Mak comblang

148 45 15
                                    

"Fy!" Panggil kak Angga dari dapur

Tak ada jawaban dari yang dipanggil. Sekarang Fya sedang rebahan santuy di kamarnya. Jujur saja, walaupun saat ada waktu luang ia sering menghabiskan waktunya untuk belajar tapi sesungguhnya gravitasi terkuat dalam kehidupan sehari-hari tetaplah kasur yang empuk itu.

"Fyaaaaaa!"

Aku terdiam seketika.

"Kok kayak ada yang manggil ya?" Gumamku lalu segera melepas earphone yang dari tadi menutupi gendang telingaku.

"Fya budek! Papa sibuk loh baru bisa nelfon sekarang!"

Kedua mataku langsung terbuka sempurna dan segera berlari sekencang mungkin menghampiri kak Angga yang ada di dapur.

"Fya mau bicara dong!"

Kak Angga pun segera menyerahkan ponselnya kepadaku.

"Halo pah? Papa gimana kabarnya? Gimana cuaca di swiss sekarang? Papa kangen gak sama Fya? Papa kok baru bisa kontekan skarang sih? Papa sibuk banget ya disana?"

"Haduh, dek satu-satu dong kalo nanya." Jawab papa.

Aku terkekeh pelan. "Abisnya Fya kangen banget sama papa. Fya kesel sering di tinggal sendirian nih sama kak Angga."

Kak Angga yang sedang memasak, sontak menoleh dengan kedua matanya yang melotot. "Enak aja, Angga kan sibuk kerja pah. Dasar nih biji kopi gue rebus juga lu."

"Tolong Fya pah! Kak Angga psikopatnya kambuh lagi nih."

"Sini adek manis, kakak rebus dulu ya biar mateng otaknya." Sahut kak Angga sembari tersenyum jahat menakutiku dengan spatula spongebobnya.

"Kabur!" Aku berlari menjauh. Bukan karena takut, melainkan karena melihat wajah kak Angga yang ganteng itu, berubah menjadi horor ngalahin evil nun.

***

Hari ini aku sangat bahagia karena bisa mendengar suara dari sosok yang sangat aku rindukan itu. Entah kenapa setelah mengobrol banyak dengan papa, aku jadi lupa akan hal buruk yang menimpaku kemarin.

Terlepas dari itu semua, aku adalah anak yang dibesarkan dari keluarga harmonis penuh keceriaan. Mama adalah seorang pebisnis sukses sedangkan papa adalah seorang dokter ahli bedah yang sangat handal. Seiring waktu berjalan mereka semakin sibuk dengan profesinya masing-masing sampai lupa akan cinta yang mereka miliki untuk membangun keluarga.

Hingga saat aku beranjak tiga tahun, pertengkaran sering terjadi. Keharmonisan keluarga kami pun harus kandas dan berakhir dengan keputusan cerai mereka. Mama memilih untuk menikah dengan lelaki lain dan meninggalkan kami bertiga. Sedih, marah, kecewa, yah rasa itu terus menghantuiku bahkan sampai sekarang.

Soal hubunganku dengan mama, sebenarnya baik-baik saja. Tapi dari dulu kami bisa dibilang tidak terlalu dekat karena mama orangnya sangat perfeksionis dan tidak suka bercanda. Sedangkan aku lebih banyak mewarisi sikap santai dan harmonis papa.

Sebagian besar orang berpikir jika kedua sikap itu cocok karena akan saling melengkapi. Tapi nyatanya, itu tidak bertahan lama. Dari situlah aku belajar bahwa orang perfeksionis tidak mungkin selamanya tahan dengan kesantaian orang. Begitu juga sebaliknya.

***

Malam ini Clara akan menjemputku untuk pergi ke sebuah Cafe favoritenya. Yah biasa lah Clara kalo lagi gabut, kerjaannya kalo bukan ngegibah paling pergi tuh nongki-nongki manja.

Akhirnya aku dan Clara tiba di Cafe tujuan kami. Setiap bagian cafe itu terdapat spot backround instagramable banget. Atap Cafenya juga di buat transparan seperti kaca. Parah keren banget! Kita bisa melihat indahnya langit malam dengan beribu bintang yang bersinar pada rasinya. Aku sangat menikmati pemandangan itu. Sedangkan Clara malah tersenyum riang melihat banyaknya spesies cogan yang sedang duduk nyantai. Kampret emang! Bertahun-tahun ngejar Lian, tapi tetap aja dia nggak kuat kalo liat cogan bertebaran dimana-mana.

what you feel?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang