Biasanya dengan masih terbalut seragam sekolah, rak bagian stasionery memiliki daya magnet kuat untuk menarik seorang Hyuuga Hinata. Gadis remaja itu akan mendekat dan kecubung pucatnya bakal terfokus ke arah satu benda tajam yang sering kali digunakan para siswa dalam berkarya.
Cutter.
Gadis itu pasti membeli satu ataupun dua. Diselingi dengan membeli origami dan juga pulpen penuh warna. Dan dihadiahi tatapan kasir konbini yang penuh dengan puja lagi damba. Mengira sang gadis benar-benar akan berkarya. Dengan kenyataan yang sebenarnya berbeda dari yang mereka kira.
Namun kali ini benar-benar jauh berbeda. Bukan lagi mendekati rak stasionery, gadis itu memilih untuk mendekati rak yang berbau dengan kesehatan dan wanita. Kini kecubung pucatnya memandang tajam sebuah alat tes yang dianggap berguna.
Testpack. Alat pengecek kehamilan.
Diambilnya benda itu tiga buah dengan merek yang berbeda.
"Kau sudah punya kekasih?"
Senyum Hinata paksakan untuk hadir. "U-uhm, begitulah."
Hinata mengenal kasir yang tadi menanyainya sebagai Shizune. Seorang wanita seperempat abad yang kerap kali ditemuinya di konbini itu dan memandangnya sebagai seorang siswi SMA penuh karya. Wanita yang membuat pernyataan penuh dengan pikiran positif bahwa dirinya seorang yang suka sekali membuat karya seni dikarenakan alat-alat stasionery yang selalu dibelinya. Dan Hinata tidak memiliki pilihan selain mengiyakan agar tidak dicurigai sebagai orang yang suka menyakiti diri sendiri dan bebas membeli cutter lagi tanpa perlu disarankan untuk pergi ke menemui psikolog atau bahkan rumah sakit jiwa.
"Kalian tidak pakai kondom?"
Tertawa gugup, Hinata menggeleng pelan. "K-kami melakukannya saat m-mabuk. Aku hanya sedikit takut, walau saat itu bukan m-masa suburku."
Hinata tidak membual ketika mengatakan kata mabuk. Seingat gadis itu, pemuda yang menggahinya memang sedang sedikit berbau alkohol. Apalagi ketika dirinya dicium paksa, Hinata juga dapat merasakan rasa itu.
"Astaga, aku tak menyangka gadis berwajah kalem seperti dirimu bisa mabuk dan bercinta—bahkan seremeh punya kekasih. Kukira tipe gadis sepertimu itu hanya memacari tugas saja, dan apalagi kau juga orang kreatif yang pernah kukenal. Omong-omong kau tahu 'kan usia minum di sini 20 tahun lebih? Aku yakin pacarmu juga masih sangat muda, tetapi aku memang tidak bisa menghakimi kalian, sih."
Shizune menyerahkan sebuah kantong ramah lingkungan berukuran lumayan kecil pada sang gadis nila. "Omong-omong, semuanya jadi 200 Yen."
Hinata mengangguk pelan dan menyerahkan uang yang diminta dalam sebuah baki yang berada di kasir. Kebetulan sekali pas.
Shizune menganggukkan kepala, penjaga kasir itu menerima uang Hinata dan memasukkannya ke dalam mesin daftar tunai modern itu dan menggumamkan sesuatu yang tidak dapat sang Hyuuga dengar. Namun tidak masalah, gadis itu memang tidak ingin tahu.
Hinata segera memasukkan asal kantong itu ke dalam tasnya, dan kemudian dia berniat untuk segera beranjak pergi meninggalkan konbini.
"Ah, tunggu!" Suara yang dihasilkan oleh Shizune menghentikannya untuk membuka pintu kaca. Hinata berbalik, menemukan Shizune yang tengah memandangnya gugup.
"Ada apa?"
Shizune kembali menyodorkan sesuatu, kali ini sebuah kartu nama. "Aku punya kenalan seorang dokter obstetri dan ginekologi di kawasan ini, siapa tahu saja kau membutuhkannya."
Beruntung konbini ini sedang sepi.
***
Two Years Later (c) faihyuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Years Later
FanfictionHinata memang tidak pernah memiliki hubungan khusus dengan si Uzumaki. Hanya saja mereka pernah sedekat nadi, walau kini sejauh matahari. Ketika pemuda itu hanya bisa memandang pada gadis musim semi, yang bisa dilakukan Hinata hanya melapangkan hati...