1

198 6 1
                                    

Bagaimana rasanya dicintai seseorang? Aku ingin dicintai, bukan mencintai. Namun pada akhirnya aku yang mencintai. Menyedihkan.

Tak butuh waktu lama untuk mencintaimu. Semua perhatian yang kau berikan padaku sangat membuatku nyaman. Kau selalu berada disisiku. Itu sebabnya aku mencintaimu terlalu cepat dan tanpa sepengetahuanmu.

Apa salah jika aku mencintaimu dalam diam?

Tentu saja salah. Aku hanya membuang waktuku saja. Sampai kapanpun kau tak akan melirikku. Percayalah, aku hanyalah sebatas teman terbaikmu. Tak mungkin kau membalas cintaku

Alexis's POV

Hari ini aku menemani Justin berlatih skate board, di Biggest Park. Salah satu taman terbesar di kota Atlanta tempat berlatih skate board. Aku duduk di pinggiran taman ditemani semilirnya angin sore. Seulas senyum tercetak dibibirku saat melihat Justin tersenyum menampakkan gigi putihnya. Bagaimana aku tak mengagumi temanku ini. Lihatlah dia, sangat tampan saat berdiri dengan papan skateboardnya.

 Lihatlah dia, sangat tampan saat berdiri dengan papan skateboardnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Justin menyeka keringat. Kurasa dia haus. segera kuambil air minum didekatku dan ingin memberikan padanya. Namun aku harus menahan rasa malu saat kakiku tersandung batu besar dan jatuh tersungkur. Oh sial, kau sangat ceroboh Alexis.

"Alexis, kau tak apa?" Justin berlari menghampiriku dan membantuku berdiri. Dituntunlah aku ke pinggir taman dengan kaki terpincang. Sangat perih. Jelas, lututku terluka dan mengeluarkan darah.

"Tak apa" balasku bohong. Aku tersenyum pada Justin menandakan bahwa aku baik-baik saja. Aku tak ingin mengatakan kalau luka ini sangat sakit.

"Aku tak yakin." Justin menatapku tak percaya.

"Tunggu sebentar" ujarnya setelah itu Justin berlari menjauh entah akan kemana.

Aku tersenyum saat ia kembali membawa obat merah dan perban. Kakiku diangkat dan diletakkan di atas pahanya. Ia mulai mengobati lukaku dengan hati-hati. Aku suka melihat kekhawatirannya padaku. Namun aku segera sadar, perhatian Justin hanyalah sebatas teman. Aku selalu mengharapkannya lebih. Tidak mungkin.

"Aww!" Spontan aku meremas bahu Justin karena ia menuangkan obat merah di lukaku. Ia sedikit meringis mungkin cengkraman tanganku terlalau kuat. Oh maafkan aku Justin.

"Rasa sakit ini akan segera hilang, tahanlah" ujarnya menenangkanku. Aku mengangguk pelan.

"Ayo" Justin mengulurkan tangan kepadaku. Aku menautkan kedua alisku bingung.

"Kemana?" Tanyaku seperti orang bodoh.

Justin memutar bola mata Hazel nya. "Pulang" balasnya gemas padaku. Aku menahan senyumku.

"Kau tak menyelesaikan latihan mu dulu?" Tanyaku lagi dan Justin mulai kesal. Aku tertawa dalam hati.

"Alexis Mecalicster, lihatlah kakimu. Kurasa latihan hari ini aku batalkan."

"Hah. Membatalkan latihan hanya karena kakiku? Oh Justin.. kau berlebihan sekali. Ini hanya luka kecil kau tau" ujarku kesal.

Tiba-tiba saja tubuhku melayang dan membuatku terkejut. Yeah, Justin mengangkat tubuhku tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu, menyebalkan. Seketika jantungku berdetak cepat. Kuhirup aroma maskulin dari tubuh Justin yang menyengat hidungku. Bagus, kurasa pipiku merona saat ini. Justin tak boleh tahu.
Aku tak boleh mengharapkan perasaan ini muncul kembali.

