"Bagaimana hari pertama?"
Mark menyeringai tipis, memperhatikan dari sudut mata bagaimana kekasihnya membanting tas kerja ke sisi sofa. Keadaan tak jauh beda sebagaimana yang ia lakukan kemarin hari; pulang dari melamar ke berbagai perusahaan dan instansi namun tampak seperti tak ada yang peduli.
"Aku bingung sekali." Wanita berambut cokelat terang itu mengembus napas lelah, menyandarkan diri di sofa sambil sebelah kaki melingkar di pinggang Mark. Bibirnya mengerucut, sedang tangan yang melingkar di dada Mark mendapat elusan-elusan halus dari pria itu.
"Kemarin mereka bilang aku diterima dan memintaku datang pagi ini. Tapi tahu apa yang kudapat? Atasanku sangat menyebalkan! Dia hanya orang sombong dan egois yang semua maunya harus dituruti. Oh, jangan lupangan sifat memerintahnya yang sok berusaha dominan, tapi aku bisa melihat kejijikan di sana. Coba duga hal paling buruknya? Jam enam tadi, setengah jam lalu, dia bilang begini 'Terima kasih atas kerja keras Anda hari ini, Ny. Kang. Meski bawahanku menerima Anda, bukan berarti aku juga menerima Anda. Melihat peforma hari ini, saya mohon maaf bahwa ini adalah hari pertama dan terakhir Anda bekerja di sini.' Kau tahu betapa sakit hatinya aku, Mark?"
"Oh, sayang ...." Suara Mark melembut. "Buruk sekali. Kau baik-baik saja?"
"Sekarang aku baik-baik saja." Wanita itu menelusupkan kepala ke ceruk leher Mark. "Cukup temani aku seperti ini. Jangan berhenti mengelus tanganku. Aku sedang berusaha mencoba baikan. Pikiran tentang kepengangguran kita membuatku sedikit resah."
Mark tersenyum, tidak berhenti mengusap lengan wanita yang masih menempel di tubuhnya. "Kita akan baik-baik saja, Mina." Mark mengecup telapak tangannya. "Aku akan mencari pekerjaan lagi besok. Kau pun sama. Kita berusaha sama-sama."
"Kenapa, sih, kita harus dipecat bersamaan?"
"Entahlah ... Mungkin karena kita sehati?" Mark terkekeh, namun Mina memukul dadanya sambil cemberut.
"Aku lebih berharap kita tidak usah sehati kalau begitu."
"Gantilah baju. Kita makan malam setelah ini. Jangan cemberut terus, Tuan Putri."
Mina geleng-geleng kepala sambil beranjak dan melenggang pergi.
:::
[Hei, Ibu Tiri. Kau sudah tidur?]
Donghyuck mendengus sambil memutar mata, menekan tombol pengeras suara dan menyandarkan ponsel di atas meja.
"Kau baru saja menggangguku, terima kasih," katanya sambil lanjut menekan tombol demi tombol di atas papan ketik, mengurusi satu-dua hal mengenai kantor sebelum beranjak menuju kasur dan tidur.
[Sudah kuduga, kau memang belum tidur.]
"Apa maumu, Eunbin ssi?"
Sosok di seberang sana terkekeh. [Kupikir rencana mencarikan sekretaris baru untukmu berjalan mulus. Kita bisa balas dendam sama si Yeri itu. Buktikan kita bisa mendapat sekretaris yang lebih bagus dibanding dia.]
"Apa lagi yang kau bicarakan?"
[Buka e-mail-mu.]
Saat itulah Donghyuck melihat notifikasi muncul di sudut kanan bawah layar komputernya. Ia menggerakkan kursor, membuka kotak masuk surel, mendapati satu pesan berhuruf tebal dari Eunbin.
[Itu CV salah satu pelamar yang terpilih olehku. Coba cek dulu, aku tidak mau memanggilnya ke kantor hanya supaya melihatmu bertindak memalukan seperti hari ini.]
"Wanita itu memang pantas mendapatkannya. Dia tidak punya kualitas sama sekali." Donghyuck mendengus muak ketika mengingat Kang Mina pagi tadi. Tentu tanpa ragu, ia langsung memecat wanita itu (dengan pemanfaatan beberapa saat untuk sektor-sektor yang perlu).
[Kau saja yang terlalu bengis.]
Donghyuck tak merespons, sibuk membuka berkas baru yang dikirimkan, sebuah CV seorang pelamar.
Lelaki itu menahan napas ketika membaca baris pertama lembar tersebut, kolom tempat di mana data-data dasar berada, ditambah pas foto kecil; data seorang Lee Minhyung.
"Eunbin, bagaimana kau mendapatkan ini?"
[Ha? Apanya? Oh ... Dari tumpukan e-mail yang masuk padaku. Dia termasuk kandidat tiga besar pilihanku bersama Kang Mina. Dia tampan sekali.]
Donghyuck tiba-tiba mengerutkan alis ketika menyadari sesuatu. "Apa yang kau tulis sebagai iklan?"
[Apa?]
"Yang kau pasang sebagai iklan untuk jabatan ini. Apa?"
Eunbin tertawa singkat. [Gaji besar.]
"Sialan."
[Maaf. Memangnya aku bisa apa? Kalau tidak diiming-iming begitu, ketika mereka mengenalmu, memangnya bakal mau?]
Donghyuck memutar mata. "Tahu? Kau selalu saja membuat pusing," katanya. "Terima orang ini dan suruh datang ke kantor besok pagi."
Setelah mengatakan itu, Donghyuck memutus sambungan telepon dengan cepat.
Desahan napas berat terdengar, membawa kedipan pada kelopak mata serta tremor di ujung jari-jarinya. Dada berdetak lebih cepat dari biasa, dan mulailah Donghyuck mengumpat ketika sadar tengah dipermainkan oleh semesta. Tadi kekasih wanitanya, sekarang malah dia. Hidup Donghyuck tidak bisa jauh-jauh dari Mark. Entah rencana apa yang tengah terbentuk, namun dengan bodoh ia berani menerjunkan diri masuk dalam rencana tersebut. Tinggal menunggu badannya tergores, remuk, jatuh terjerembap, lalu tak lagi berbentuk.
Donghyuck mengejar api untuk membakar diri sendiri.
:::
"Mina! Mina! Honey!"
"Aku di dapur, Mark. Ada apa? Heboh pagi-pagi begini."
"Lihat!"
Rambut dan pakaian acak, muka bengkak, tahi mata belum pula disingkirkan; Mark menyodorkan ponsel ke wajah Mina sambil nyengir lebar. Kesenangan tengah merambati dada, membangunkan saraf-sarafnya, menghimpun semangat pagi yang lebih besar ketimbang beberapa hari belakangan.
"Aku dapat pekerjaan!"
"Tapi, Markㅡ"
"Kau harus menyiapkan jasku, Sayang."
Mark sudah akan melesat pergi, tapi Mina segera mencekalnya. Ia menarik pemuda itu menghadap padanya, membungkam suasana ceria yang sempat ada. Mark kini diam, senyum memburam dan luntur ketika melihat Mina menatapnya dengan serius.
"Kau mengajukan lamaran ke perusahaan itu? Perusahaan yang sama denganku? Bahkan tanpa memberitahuku?"
Mark terkekeh pelan. "Aku hanya iseng. Tidak tahu kalau bakal diterima begini."
"Mereka menerimamu karena telah memecatkuㅡyah, aku tahu cuma kerja sehari tapi tetap saja."
"Bukannya itu bagus? Kita bisa sama-sama mencoba di sana. Kau boleh saja gagal, tapi aku tidak. Bayangkan jika kita mendapat gaji sebesar itu, Sayang."
"Tapiㅡ"
"Kau khawatir?"
"Ya. Kelakuan calon atasanmu benar-benar buruk. Aku takut kau diperlakukan semena-mena olehnya."
Mark tersenyum. Diraihnya kepala wanita itu, dikecup pelan keningnya, diusap mesra pelipisnya. "Jangan khawatir. Aku bisa mengatasinya. Doakan aku dan sekarang siapkan setelanku."
"Baiklah," Mina akhirnya menjawab lesu, menurut dan mengekori Mark yang melangkah ke luar pintu dapur.[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] I Met You When I was 18 #B-Side [Bahasa]
Fanfic[SUDAH TERBIT] Selanjutnya, ini bukan kisah tentang orang ketiga sebagaimana badai yang menerpa mereka sebelumnya, bukan pula masalah pertentangan orang tua. Ini hanya soal kematangan sukma, ini hanya soal kematangan atma, yang 'kan jadi tolok ukur...