Sembilan gadis kecil terlihat sangat semangat bermain di halaman rumah mereka yang cukup besar.
Si sulung bernama Joohyun berumur sembilan tahun. Adiknya yang kedua dan ketiga bernama Seulgi dan Seungwan berumur tujuh tahun. Adiknya yang keempat bernama Jisoo berumur enam tahun. Adiknya yang kelima dan keenam bernama Jennie dan Sooyoung berumur lima tahun. Adiknya yang ketujuh dan kedelapan bernama Chaeyoung dan Lisa berumur tiga tahun. Terakhir si bungsu bernama Yerim berumur satu tahun.
"Ayo Lisa lempar bolanya ke Kakak," ucap Seulgi.
"Iya Lisa, ayo!" dukung Seungwan.
"Tutah Kak," seru Lisa berusaha melempar bola.
"Lisa pasti bisa!" Jisoo menyemangati Adiknya
"Ayo Lisa. Pasti bisa kok," timpal Sooyoung.
"Ayo lica lica pati bica." Chaeyoung mendukung kembarannya sambil bertepuk tangan.
"Lisa, Chaeng. Bukan Lica," ucap Jennie membenarkan.
"Cama aja Ka," ucap Chaeyoung.
"Emmm....uhh.." ucap si bungsu Yeri yang terlihat ingin ikut main dengan Kakak-Kakaknya.
"Eoh...Yerim masih belum bisa ikut main. Yerim di sini aja ya sama Kakak," ujar Joohyun sambil mengusap lembut punggung kecil Yeri yang berada di gendongannya.
"Joohyun sini," panggil sang Mama a.k.a Nyonya Bae.
"Kenapa Ma?" tanya Joohyun menghampiri Mamanya dengan Yeri di gendongannya.
"Bisa kamu titip Yerim ke Adikmu yang lain dulu? Mama dan Papa mau bicara berdua sama kamu." ucap Nyonya Bae.
"Okay Ma. Sebentar," ucap Joohyun kembali ke taman belakang. Memanggil salah satu adiknya yang sedang bermain.
"Ada apa Kak?" tanya Seungwan menghampiri Joohyun.
"Tolong jaga Yerim sebentar. Kakak mau ngomong dulu sama Mama." Joohyun memindahkan Yerim menjadi berada dalam gendongan Seungwan.
"Oke deh Kak," ucap Seungwan sambil memegang tangan kecil Yerim yang menyentuh pipinya. "Sekarang Yerim main sama Kakak Seungwan dulu ya."
"Uhh..." ucap Yerim sambil tersenyum senang.
Joohyun yang sudah memastikan Yerim berada bersama Seungwan. Segera kembali ke tempat Mamanya, dan sudah ada Papanya juga yang menunggu dirinya.
"Ada apa Ma, Pa manggil Joohyun?"
"Ada sesuatu hal yang akan terjadi, tapi belum dapat bisa Papa dan Mama katakan sekarang. Kamu dapat mengetahui jawaban semua yang terjadi saat ini ketika kamu besar nanti. Kamu harus ingat, jangan pernah lupakan rumah ini!" ujar Tuan Bae.
"Kenapa tidak Mama dan Papa aja yang jelasin nanti ke Joohyun? Kenapa Joohyun harus ingat rumah ini?" tanya Joohyun beruntut dengan raut wajah bingung.
"Karena pada saat itu kami berdua sudah tidak ada Hyun," jawab Tuan Bae dengan sendu.
"Maksud Mama dan Papa?" tanya Joohyun dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kamu akan mengetahuinya nanti, sayang. Jangan nangis. Kamu harus kuat. Kamu harus bisa melindungi Adik-adik kamu. Janji ya, sama Mama dan Papa untuk selalu melindungi dan sayangi Adik-adik kamu. Jangan lupain merema apapun yang terjadi," ucap Nyonya Bae mengusap lembut pipi Joohyun.
"Iya Ma."
"Joohyun juga janji ya, apapun yang terjadi. Joohyun harus bisa menemukan Adik-adik Joohyun dan selalu bersama mereka. Maafin Mama dan Papa juga ya," ucap Tuan Bae.
"Memang Adik-adik Joohyun mau ke mana? Kok Joohyun harus menemukan mereka?" tanya Joohyun kecil heran. Matanya yang polos memancarkan pertanyaan. "Joohyun tidak mau berpisah dengan adik-adik Joohyun. Kenapa juga Mama dan Papa harus meminta maaf pada Joohyun? Mama dan Papa kan tidak ada salah apa-apa."
Tuan Bae dan Nyonya Bae hanya bisa tersenyum miris mendengar perkataan Joohyun kecil.
"Bisakah Joohyun berjanji saja dengan Papa dan Mama, tanpa bertanya lagi?" tanya Tuan Bae sambil mengusap lembut rambut putri sulungnya.
Bukan Tuan Bae atau Nyonya Bae tidak mau menjelaskan pada Joohyun. Mereka hanya tidak tega mengatakannya pada Joohyun kecil, mengenai apa yang akan terjadi ke depannya.
"Baiklah, Joohyun janji Ma, Pa. Apapun yang terjadi, Joohyun akan selalu menjaga, menyayangi, melindungi, menemukan, mengingat ,dan bersama Adik-adik Joohyun. Serta memaafkan Mama dan Papa." ucap Joohyun memutuskan mengikuti lerkataan orang tuanya dan berhenti bertanya.
Tuan Bae dan Nyonya Bae menatap Joohyun dengan tatapan yang tidak dapat digambarkan. Dalam hati mereka, ada perasaan bersalah yang besar karena melimpahkan ini semua pada Joohyun kecil yang masih tidak tau apapun.
Joohyun yang ditatap pun hanya bisa tersenyum manis pada orang tuanya. Tanpa tau akan maksud perkataan orang tuanya yang meminta ia untuk berjanji.
Joohyun kecil juga tidak pernah tau. Jika hari itu adalah hari terakhir ia bermain bersama delapan adiknya. Sebelum akhirnya mereka berpisah dan tidak diketahui di mana posisi masing-masing sampai mereka beranjak dewasa.