Jika ditanya mengenai perasaan ketika mantan jadi sekretaris pribadi? Donghyuck bakal jawab: tidak ada yang spesial. Memang, waktu-waktu awal agak terasa canggung, namun Donghyuck kembali menjadi pribadi sebagaimana biasa setelah beberapa pekan terlewat. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran sekretaris baru, juga omongan-omongan tak sedap para karyawan yang tidak menyukainya. Sungguh, Donghyuck sudah kebal. Lagi pula, mereka membenci Donghyuck hanya karena pemuda itu memberlakukan hal yang benar: ketegasan.
Namun, yang ia tak tahu, kadang ketegasan memiliki batas benar tersendiri.
Mark menjalani pekerjaan dengan baik. Beberapa pegawai cukup heran melihatnya baik-baik saja selama waktu kerja. Tidak ada keluhan yang datang dari pria itu, meski ketika mereka makan siang bersama. Eunbin masih sering mengedarkan berita-berita mengenai Donghyuck, memanaskan gosip yang telah ada. Jeno diam sebagaimana di dunianya, tak memedulikan orang di sekitar apalagi sahabat yang tertindas. Mark sempat menanyakan, baik pada Eunbin maupun Jeno, dan respons mereka sama; "aku memang temannya. Tapi tidak selamanya dia benar." Mark jadi berempati. Lelaki itu dulu tidak begini. Dia merupakan pribadi supel yang pandai menjaring teman. Ide bercanda luar biasa, membuat siapa pun senang berada di dekatnya.
Sejak Donghyuck ikut dengan sang ayah, dan mendapat posisi luar biasa bagus di perusahaan milik keluarga, Donghyuck jadilah pribadi yang sekarang. Tak ada satu pun teman-teman mereka dulu yang tahu perihal Donghyuck, sebab nyatanya lelaki itu telah jadi orang yang berbeda di balik gedung ini.
:::
Mark mengantar hasil fotokopian berkas siang itu. Setelah mengetuk pintu ruangan tiga kali, ia melangkah masuk, mengutarakan izin dengan sopan lalu menyerahkan berkas ke atas meja. Donghyuck hanya merespons dalam gumaman, dengan tangan yang mengetik cepat dan mata menatap jeli ke arah layar komputer.
"Sebentar lagi waktu makan siang," kata Mark kemudian.
"Hm. Makanlah duluan seperti biasa," jawab Donghyuck tanpa mengalihkan mata sedikit pun.
"Kita tidak pernah makan siang bersama. Bukannya kadang bos dan sekretaris sering makan siang bersama?"
"Yah, sayangnya aku bukan tipe bos seperti itu."
Mark berdecak. "Aku yakin pekerjaanmu untuk minggu ini sudah selesai dua hari lalu. Aku membantumu, ingat? Sekarang, apa yang kau kerjakan."
"Lakukan pekerjaanmu sebagai sekretaris dan kembalilah ke meja, Mark. Bisa jadi ada telepon penting yang terlewat."
"Tidak ada yang menelepon kantor pada waktu jam makan siang."
Donghyuck kini menghentikan ketikan jarinya, mengembuskan napas panjang, lalu menatap Mark. "Apa maumu?"
Mark tersenyum manis, membuat Donghyuck terpana walau ia tak mau mengakuinya. "Ayo makan siang. Istirahat sebentar. Komputer ini akan tetap di ruanganmu ketika kembali nanti. Lagi pula, kerjaanmu minggu ini, kan, sudah selesai semua."
"Apa yang membuatmu begitu keras kepala, Mark?"
:::
Sejak mengetahui bahwa Donghyuck begitu tak disukai para bawahan, timbul sedikit rasa iba dalam diri Mark. Donghyuck adalah seorang pekerja keras paling pemaksa yang pernah dilihatnya, dan orang seperti itu harus lagi mendapat beban cacian dari karyawan-karyawannya sendiri. Ia kini mengerti mengapa Donghyuck tampak kacau ketika pertemuan pertama mereka setelah sekian lama di bar itu.
Maka, Mark berusaha menjadi, setidaknya, orang yang mampu membuat Donghyuck merasa lebih baik, mengingat Jeno dan Eunbin yang juga bersikap kondisional. Setidaknya, ia ingin membuat Donghyuck tahu bahwa masih ada orang yang bisa dipercaya di lingkungannya. Seperti dia, contohnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] I Met You When I was 18 #B-Side [Bahasa]
Fanfiction[SUDAH TERBIT] Selanjutnya, ini bukan kisah tentang orang ketiga sebagaimana badai yang menerpa mereka sebelumnya, bukan pula masalah pertentangan orang tua. Ini hanya soal kematangan sukma, ini hanya soal kematangan atma, yang 'kan jadi tolok ukur...