Oh ayolah Alexis kau hanyalah teman dekatnya.

Ia menurunkan tubuhku saat kami sampai di mobilnya. Dibukalah pintu mobil dan ia membantuku masuk ke dalam.

"Apa yang membuatmu bisa tersandung batu sebesar itu Mrs.Alexis" ujar Justin tertawa setelah melajukan Lamborghini miliknya.

Aku menatap Justin yang masih menertawaiku. Jujur saja, aku suka dengan suara tawanya.
"Kurasa aku tak tega melihat temanku kehausan. Kau tau batu sialan itu sangat menyebalkan!" Umpatku kesal mengingat kejadian tadi yang sangat memalukan.

Justin terkekeh dan mencubit pipiku setelah itu mengacak rambutku dengan gemas. Aku mengumpat dalam hati agar jantungku tak berdetak kencang. Sial.

Mobil Justin memasuki pekarangan rumahku setelah beberapa menit lalu diperjalanan. Kubuka pintu mobilnya dan keluar.

"Aku bisa jalan sendiri Justin" ujarku saat
Justin ingin memapahku memasuki rumah.

"Tak mungkin, jalanmu saja pincang. Jangan menolak" Justin memprotes lantas menatapku mengejek karena jalanku pincang.

"Kau berle-"

"Jangan biarkan aku menggendongmu lagi Alexis."

"Lakukanlah, bukankah itu bagus? Aku tak akan susah payah berjalan"

Justin tersenyum jahil,
"Kali ini aku mengangkatmu dengan gaya bridal style, mau?" Ujarnya dan aku menggeleng cepat.

Justin segera meraih tanganku dan melingkarkan di bahunya. Dengan susah payah aku berjalan memasuki rumah.

"Kau kenapa sayang" sebuah suara mengejutkanku saat Justin mendudukkan diriku di sofa.

Mom menghampiriku dan Justin. "Justin, apa yang terjadi pada Alexis. Mengapa.. oh sayang lututmu berdarah, kau tak apa?"

Mom terlihat cemas dan duduk disampingku.
"Aku tak apa mom, sudahlah hanya jatuh biasa" balasku malas, karena mom terlalu berlebihan. Sama dengan Justin.

"Alexis sangat ceroboh Mrs.Collins Diane." ujar Justin dengan wajah tampannya, oh bukan, maksudku menjengkelkan. Lihatlah dia menyeringai ke arahku, sangat menyebalkan.

"Sudah pulanglah!" Ucapku kesal pada Justin.

Mom mencubitku pelan. Pasti ingin membela Justin. Baguslah. "Tak bisakah kau sopan dengannya Alexis? Mom tak mengajarimu seperti itu, kau mengerti" Tegas mom dengan tatapan tajamnya. Justin tertawa penuh kemenangan. Kulihat dirinya berdiri menatapku mengejek.

"Baiklah mom Diane, sepertinya aku harus pulang."
Justin mendekati mom lantas merangkul mom.

"Mengapa terburu buru? Kurasa Alexis sudah membuatmu tersinggung ya" ujar mom menatap Justin dengan tatapan bersalah.

Justin menggeleng cepat.
"Tentu tidak Mom, Aku harus menjemput mom Pattie di bandara hari ini" ujarnya.

"Oh Pattie akan pulang?"

Justin mengangguk dan tersenyum.

"Suruhlah ia kemari jika sudah sampai dirumah. Aku rindu padanya" mom mencubit gemas hidung Justin. Oh aku seperti orang bodoh menyaksikan percakapan mereka berdua.

"Tentu, aku pamit."

Justin beralih menatapku. "Dan kau Alexis, besok kau harus sudah sembuh, okay" Justin tersenyum hangat padaku. Cukup sudah. Setelah ia berhasil membuatku kesal namun hanya beberapa menit ia mampu membuat hatiku luluh kembali hanya dengan senyumannya. Gila.

Justin Bieber as Himself
Alexis Mecalicster as Selena Gomez.

Love In Silence [Jelena] Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang