***Putri mematut dirinya di cermin, tidak seperti biasanya. Hari ini dia mengepang rambutnya dengan hiasan pita yang tidak pernah dia lakukan selama hampir 17 tahun dia hidup.
Bukan hanya itu, dia juga mengoles cream dan bedak di wajah dan menambahkan pewarna segar di bibirnya.
Sekali lagi Putri tersenyum kikuk di depan kaca, bayangan Geni tiba-tiba muncul lagi, senyum Geni dan kata-kata lembut itu berputar seperti kaset rusak di kepalanya. Putri menggeleng kuat mengusir bayangan aneh itu dari ingatan, namun detik kemudian dia tertawa kecil, pipinya memerah dan sesuatu terasa seperti menggelitik perutnya.
Satu hal yang dia yakini, dia sudah gila..
Menarik napas panjang, Putri berdiri dari kursi riasnya, tangannya sibuk menyemprot banyak parfum dari kepala sampai ujung kaki. Lalu akhirnya pergi meninggalkan kamar yang sudah dipenuhi gas wangi menyengat.
Setiap langkahnya ringan dan penuh senyum, gadis itu menuruni tangga dengan riang, sesekali dia melompat lalu tertawa kemudian bernyanyi. Ini pertama kalinya Putri merasa paginya luar biasa indah.
"Putri, hari ini cantik sekali. Ada acara di sekolah?"
Putri menghentikan langkahnya saat suara yang paling dia benci menusuk telinga. Senyumnya ikut luntur begitu matanya bertemu dengan sosok yang selalu dia tolak keberadaannya.
Wanita itu ada di depannya, memakai celemek dan membawa piring berisi tumpukan roti. Di sebelahnya, terlihat anak dan suami yang bersiap sarapan dengan damai.
Keluarga yang benar-benar bahagia.
Putri membuang wajahnya cepat, dia melanjutkan langkahnya menuju garasi guna mengambil Vespa kesayangannya.
Begitu tubuh kecilnya sudah naik di atas Vespa, Putri mengernyit. Tiba-tiba saja Mona tidak mau hidup. Gadis itu berdecak, dia membungkuk memeriksa Vespanya yang tampak baik-baik saja.
"Kenapa Put, ada masalah?"
Putri tersentak, dia menoleh lalu mendengus mendapati pria tinggi sudah berdiri di belakangnya.
Tidak ada jawaban apapun dari Putri, gadis itu masih sibuk mengotak-atik Vespa kesayangannya.
"Hari ini kamu berangkat sama Aldo aja Putri, nanti biar Vespa kamu Ayah bawa ke bengkel."
Menghembuskan napas kasar, Putri berdiri menatap mata hitam yang mirip sekali dengan miliknya.
"Aku naik ojek."
"Putri..."
"Permisi, aku buru-buru." Putri melengos membawa tasnya melewati pagar rumah. Dia berlari menjauhi segala yang menyesakkan.
Hal yang paling Putri benci dari dirinya adalah merasakan rindu pada ayah.
Belasan tahun Putri menjauhi ayahnya karena dia tidak akan kuat melihat wajahnya. Ingatannya akan selalu terbang pada masa dimana dia bahagia bersama ibu dan ayah tanpa ada Aldo, tanpa ada wanita lain. Tanpa harus jadi asing.Menarik napas panjang, Putri menenangkan hatinya yang kacau, Dia lalu mengeluarkan ponselnya guna mencari tumpangan online, detik selanjutnya dia memekik saat suara klakson berbunyi nyaring di belakang.
Putri menggeram, dia berbalik dan semakin kesal mendapati siapa pemilik mobil itu.
"Bareng yuk, Put!" Aldo membuka kaca mobilnya, bibirnya tersenyum lebar menatap gadis yang selalu dia banggakan kehadirannya tengah berdiri dengan wajah masam.
Putri membuang wajahnya tidak peduli, dia kembali melangkahkan kakinya menjauhi mobil mahal dengan warna merah menyala itu.
Ditolak setegas itu nampaknya tidak membuat Aldo menyerah, pria itu justru memajukan mobilnya mengikuti langkah Putri yang pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Ada Vespa Di Antara Kita
Teen FictionCerita tentang Putri Erlita dan Wisanggeni Amazing cover @Rish_Maya