Karena cerita My Hottest Duda udah tamat, jadi bisa update cerita ini secara rutin kayak biasanya :)
Jangan lupa tekan bintangnya yeuuu...
Happy reading :)
***
Meysa
Bukan sekali ini saja aku menghirup aroma parfum perempuan di kemeja Rian. Bahkan ini entah yang keberapan kali parfum dengan wangi yang sama itu bisa menempel di kemeja Rian. Awalnya aku diam dan nggak mau bertanya apa-apa kepadanya, mungkin saja itu parfum dari salah satu pasiennya yang berterima kasih. Karena Rian adalah dokter jiwa, jadi wajar saja bila ada pasien yang memeluknya karena Rian sudah bisa menyembuhkannya.
Tapi malam ini, aku nggak bisa berpikiran lagi bahwa itu adalah parfum pasiennya. Terlalu sering bagiku menghirup aromanya yang jujur saja, mampu membuat laki-laki manapun tergiur untuk menciumnya. Aroma mawar liar yang menguar dari kemeja Rian, membuatku nggak percaya dengan apa yang dia katakan barusan.
Aku nggak tahu siapa perempuan di balik aroma parfum itu. Namun aku yakin, dia adalah perempuan yang selalu bertemu dengan Rian.
Dan caranya Rian bilang bahwa itu adalah aroma parfum pasiennya, dia berbohong. Seratus persen berbohong karena saat mengatakannya, Rian sama sekali nggak menatapku.
Ada yang bilang, jika seseorang sedang berbohong mereka nggak akan pernah menatap lawan bicaranya. Karena dari mata, kita bisa melihat dia jujur atau nggak.
"Oh ya udah," aku menghela napas panjang. Nggak bertanya lebih lanjut. "Habis mandi, kita makan malam ya?"
Rian mengangguk kemudian pergi ke kamar mandi.
Aku pikir, Rian mulai berubah ketika membawakanku martabak kesukaanku. Ternyata nggak, dia masih tetap sama. Nggak terbuka sama sekali denganku dan sulit dipancing. Padahal, aku cuma mau pernikahanku dengan Rian terasa nyata. Meskipun aku dan dia menikah karena dijodohkan, setidaknya Rian bisa menganggapku sebagai istrinya.
Entahlah. Kalau dipikir-pikir... aku lelah dengan sikapnya yang masih saja dingin dan datar di rumah tangga kami. Sedangkan aku selalu memupuk harapan kalau pernikahanku dengan Rian akan baik-baik saja. Aku nggak mau, selamanya hidup begini bersama Rian.
Martabak yang sudah terbuka di atas meja makan terlihat nggak menggiurkan lagi setelah aku berpikiran buruk tentangnya. Apa susahnya sih buat jujur dan mengatakan semuanya? Toh, aku juga akan dengar semua penjelasannya kalau Rian jujur waktu aku bertanya barusan.
Aku bukanlah tipe perempuan yang nggak mau dengar penjelasan laki-laki. Semenyakitkan apa itu penjelasannya, aku akan dengar sampai tuntas. Barulah bisa aku simpulkan, apakah dia memang seperti itu atau cuma kebetulan saja.
"Nggak makan duluan?"
Suara Rian membuatku sedikit tersentak. Tumben sekali dia mandi cuma lima menit. Biasanya kalau malam, Rian akan menghabiskan waktu mandi sekitar setengah sampai satu jam. Nggak tahu deh apa yang dia lakukan di kamar mandi. Menggali sumur atau membuat bak mandi. Aku nggak pernah bertanya.
Rian menarik kursi di depanku. Dia langsung duduk dengan rambut yang masih basah. Selama menikah dengan Rian, aku lebih suka penampilannya kalau sedang di rumah. Dia akan mengenakan kaos polos lengan pendek yang memperlihatkan otot lengan dan tatonya. Tampak seksi dan membuatku betah memandanginya. Belum lagi kalau habis mandi dengan rambut yang masih basah, dia telihat lebih menggairahkan dibanding memakai kemeja lengan panjang.
Yeah, aku nggak menampik bahwa suamiku ini benar-benar tampan dan seksi. Melebihi para model pakaian dalam Calvin Klein.
"Kok martabaknya belum kamu makan sih, Mey?" Rian menyendok satu centong nasi ke atas piringnya. "Nggak suka atau mau aku beliin rasa yang lain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hottest Husband [Hottest Series#2]
Romance[ TERBIT • Mature Romance 21+ ] Rian Reynaldi Akbar menikmati masa lajang sepuas-puasnya; berpesta sampai pagi, tidak memikirkan pasangan hidup, dan lebih memilih melakukan one night stand dengan banyak wanita. Namun, semuanya itu berakhir saat ia h...