Keesokan paginya aku berangkat ke sekolah seperti biasa. Namun suasana sekolah rasanya berubah dan tak henti membicarakan namaku baik dari belakang maupun secara terang-terangan. Semua mata itu nampak tajam menatapku baik dari sisi manapun.
Aku hanya bisa diam tak menanggapi. Seketika pikiranku terpecah belah dan tak sanggup menatap semua orang. Olehnya aku segera mempercepat langkah kakiku hingga sampai ke kelas.
Saat tiba didepan pintu kelas, langkahku langsung terhenti.
"Wih, tumben gak telat fy?" Tanya Sandi heran. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum kikuk.
Tiba-tiba aku terkejut oleh sesuatu yang menabrak bahuku dari belakang.
Ketika menoleh, kedua mataku sontak tak berkedip karena berpapasan dengan mata coklat dan tajam itu. Yah siapa lagi kalau bukan si Diven anak titisannya Albert Einstein.
Semua orang sontak terfokus melihat pemandangan itu. Seketika suasana kelas menjadi hening membuatku merasa sedikit canggung. Namun tatapan itu hanya berlangsung beberapa detik saja, dan dengan cueknya Diven pun kembali melangkahkan kakinya masuk meninggalkanku. Alhasil kejadian itu langsung menjadi topik baru lagi bagi mereka yang tengah ramai membullyku.
Setelah bel istirahat shalat berbunyi aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk memperbaiki moodku yang sedang hancur berantakan ini.
***
Sejak awal membaca buku, aku terus menghela nafas sambil sesekali memejamkan mata. Rasanya sedikit kesal karena pikiranku tiba-tiba kosong, kepalaku sangat sakit, ditambah lagi dengan kedua mata terasa semakin berat. Lama-lama sakit kepala itu malah makin menjadi-jadi.
Tidur sebentar aja kali ya? Mungkin habis tidur kondisi gue bakal lebih baik dari ini. Gumamku.
🌟05:30 p.m🌟
Aku terbangun sambil meregangkan otot-otot tangan yang agak kesemutan. Saat pandanganku sudah jelas melihat sekeliling, aku baru sadar kalau keadaan perpus sudah sangat sepi tak ada tanda-tanda kehidupan. Aduh, bagaimana bisa aku tertidur sampai jam segini? Tak ingin berlama-lama, aku pun dengan cepat segera mengembalikan buku di rak buku.
"Huaaaaa!!!" Teriakku kaget melihat seseorang yang tengah berdiri mematung dibelakangku.
Aku refleks mengatur nafas sambil mengelus-ngelus dada. "Lo siapa? Kok masih disini?" Tanyaku.
Tak ada jawaban darinya. Seluet wajahnya tidak begitu jelas karena sedikit tertutup oleh lemari buku di sampingnya. Aku bergidik ngeri dan tiba-tiba merinding karena sekarang tidak ada orang lain selain aku dan sosok itu.
Anjir, jangan-jangan itu bukan orang lagi? Batinku.
Tanpa aba-aba, sosok itu langsung mendekat beberapa langkah membuatku melotot kaget.
"E-eh ngapain lo?!" Aku langsung mundur menjauhinya.
Sosok itu pelan-pelan menghampiriku. "Ngapain masih di sini?" Tanyanya.
"I-iya gue emang mau pulang kok!" Sahutku panik kemudian segera buru-buru keluar dari perpus itu.
***
Akhirnya setelah keluar dari perpus itu, aku memutuskan untuk duduk dan mengatur nafas yang sudah ngos-ngosan.
Berberapa menit kemudian, nampak sebuah mobil berhenti di depanku. Mobil itu terus membunyikan klaksonnya.
Ngapain sih ni mobil, gak jelas banget. Gumamku.
Tiba-tiba jendela mobil itu pun terbuka memperlihatkan seseorang di dalamnya. Aku segera memperjelas tatapanku untuk memastikan siapa orang itu. Oh tidak! Itu adalah si mahluk bisu tanpa telinga. Wih ngapain dia malem-malem disini?
KAMU SEDANG MEMBACA
what you feel?
Teen FictionMake sense gak kalo sekelas terus dengan orang yang sama dari SD, SMP sampe SMA? Hai! Gue Fya, cewek tulen dengan otak yang kadang bego tapi pinternya lebih mendominasi. Ini kisah gue dengan seorang cowok yang sudah lama jadi saingan gue semasa bang...