Asing

381 61 31
                                    

***

Hari itu, setelah pemakaman ibunya selesai, Kayra Putri dibawa pergi ke tempat paling jauh dimana tidak ada senyum ibu dan dongeng indah yang selalu dia dengar tiap malam datang.

Ayahnya membawa Putri ke tempat paling asing untuk Putri, bocah kecil itu hanya diam menatap dua orang asing yang katanya merupakan keluarga Putri yang baru.

Mata hitamnya meredup begitu Galang berlutut menyentuh pundak Putri seraya menunjuk wanita bergaun hitam dan anak laki-laki di depannya. "Kayra Putri, kenalkan. Itu Mama dan yang itu Kakakmu, Aldo."

Putri masih diam, di umurnya yang 10 tahun, dia dipaksa untuk mengerti bahwa dirinya adalah orang asing ditengah keluarga yang tampak bahagia.

***

Suara ketukan pintu membuat Putri tersentak, gadis berumur 17 tahun itu membuka matanya lebar dengan napas memburu dan tubuh yang dipenuhi keringat.

Mimpi buruk itu lagi..

Masih dengan tubuh gemetar, Putri menutup wajahnya sembari mengontrol napasnya yang terengah. Sudah 7 tahun setelah kejadian itu, Putri tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. Mimpi buruknya selalu datang setiap hari, rasa penyesalan dan rindu semakin hari semakin menumpuk hingga kepalanya mau pecah.

"Put, kamu sudah bangun? Mama membuat sarapan kesukaanmu."

Suara ketukan pintu kembali terdengar, kali ini diiringi dengan suara semangat milik laki-laki tinggi dengan mata seterang madu.

Putri mendengus, tangannya mengepal kuat. Lantas dia berdiri mengikat rambutnya lalu berjalan membuka pintu tanpa minat tersenyum.

"Put, aku sudah me..-"

"Sudah kubilang jangan bicara padaku!" Putri melotot, nada suaranya meninggi. Dia tidak suka paginya diawali dengan suara yang dia benci.

Aldo mundur selangkah, anak laki-laki berstatus kakak tiri itu hanya bisa menunduk pasrah. "Maaf."

Bahkan setelah kata maaf terucap, tidak ada tatapan luluh dari Putri. Gadis itu hanya menggeram lalu menutup pintu kamarnya kembali dengan keras.

Walaupun tahun sudah berlalu, sikap Putri tidak pernah berubah. Dan mungkin tidak akan pernah.

Aldo menunduk lesu, dia membalikkan tubuhnya menuruni tangga lalu tersenyum pelan menatap mama dan ayahnya yang sudah menunggu semangat di meja makan.

"Bagaimana? Dia mau?"

Mamanya yang lebih dulu membuka suara, binar harap di mata coklat itu meredup saat Aldo menggeleng, begitu juga Ayahnya yang ikut lesu.

"Dia mungkin sedang bersiap, kita tunggu saja." Ayahnya tersenyum seolah sedang menenangkan dirinya dan juga keluarganya.

Aldo mengangguk, dia melangkah mengambil posisi duduk di sebelah ibunya. Matanya menunduk menatap dasi abu-abu yang masih menggantung berantakkan, dia lupa membenarkan karena terlalu semangat berlari memanggil Putri.

Keluarga yang Aldo anggap segalanya ini tidak keberatan dengan hadirnya Putri, Aldo ingat dia kelewat senang saat pertama kali melihat Putri datang sebagai adiknya. Bayangan dirinya akan bermain dan belajar bersama membuat Aldo saat itu langsung menyapa Putri. Alih-alih mendapat senyum senang, Putri justru mundur.

Dia masih ingat tatapan marah itu, juga perkataan Putri yang tajam dengan wajah dingin.

"Kalian bukan keluargaku."

Menarik napas panjang, Aldo menggeleng kuat mencoba melupakan semua kenangan buruk itu. Bagi Aldo, Putri adalah adiknya. Dan selamanya akan seperti itu.

Jangan Ada Vespa Di Antara KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang