3 :: Enemies

2.5K 330 14
                                    

Senin pagi merepotkan, sebagaimana anggapan sebagian besar orang. Walau begitu, gedung kantor sudah terjejali oleh banyak pegawai. Setelan dan blus rapi tampak di sana-sini, beserta segelas kopi hasil racikan dapur karyawan yang mengepulkan uap hangat. Komputer demi komputer dinyalakan, bersamaan dengan kegiatan bercakap di antara sepuluh bilik kerja yang ada, bicara dari satu kotak ke kotak lain sebelum pekerjaan benar-benar dimulai, membuat lantai tujuh yang berisi para editor dan redaktur sedikit berisik.

Tak berapa lama, kegiatan itu harus terhenti lantaran datangnya seorang pria berbadan bulat yang tampak tergopoh-gopoh dengan dasi menyangkut di bahu kiri. Ia berdiri di depan pintu kaca divisi, membuat semua orang membeku, memandang ke arahnya.

"Dia datang."

Satu kalimat itu mampu membuat keadaan yang cukup hangat dengan perbincangan ringan lantas jadi porak-peranda. Masing-masing mulai berlari ke sana kemari, memasuki bilik masing-masing, mengatur dasi, mengatur rambut, berdeham, meletakkan gelas kopi dan membuat gestur seolah tengah sibuk dengan pekerjaan di komputer.

Suara ketukan pantofel yang terdengar semakin dekat membuat orang-orang itu tegang. Sesekali mereka melirik melalui puncak papan bilik, menatap ke arah pintu, menanti kedatangan orang yang membuat sesak paru-paru.

Dua sosok pria bersetelan rapi lantas datang mendekat, memasuki divisi dengan langkah santai terkesan angkuh.

Lee Donghyuck, bersama Lee Jeno yang mengawal di belakangnya, melewati pegawai demi pegawai bawahan, mengarah pada bilik di ujung ruang divisi. Ketika Donghyuck lewat, semua pegawai berdiri dan memberi tundukan sopan, yang hanya dibalas tatapan datar tanpa senyum sedikit pun. Sampai dua orang itu menghilang di balik pintu cokelat bertanda "Pemimpin Redaksi", barulah desahan napas lega terdengar serempak.

"Kenapa auranya seperti malaikat kematian begitu, sih?"

"Kau lihat tatapan matanya? Kupikir aku bakal punya niat mengundurkan diri."

"Itulah kenapa Yeri berhenti jadi sekretarisnya. Memang ada yang bisa tahan dengan sikap seperti itu?"

"Sudah. Kembali bekerja, kawan-kawan! Gosip disimpan untuk makan siang." Di bilik ujung, berdekatan dengan ruang kerja Donghyuck serta meja sekretaris yang kosong, seorang gadis berpotongan rambut pendek bicara bersama senyuman manis yang ikut mengudara.

"Benar. Eunbin selalu punya gosip yang bagus soal bos galak itu."

Gadis bernama Eunbin tersenyum riang. "Tentu saja."

:::

Donghyuck meloloskan napas berat begitu mencapai kursi kerjanya, menjatuhkan diri di sana dengan punggung menempel pada sandaran tinggi empuk.

"Kau lihat bagaimana mereka memandangku tadi? Seperti mencemooh. Lihat saja, waktu istirahat makan siang nanti, mereka bakal bergosip soal aku. Kejadian minggu lalu pasti jadi berita panas. Orang-orang itu!" Ia menggertakkan rahang.

"Daripada mencemooh, aku lebih melihatnya sebagai raut wajah ketakutan," gumam Jeno. "Donghyuck, cobalah bersikap santai dan jangan terlalu keras dan berburuk sangka. Kau selalu tidak menyukai mereka. Bagaimanapun, mereka itu pegawai-pegawaimu."

"Pegawai yang tidak becus, ya memang. Lagi pula, aku tidak akan begini kalau mereka bisa menghormatiku sedikit."

Jeno hanya bisa memaklumi Donghyuck lagi dan lagi. Pemuda ini memang keras hati, keras kepala, tidak bisa bercanda, selalu berburuk sangka. Sifat-sifat buruk itu, Jeno rasanya ingin mencuci otak Donghyuck agar tak lagi jadi sedemikian rupa.

"Kenapa masih di sini?" Donghyuck mendongak dari mejanya, memandang Jeno yang masih berdiri di tengah ruangan. "Pergi kontrol orang-orang itu."

Baru Jeno akan melangkah ke luar, gadis berambut pendek memasuki ruangan setelah mengetuk dua kali. Eunbin berlenggak-lenggok melintasi ruangan dan berjalan cepat menuju meja Donghyuck bersama senyuman yang mengembang, mengabaikan Jeno sama sekali. Donghyuck meneguk saliva ketika melihat gadis itu mendekat, terlebih dengan senyum lebar di wajahnya.

Betul saja, tepat ketika mencapai mejanya, Eunbin langsung mengempas berkas yang semula didekap di dada, membuat Donghyuck dan Jeno tersentak di tempat masing-masing.

"Selamat, Pak. Anda sudah membuat orang-orang kelaparan itu memakan gosip murahan minggu lalu karena kelakuan Anda," katanya. "Donghyuck, pikir, dong! Marah-marah dan memecat sekretarismu sangat keterlaluan. Mereka malah tahunya Yeri yang mengundurkan diri. Tamat riwayatmu."

"Ya memang dia yang minta," gumam Donghyuck sambil mengusap muka. "Pokoknya aku tidak mau membahas masalah kemarin, oke?" katanya lagi. "Biarkan aku bekerja. Mana yang harus kuperiksa?" Ia menyodorkan tangan dan Eunbin menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.

Gadis itu menyodorkan berkas dengan benar kali ini, menunjukkan isinya di hadapan Donghyuck, membiarkan pemuda itu memeriksa dengan saksama. "Kau harus berterima kasih padaku karena sudah bekerja secepat ini. Ini adalah profil sekretaris barumu."

"Sekretaris baru?" Donghyuck yang tengah membolak-balik lembaran dengan acak sontak mendongak. "Aku bahkan tidak yakin mereka akan sebaik Yeri."

"Tenang, Bos. Aku sudah menganalisis mereka dengan baik."

"Dengar, Eunbin. Aku tidak lagi tertarik."

"Setidaknya lihat fotonya. Dia cantik." Eunbin berkedip nakal, membuat Donghyuck menggelengkan kepala dan menunduk kembali pada berkas.

"Kurasa,"ㅡJeno yang sedari tadi diam sambil memperhatikan, kini bergerak mendekatㅡ"Eunbin ada benarnya. Kau butuh sekretaris, Hyuck. Siapa yang tahu bagaimana akhirmu tanpa sekreataris? Ada saja, kau masih bermasalah."

"Bermasalah?" Donghyuck mendongak lagi. "Bawahan macam apa kalian?"

"Kami hanya mencoba membantu," kata Eunbin, dan Jeno mengangguk menanggapi. "Kau butuh pasangan untuk bekerja dengan baik, Donghyuck."

"O ya? Kenapa kalian tidak membantu diri kalian sendiri dalam mencari pasangan? Kencani satu sama lain, mungkin?"

"Bos, aku lesbian," kata Eunbin, membuat Jeno hampir tersedak salivanya sendiri. "Sekarang, cek profilnya. Dari tadi kau membolak-balik asal."

Donghyuck menggeleng pasrah, lantas terpaksa melihat lembar pertama profil tersebut. Betapa ia terkejut saat melihat foto dan juga lembar biodata, menampilkan sosok yang sangat tidak ingin ia temui sampai kapan pun; kekasih Mark.

"Bagaimana bisaㅡ"

"Cantik, kan? Oh! Dia sudah kusuruh datang hari ini."

"Sialan! Batalkan! Pecat dia sekarang juga!" erang Donghyuck, menutup cepat berkas dan menyerahkannya langsung pada Eunbin yang kebingungan.

"Bekerja saja belum ...." gumam Jeno.[]

[✓] I Met You When I was 18 #B-Side [Bahasa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang