Salah Paham

227 29 6
                                    


***

Putri memalingkan wajahnya melihat jendela mobil, bibirnya cemberut dan napasnya bergemuruh kesal. Ditambah musik rock n roll yang disetel dengan nada keras membuat moodnya semakin buruk.

Membuang napas kasar, Putri menutup matanya lelah. Hari ini Geni pergi begitu saja, dan sebagai gantinya. Aldo datang atas permintaan Geni untuk mengantarnya pulang. Bahkan saat kondisi marah pun, Geni tetap tidak membiarkan dia pulang sendirian.

Pria itu benar-benar marah padanya, bahkan pesan dan telpon dari Putri ditolak mentah-mentah.

Baru beberapa detik dia menutup mata, suara nyanyian Aldo sudah menggema keras seolah ingin memecahkan gendang telinga.

"Do, matiin dong!" Putri menggerutu, tangannya dengan sigap menepuk pundak Aldo agar diam.

"Apa Put? Ga kedengeran." Aldo mengernyit, sedangkan Putri makin kesal.

Dengan kasar, Putri mematikan musik berirama keras itu hingga membuat Aldo protes marah.

"Put, rusuh banget sih!"

"Diem, ga usah protes! Ga tau orang lagi galau apa."

Aldo akhirnya mengalah, pria itu hanya menghela napas pelan melihat adik cantiknya kembali menyenderkan tubuhnya ke jendela dengan lesu.

Sebetulnya, tidak perlu mengetahui kejadian lengkapnya. Aldo sudah bisa menyimpulkan bahwa yang terjadi sekarang adalah Geni sedang cemburu. Tentu saja bukan hal aneh bagi Aldo untuk mengetahui itu, terlepas dari sifat Geni yang cuek dan tidak peduli. Semua laki-laki tidak akan tahan melihat kekasihnya sedekat itu dengan laki-laki lain. Terlebih lagi bocah ingusan yang hanya tahu buku dan cara hitung matematika. Mereka tidak tahu bagaimana cara menunjukkan cemburu yang benar.

"Udah Put, jangan mikirin Geni terus. Nanti dia kepedean loh."

Perkataan Aldo sukses membuat Putri mendesis, gadis tomboy itu kembali melayangkan pukulan di pundak Aldo. "Jangan sok tau! Heran ya, kenapa si laki-laki tuh suka sok tau?!"

"Dari pada sok tempe?"

"Ga lucu." Putri mencibir, bibirnya cemberut dengan kepala yang kembali tersender menatap kaca.

Aldo tertawa kecil, tangannya terangkat mengusap rambut Putri pelan. Menarik napas panjang, Aldo memiringkan kepalanya menatap Putri yang hanya diam tidak bersemangat.

"Put.."

"Apa lagi?"

Aldo tersenyum pelan. "Dalam hubungan, kalau satu menjauh. Yang satu lagi harus mendekat, ini bukan soal siapa yang salah, ini soal siapa yang mau bergerak duluan. Kalau kamu minta maaf kan bukan berarti salah."

Hening, Putri tidak menjawab. Gadis itu hanya mengangguk pelan sembari menatap jalan yang ramai. Tidak ada jawaban apapun dari bibirnya hingga mobil Aldo berhenti di depan rumah Putri.

Gadis itu tetap diam, tidak bergerak dan bicara sedikitpun.

"Put.."

"Do, anterin aku ke rumah Geni ya."

***

Geni membuka lembaran buku sejarahnya dengan pelan, dia sudah membaca 3 lembar dari halaman pertama, tapi tidak ada satupun yang mampu dia cerna. Pikirannya terbang memikirkan Putri, walau sudah menolak semua panggilan telepon dan tidak membalas pesan dari Putri. Geni tetap tidak bisa mengusir Putri dari pikirannya.

Membuang napas kasar, Geni menaruh bukunya dengan kasar. Hari ini orang tuanya sedang tidak ada dirumah dan itu membuatnya semakin tidak tahu harus melakukan apa.

Jangan Ada Vespa Di Antara KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang