Insist

109 27 1
                                    

Jihoon menahan tangan Eiza begitu ia ingin beranjak dari dapur membawa beberapa cemilan untuk mengerjakan tugasnya di kamar. Sudah beberapa bulan terakhir Eiza mengerjakan tugasnya di kamar, ia jarang keluar untuk bersosialisasi dengan teman-teman kosnya.

"Kenapa?" Tanya Eiza perlahan menarik tangannya.

"Besok, aku tunggu di depan gerbang ticketing." Jawab Jihoon singkat dan bergegas menaiki lantai dua, meninggalkan Eiza yang terhenyak tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan pria dengan tinggi 164 cm itu.

"Kamu kenapa?" Mingyu yang baru turun dari lantai 2 menyapa. Eiza menghela napas, menyuruh Mingyu ke ruang tamu begitu ia berjalan ke arah sana.

"Kamu ga ketemu Jihoon?"

Mingyu yang baru saja membaringkan punggungnya di atas sofa, menegakkan badan. Kedua matanya membelalak. "Kamu diapain?"

"Cuma ditanya soal konser. Dia maksa aku datang." Kata Eiza dengan suara pelan, ia tidak ingin penghuni kosan lainnya mendengar pembicaraan mereka.

"Terus?"

"Aku mau nolak dianya keburu naik."

"Yaudah ga usah dateng." Kata Mingyu santai.

Eiza menggelengkan kepala. "Nggak semudah itu! Masalahnya dia bilang bakal nunggu di gerbang ticketing."

"Ya sudah, besok kamu kirim pesan, bilang kalau kamu ga mau datang. Selesai."

Eiza menepuk dahinya. Kalau Jihoon orang yang punya pikiran sederhana seperti Mingyu, ia tidak akan mempermasalahkan hal ini. Sayangnya, Jihoon orang yang kompleks. Eiza yakin, Jihoon akan menunggunya di sana bahkan sampai konser selesai.

"Kamu pikir dia bakal terima?"

Kepala Mingyu miring, ia tampak sedang berpikir untuk beberapa saat. "N-nggak, sih."

Jari Eiza terjentik. Ia membaringkan badannya dengan lemas di punggung sofa. "Aku harus gimana, Mingyu?"

"Sulit, sih. Dari awal aku udah ingetin buat ga berurusan sama Jihoon, kan?"

"Karena aku ga deketin dia."

"Tapi kamu terima umpan dia, Eiza." Mingyu berkata dengan gemas. Pria itu sampai memijit keningnya, ikut pusing dengan masalah yang tidak ada hubungannya dengan dirinya.

"Jadi, bagaimana?" Tanya Eiza lirih.

"Ya, datang, untuk terakhir kalinya."

Eiza terdiam. Itu jawaban yang paling bijak. Kalau memang Jihoon punya watak yang keras, jalan keluarnya hanya mengikuti apa maunya dan setelah itu tidak membuat janji lagi dengannya. Lagipula Eiza juga berniat untuk pindah kosan, kemungkinan bertemu dengan Jihoon kurang dari 50 persen.

"Kan, kamu juga mau pindah, kan?" Mingyu bertanya lagi. Pria itu sebenarnya tidak senang dengan keputusan Eiza yang mau pindah kosan, tapi apabila ia menjadi Eiza, ia juga akan melakukan hal yang sama.

"Ya." Jawab Eiza sembari menganggukkan kepala.

"Datang saja dulu. Setelah itu putusin hubungan kamu dengan Jihoon." Kata Mingyu menyudahi obrolan mereka.

Pria itu pamit ke dapur untuk mengambil minum dan pergi ke kamarnya kembali. Di ruang tamu, Eiza memikirkan berbagai macam hal yang bisa terjadi esok hari. Kepalanya tiba-tiba pusing, ia bertanya-tanya mengapa di umurnya yang tidak lagi muda ini ia malah menemukan drama percintaan yang memuakkan. Mengapa tidak terjadi saat ia muda saja?

~~~

Vernon

Aku ga dapat tiketnya :(

Kosan 17 [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang