[ TERBIT • Mature Romance 21+ ]
Rian Reynaldi Akbar menikmati masa lajang sepuas-puasnya; berpesta sampai pagi, tidak memikirkan pasangan hidup, dan lebih memilih melakukan one night stand dengan banyak wanita. Namun, semuanya itu berakhir saat ia h...
Btw, kalian yang baca cerita ini umurnya berapa tahun?
Jangan lupa vote dan komennya yaa...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Rian
Siapa pun tolong tendang selangkangan gue sampai bengkak. Atau sunat gue sampai habis! Boleh juga tampar, jambak, atau pukul gue sampai gue bisa merasakan rasa sakit yang Meysa rasakan.
Harusnya Meysa nggak cuma remas-remas kaos gue saja. Dia harusnya tampar gue sambil meluapkan semua yang dia rasakan selama ini.
Sumpah, gue bego banget sampai buat Meysa nangis kejer. Air matanya nggak berhenti meski udah gue peluk dan usap-usap punggungnya. Dan dia nangis karena kesalahan gue sendiri.
Stupid. Stupid. STUPID!
Nah, gue besarin kata terakhirnya biar kalian tahu sebarapa besar bodohnya gue.
Gue nggak pernah nyangka kalau Meysa menyimpan semua keluh kesahnya selama nikah sama gue. Yang gue pikirin waktu gue bilang belum bisa terima dia di awal pernikahan, dia akan biasa saja dan nggak mikirin sama sekali. Ternyata gue salah. Meysa mencoba tahan semua perasaan kecewa dan mungkin marah ke gue selama ini. Yang akhirnya meledak karena dia udah nggak bisa tahan lagi.
Sialan. Bodoh. Bego. Goblok.
Gue mengumpat buat diri sendiri. Gue memaki buat diri sendiri. Dasar suami nggak becus! Bisanya cuma buat istri nangis!
Seketika gue teringat sama ucapan Mama yang bilang kalau sampai gue nyakitin perasaan Meysa, Mama nggak pernah ridho dunia akhirat. Dan sekarang gue udah melakukan itu semua ke Meysa.
Salah sendiri gue malah bohong soal parfum Laura yang nempel di kemeja gue. Bukannya jujur malah bilang itu aroma parfum dari pasien yang peluk gue. Padahal, nggak pernah ada pasien yang suka peluk-peluk gue.
Gue cuma takut kalau nantinya malah ngomong jujur, Meysa marah dan akhirnya benci sama gue. Jadi, demi menjaga perasaannya, gue berbohong. Tapi hasilnya terbalik, dia tahu gue bohong dan meluapkan semua yang dirasakannya selama berumah tangga dengan gue.
Apa yang gue katakan ke Meysa bahwa gue nggak menaruh harapan apa-apa di pernikahan gue dan dia, memang benar. Gue nggak mau berharap atau ngebayangin yang indah-indah di pernikahan gue. Satu alasannya karena gue takut.
Takut kalau akhirnya gue nggak bisa jadi suami yang becus. Contohnya semalam yang udah buat Meysa nangis sampai suaranya habis.
Takut gue kecewain dia.
Takut pernikahan gue nggak awet kayak si Bara dan Raya.
Takut nggak bisa jadi ayah yang baik seandainya gue punya anak.
Takut nggak bisa bikin Meysa bahagia.
Makanya, daripada gue menaruh harapan yang belum tentu terwujud, gue membiarkan diri dan hati gue mengalir. Menjalani rumah tangga dengan Meysa apa adanya sambil berbenah diri. Mengingat kelakuan dulu gue yang super bajingan, bikin gue ngerasa nggak pantes dapat istri sebaik dia.