Vernon mengacak pinggang. Ia mendecakkan lidah begitu melihat Eiza duduk sembari memeluk dirinya di trotoar depan Indomaret yang gelap gulita. Dengan cekatan Vernon membuka jaketnya, memasangkannya kepada Eiza.
"Ayo pulang." Kata Vernon sembari menuntun Eiza untuk berdiri.
Eiza tidak banyak omong, ia mengikuti perkataan Vernon. Sejujurnya hidungnya sudah terasa mampet, badannya pun menghangat. Ia tahu, ia sudah demam karena menunggu Jihoon selama 2 jam di ruangan terbuka.
"Jihoon ke mana?" Tanya Vernon begitu sampai di parkiran, ia memasangkan helm di kepala Eiza sekaligus menarik risleting jaketnya di tubuh gadis itu agar Eiza tidak kedinginan.
Kepala Eiza bergerak ke kanan dan ke kiri. Vernon ingin bersumpah serapah tapi urung dilakukannya. Ia segera menaiki motor, memastikan Eiza sudah duduk di sadel belakang dengan aman.
"Pegang." Titahnya sembari menarik kedua tangan Eiza untuk memeluk pinggangnya. Eiza tidak protes, ia terlalu lemah untuk mengelak kebaikan Vernon.
"Aku nggak pernah bilang, ya, kalau Jihoon orang yang brengsek?" Tanya Vernon dengan suara penuh emosi. Di belakangnya Eiza tidak menjawab, gadis itu menyandarkan kepalanya pada punggung Vernon.
"Tahu begitu aku pasti cari tiket sampai ke ujung dunia." Geram Vernon masih tidak direspon oleh Eiza, tapi Vernon tahu, Eiza mendengarkan.
Ada sekitar 15 menitan Vernon membawa Vespanya, hingga mereka sampai di Kosan. Kondisi jalan yang sepi membuat keduanya sampai lebih cepat dari biasanya, yang disyukuri oleh Vernon karena kondisi Eiza yang mengkhawatirkan.
Begitu masuk ke dalam kosan, Vernon segera mengantar Eiza ke kamar gadis itu, membaringkannya, menyelimutinya bahkan membukakan sepatu dan kaos kakinya. Ia menyuruh Eiza untuk diam selagi ia turun ke lantai bawah untuk mengambil air hangat dan paracetamol.
"Besok aku bakal baik-baik aja kok, Non." Sahut Eiza melihat Vernon yang tampak grasak-grusuk mengurusnya.
"Iya, tahu. Makanya sekarang minum obat dulu." Kata Vernon menyuapinya paracetamol dan air hangat agar Eiza tidak tersedak obat.
"Baring, Za." Titah Vernon melihat Eiza duduk di atas kasur. Gadis itu menyelimuti dirinya, terisak kecil.
"Makasih, Non."
"Iya, sekarang baring." Kata Vernon lembut, memegang kedua bahu Eiza dan memaksanya untuk berbaring.
Karena tidak punya energi, Eiza tidak bisa mengelak. Ia terlalu lemah sampai terisak, ia tidak suka melihat sisi lemah dirinya ini. Memalukan. Apalagi di depan Vernon.
"Tidur, Za." Kata Vernon sembari mengusap puncak kepalanya, pria itu terduduk di sisinya, tampak sangat khawatir.
Eiza mengangguk. Ia merasakan jari Vernon menghapus air mata yang sempat keluar dari pelupuk matanya. Tangan Vernon yang dingin bahkan singgah di keningnya cukup lama, seakan sedang memastikan hangat tubuhnya yang memang abnormal.
"Makasih, Vernon." Eiza menyahut hingga akhirnya terlelap.
~~~
Eiza terbangun dengan badan yang terasa remuk. Ia melihat kepala Vernon di hadapannya, pria itu terduduk di atas lantai dengan kepala terbaring di kasur. Badan Eiza tidak begitu hangat seperti semalam, tapi ia masih merasa tidak enak badan.
Ia mengingat kejadian semalam. Tanpa sadar ia mengecek hp, mengecek Jihoon membalas pesannya atau tidak.
Nihil.
Pria itu bahkan tidak mengkhawatirkannya. Hanya Jeonghan dan Seungcheol yang membalas pesannya, keduanya bahkan me-missed call Eiza berkali-kali. Ada satu pesan dari Jeonghan yang membuat Eiza tidak perlu memberitahukan kondisi sekarang pada pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kosan 17 [Complete]
ФанфикEiza baru pindah di Kosan 17. Kos-kosan campur yang terletak di salah satu kawasan di Kota Bandung. Di sana ia bertemu dengan manusia-manusia unik, salah satunya Lee Jihoon, produser radio ternama di Bandung. Meski terkesan misterius, Eiza menyukain...