kalau pacarmu ngambek bujuk aja pake makanan. dijamin ngambeknya ilang.""
Dua orang remaja itu masih berkutat dengan laptop masing-masing. Jam menunjukkan pukul 10 malam, itu berarti mereka udah ngoding selama 3 jam lamanya."Dean, punya lu udah beres belum?"
"Belum Ndri. Ini kenapa error mulu dah? udah bener perasaan," sosok yang lebih kecil itu mengeluh sambil berdecak sebal menatap layar monitornya.
"Ngoding tuh pake logika bukan pake perasaan." Ucap yang lebih tinggi menimpali. "Sini coba gua liat," lanjutnya. Andri menggeser tubuhnya kearah lawan bicaranya itu. Menarik laptop Dean lebih dekat denganya agar ia dapat melihat dengan jelas source code yang remaja manis itu tulis.
"Ini udah bener gini emang databasenya ?" Andri merasa janggal dengan source code yang di tulis temannya itu. Jika semua scriptnya benar, tapi masih tidak bisa dijalankan mungkin kesalahannya ada di database."Udah bener kok itu," Dean melihat kembali hasil kerjaanya dan menurutnya itu semua sudah benar.
"Ck. Kalau bener ya enggak bakalan error bego." Andri beralih membuka xampp memastikan apakalah software tersebut sudah berjalan atau belum mengingat sosok Dean yang ceroboh tentu saja membuat Andri harus benar-benar teliti mencari kesalahan temannya itu.
"Iya tau gue bego. Lu doang yang pinter," Dean berdiri dan berjalan keluar keluar dari kamarnya, meninggalkan Andri sendiri dengan alis menggerenyit.
"Ngambek lu?" Andri menoleh ke kebelakang sambil menatap punggung remaja didepannya. “Heh bocil !” lanjutnya namun tak dihiraukan oleh Dean. Setelahnya terdengar suara pintu yang ditutup cukup keras.Brakk
Andri menghela nafas, dan kembali berfokus pada laptop Dean di depannya. Ternyata benar dugaanya. Database yang ditulis Dean pada VS code tidak sesuai dengan apa yang Dean tulis dalam localhost.
Andri mengotak atik project Dean. Tidak butuh waktu lama program itu dapat dijalankan tanpa error sedikitpun. Andri tersenyum puas, ia kemudian meng- shut down laptop Dean dan miliknya.Dean berjalan keluar dari kamar itu, matanya bergerak mencari sosok yang merajuk beberapa saat lalu. Dean duduk di tepi kolam renang milik keluarganya, kakinya ia ayunkan kedepan belakang membuat air dalam kolam itu bergejolak.
Sesuatu berdering di balik celana pendek miliknya. Ia mengambil benda persegi itu dari sakunya. Dean terdiam sejenak menatap layar handphonenya. Terlihat nama 'salsa' disana. Dean menggeser tombol hijau pada smartphone, meletakkan benda itu kedekat telinganya."Iya kenapa sa?"
"Dean, Andri ada dirumah lu enggak? gue telfonin dia dari tadi tapi enggak diangkat"
"Ada kok. Lu mau ngomong sama dia? Biar nanti gua panggilin"
"Eh enggak usah. Bilangin aja ke Andri suruh telfon balik,"
"Oh ok,"
"Yaudah makasih ya Dean"
"Iya"
Tutt.. tutt..
Dean menaruh kembali smartphonenya. Matanya menatap lurus kedepan. Ia memikirkan banyak hal yang mengganjal pikiranya.
"Nih," Sebungkus sterofoam berengger didepan matanya menghentikan lamunannya. Dean menoleh, ada Andri disana. Dean melirik kantong plastik yang berisi banyak jajanan di dekat tempat Andri duduk. Entah sejak kapan lelaki tinggi itu datang dan duduk disebelahnya dengan tiba-tiba. Dean sama sekali tidak merasakan keberadaan lelaki tersebut sebelumnya. Ia kembali menatap sterofoam didepanya.
"Yaelah malah bengong lu. Mau kagak nih? Kalau engga ya buat gua aja semua," Andri hampir menarik kembali tangannya tapi tangan lain dari lawan bicaranya menahanya."Mau!" Dean mengambil sterofoam itu dan membukanya.
"Seblak?" Ucap Dean bingung."Kenapa beliin gua seblak?"
"Biar enggak ngambek," balas Andri tanpa melirik.
“Biasanya cewek kudu di beliin seblak dulu biar udahan ngambeknya.” Lanjut Andri.
"Gua emang enggak ngambek ndri" Dean membela diri. “Dan satu lagi gua bukan cewek !” Lanjutnya.
Dean memang enggak ngambek kok, dia hanya kesal. Disamping itu memang moodnya sedang buruk akhir-akhir ini.
"Iya dah serah" Andri tidak ingin berdebat. Menghadapi Dean dalam mode ngambek itu susah. Jadi dia memilih diam dan mengambil seputung rokok dari plastik disampingnya. Menyesap rasa tembakau di dadalamnya.
Hening sesaat sampai suara kecil Dean terdengar. “M-makasih," Dean menunduk. Hatinya menghangat. Entah kenapa perlakuan kecil Andri yang seperti ini membuatnya malu. Dean merasa seperti seorang pacar yang sedang merajuk dan di bujuk dengan makanan oleh kekasihnya. Tapi sialnya Andri bukanlah kekasihnya.
"Hm," balas Andri.
Hening untuk kesekian kalinya. Tidak ada yang memulai pembicaraan lagi setelah itu. Dean sibuk dengan seblaknya sementara Andri sibuk menghisap rokoknya. Namun nyatanya kedua remaja itu sibuk menetralisir degup jantung keduanya yang terasa aneh.
Andri adalah sosok yang sempurna menurut Dean. Badan yang terbentuk walau tidak terlalu berotot, matanya berukuran sedang dengan bulu mata cukup panjang dan alis yang tebal dan rahang yang tegas. Bibir penuh dan terlihat beberapa mole yang terletak di bagian pipi dan pinggir matanya. Andri terlihat lebih dewasa di umurnya yang baru 16 tahun. Rambutnya ia tata acak menambah kesan tampan remaja itu.
"Oiya ndri. Tadi pacarlu nelfon," Dean hampir lupa itu.
"Bilang apa dia?"
"Katanya lu disuruh telfon balik. Lagian dia udah nelfon lu berkali kali, kenapa enggak lu angkat sih?”
"Males. Palingan nyuruh gua anterin dia ke mall,"
Andri berdiri, merapikan bajunya sejenak. "Gua pulang dulu ya. Itu jajanan di plastik buat lu semua,"
"Yaudah hati-hati dijalan" Dean tersenyum, matanya hampir tidak terlihat. Ya Dean sangat manis ketika tersenyum.
"Hm," balas Andri kemudian berbalik dan pergi.Dean menatap kantong plastik pemberian Andri. Menariknya dan membukanya. Ada banyak jajanan didalamnya yang didominasi dengan rasa coklat. Rasa yang menjadi favorite nya.
"Gimana gua bisa enggak jatuh sama lu kalau elunya gini terus Ndri,"
Dean bingung dengan perasaanya sendiri.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
DENIAL [ON GOING]
Teen Fictionkalo temenan cowo sama cowo bisa ada rasa cinta engga ya?