terlalu bodoh atau berani Bells? Tanya dalam hati. Ia kemudian mengecup tangan Bella. Mengelus rambut gelapnya, mengusap sehelai rambut yang menutupi bibir Bella. Jari tangan Arthur gemetar saat menyentuhnya. Kehangatan yang tidak seharusnya untuk kaum abadi. Selena benar. Katanya dalam hati.

Arthur telah membuat keputusan, tanpa berpikir lagi ia melukai lehernya dengan kukunya dan mendekatkannya ke bibir Bella. Darah hangat itu mengalir bebas, masuk perlahan ke dalam pemangsa cantik, melumurinya hingga basah. Bibir Bella tidak menolaknya, perlahan mulai bergerak kemudian menancap sedemikian erat. Arthur mengerang pelan, ia menikmatinya. Tubuhnya menjadi ringan karena hisapan Bella benar - benar kuat.

"Kau! Bangunlah, apa yang sedang kau impikan? Bella tidak serendah itu." Jelas James. Kaku.

Arthur terhenyak, ia terbangun dari mimpi liarnya. Membuka matanya. Nafasnya cepat lalu perlahan normal. Arthur melihat sekelilingnya. Ia mencari - carinya, sosok wanita terbaring di ranjang, seperti mimpinya. Tidak ada siapapun selain dirinya dan James. Ruangan megah membentang di hadapannya. Ada memori mencuat keluar, ia mengingat sepenggal demi sepenggal kenangannya di tempatnya sekarang ini. Wajah Bella, wajah wanita yang menakutkan, wajah lelaki paruh baya yang elegan, wajah -wajah mereka silih berganti menggantung di kedua mata Arthur. Dejavu, seperti itulah rasa Arthur.

James berdiri membelakanginya, tak berkata. Diam. Arthur mencoba berdiri, ingin meraih pundak James. Meskipun itu tidak mungkin bisa, ia tak menyerah. Akhirnya, pundak es itu ia sentuh. Nyeri teramat menancap di seluruh telapak tangannya. Ia kesakitan dalam diam. Jurus yang sangat manjur melumpuhkan kekuatan tangan manusia. Makhluk abadi ini benar membuat frustasi. Mereka picik karena mereka berpikir mereka-lah yang terkuat. Aku tidak akan kalah denganmu James. Katanya dalam hati.

James tenang, ia tidak terprovokasi sentuhan Arthur. Diluar prediksi Arthur, James mampu menguasai amarahnya. Ia belajar menahannya, untuk cintanya. Untuk tidak menyakitinya. Kesukaan Bella. Itu adalah hadiah yang James berikan. Kompensasi.

"Kau akan aman disini." Sambil melempar cawan emas ke tangan Arthur.

Masih menata kesadarannya. Arthur menangkap dengan cekatan cawan yang dilempar James. Dasar beku! Umpatnya dalam hati. Sangat sopan kelakuan burukmu ini. Umpatnya lagi.

===nitakurnia===

Queen of Vampire ( Isabella) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang