Pagi ini aku berangkat ke sekolah dengan semangat seperti biasanya. Eits, tapi kali ini aku nggak telah lagi loh. Sungguh hidayah yang patut disyukuri.
***
Setelah bel istirahat berbunyi, siswa-siswi pun segera pergi menuju kantin. Saat aku hendak beranjak dari kursi, aku mendapati sosok Diven yang sedang tertidur pulas dengan kedua tangan diatas meja. Ini aneh sekaligus langka! Bisa bisanya seorang Diven tidur dikelas? Apa mungkin kecapean ngeronda semalem kali ya?
Sekitar 20 menit kemudian, pria itu mulai tersadar dan membuka matanya. Aku sedang memantau dari samping. Ia nampak santai bangun tanpa mengucek mata ataupun menguap. Ya ampun elegan banget sih cara bangunnya, liat aja tuh mata coklatnya, belek secuil semut pun nggak ada, Serius dah.
"Nih buat lo." Aku menyodorkan sebuah makanan dalam wadah instan dan susu ultramilk rasa caramel. Bukan tanpa alasan, itung-itung ini sebagai permintaan maaf soal kejadian di perpus kemarin.
Diven menyeritkan dahinya bingung.
"Ini sebagai permintaan maaf gue soal kejadian di perpus kemarin." Jelasku.
"Oh."
"Di terima nggak nih?"
"Apaan?"
"Permintaan maafnya." Aku tersenyum was-was menunggu jawaban darinya.
"Tenang aja kali, gue belinya di kantin biasa lo makan kok. Tapi gue tambahin sianida dikit sih, biar afdol."
Diven kembali menoleh dengan tatapan tajamnya. Sedangkan aku hanya bisa nyengir pepsodent. "Astaga becanda woi, yakali gue sampe pake sianida segala."
Pria berkulit putih itu masih diam tak mengubris sama sekali. Wajahnya juga terlihat lesu tidak seperti biasanya.
"Lo sakit?" Tanyaku memastikan. "Kalo gitu gue anterin ke UKS ya? Kalo pingsan disini, ntar gue kena osteoporosis lagi gara-gara ngangkat lo."
Diven masih tak menjawab.
"Gue anterin ke UKS ya? Keknya lo beneran sakit deh." Tawarku lagi.
"Gak usah." Jawabnya lalu kembali memejamkan matanya.
Aku terdiam kebingungan. Sebenarnya dari tiga hari yang lalu Diven memang keliatan aneh sih. Kadang ngilang pas jam mapel, terus kemarin habis dapat beasiswa bukannya seneng, malah marah-marah kayak macan betina lagi pms. Kalo di pikir-pikir, ini mah kesempatan emas buat gue, di saat saingan lagi down kayak gini harusnya gue seneng dong. Tapi kok sekarang gue malah kasian ya liatnya.
"Lo kebelet boker ya? Muka lo pucet banget tuh."
Diven langsung menoleh dengan tatapan malasnya.
"Oh, nggak ya?" Aku sedikit nyengir liat respon dia kek gitu.
"Berisik lo."
"Kenapa sih lo galak banget jadi orang?"
"Kenapa sih lo gak bisa diem?" Tanyanya balik. "Ganggu banget, sana pergi."
Aku mengembungkan pipi kesal. "Gue nggak bakal pergi kalo lo nggak makan makanan yang gue kasih. Kasian tuh, ntar kalo mubazir dosa tau."
Diven lagi lagi mendengus dengan sikap gadis keras kepala itu. Ia pun segera mengambil makanan itu tapi tak memakannya dan malah dimasukan ke dalam laci meja.
Mataku sontak melotot kaget. "Eh, ya ampun tangan lo kenapa div? Lo abis digebukin apa gimana?"
Diven dengan cepat langsung menyembunyikan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
what you feel?
Teen FictionMake sense gak kalo sekelas terus dengan orang yang sama dari SD, SMP sampe SMA? Hai! Gue Fya, cewek tulen dengan otak yang kadang bego tapi pinternya lebih mendominasi. Ini kisah gue dengan seorang cowok yang sudah lama jadi saingan gue semasa bang...