Gentelman

146 27 19
                                    

Eiza ketahuan menyimpan rasa kepada Jihoon oleh Mingtu, meski bagi Eiza rasanya hanya sekadar rasa kagum. Belum ada rasa yang lebih kepada pria itu, dan berdasarkan nasihat Mingyu ia tidak boleh jatuh terlalu dalam atas pesona Jihoon. Pria itu sulit kata Mingyu.

Meski Eiza tidak benar-benar mendengarkan nasihat Mingyu--karena menurut Eiza perasaannya tidak lebih dari kagum--ia tetap memperingatkan diri.

Karena Mingyu juga suka menggodanya, kadang secara tidak sadar Eiza jadi lebih sering memperhatikan Jihoon. Ia tahu, ia memperhatikan pria itu hanya karena penasaran. Seperti hari ini, di kala libur, Jihoon tampak sibuk di kamarnya, kadang pria itu bolak-balik ke dapur hanya untuk mencari makan.

Kata anak-anak, Jihoon memang sedang sibuk meng-aransemen lagu. Pekerjaannya sebagai produser membuatnya tahu semua hal tentang musik dan Eiza tidak tahu apa-apa soal itu--jadi kemungkinan dekat dengan Jihoon ada 0 persen.

"Kamu ada cemilan, nggak?" Jihoon bertanya ketika Eiza sedang nongkrong di ruang makan.

Pria itu menggunakan kaos tanpa lengan berwarna putih dengan celana pendek selutut. Kalau Eiza tidak tahu berapa umur Jihoon, ia pasti akan mengira Jihoon adalah anak SMP kesasar.

"Ngg... ada, aku ada beberapa frozen Pao sama mozarella ball. Tapi harus dimasak dulu."

Wajah Jihoon tertekuk dan tanpa sadar Eiza menawarkan sesuatu. "Mau aku masakin?"

"Boleh?"

Eiza berpikir sekejap, ia juga bingung mengapa ia menawarkan hal itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur.

"Well, aku pikir, aku juga lapar."

"Good!" Jihoon berseru dengan semangat.

Dengan perlahan Eiza menuju pantry untuk mulai memasak setelah memastikan pekerjaannya di laptop tersimpan. Sedangkan Jihoon kembali ke atas. Eiza mengedikkan bahu, si Jihoon tidak ada ucapan terima kasih langsung saja melipir meninggalkannya yang akan memasak.

Mencoba ikhlas, Eiza menghibur hatinya. "Yang penting makan, yang penting makan." Bisiknya dalam hati.

"Ada yang bisa aku bantu?"

Saat Eiza baru ingin menggoreng dengan hati dipaksa ikhlas, suara Jihoon terdengar di dekatnya. Ya, Jihoon tepat berada di sampingnya. Menatap penggorengan dengan wajah penuh tanya.

"Hmm... boleh. Tolong siapin piring sama tisu kertas untuk mozarella-nya. Sama kalau bisa ambil panci kukusan dan isi air setengah aja." Kata Eiza setelah berpikir sekejap, ia menggaruk tengkuknya, melirik Jihoon yang bergerak dengan santai.

"Yang ini pancinya?" Jihoon bertanya, memperlihatkan panci yang hanya bisa dipakai untuk merebus.

Eiza menahan tawanya, ia menggeleng kemudian membuka lemari untuk mengambil panci serbaguna.

"Isiin air setengah aja, ya." Katanya kepada Jihoon yang mulutnya membentuk huruf 'o'. Setelah meletakkan kembali panci yang salah diambilnya, ia segera melakukan apa yang disuruh oleh Eiza.

"Terus?"

"Taruh di sini aja, setelah goreng mozza aku bakal kukus pao-nya."

Jihoon mengangguk patuh, ia masih di samping Eiza. Memperhatikan bola-bola mozarella yang sedang digoreng Eiza. Tampangnya sangat kelihatan sedang lapar.

"Belum makan siang, ya?" Tanya Eiza sembari membalikkan bola mozza.

Senyum Jihoon timbul meski hanya segaris. Pria itu mengangguk, "aku lupa makan siang, keasyikan mixing tadi."

Kosan 17 [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang