BAGIAN 4

2.6K 253 15
                                    


Sunyi adalah ruangan itu. Berbentuk bundar dengan pilar-pilar ungu yang melingkarinya, dan altar bundar terpasang di tengah-tengahnya. kubah yang menjadi atap langit-langit di biarkan terbuka di bagian tengahnya, tepat di atas altar bundar yang di penuhi lilin menyala dengan warna ungu lembut melingkar di bawah sana.

Pria muda itu, Wei Wu Xian masih terduduk tenang dengan posisi lotus sudah memasuki hari ke tujuh terhitung sejak dia mendapat perintah untuk bermeditasi di ruangan yang di sebut sebagai aula latihan.

Malam itu, seperti setiap malam lainnya sejak tujuh hari lalu Wu Xian selalu membuka telinga hatinya untuk mendengarkan apapun yang mungkin akan menjadi petunjuk untuk membuka jindannya yang terkunci.

"Mu Xuan Wu."

Nama itu adalah nama lahirnya, namanya yang mengingatkan pada ayah dan ibunya, nama yang menandakan bahwa ia adalah pangeran mahkota benua Utara. Tidak setiap hari ia mendengar namanya disebut, karena ia lebih dikenal dengan nama Wei Wu Xian. Terlebih lagi ketika suara itu terdengar oleh jiwanya, bukan oleh indra pendengarnya.

Wei Wu Xian membuka matanya.

Yang berdiri dihadapannya adalah sosok berkerudung gelap, wajahnya tidak terlihat. Meskipun demikian, Wu Xian sadar bahwa ia tengah berhadapan dengan seorang wanita, atau pun sesuatu yang mengambil wujud wanita. Wu xian jujur untuk mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia tidak menyukai penampilan sosok misterius dengan aura gelap yang berdiri dihadapannya.

"Siapakah gerangan anda?" Wu xian bertanya pada akhirnya.

"Janganlah kau ragukan sesuatu dari apa yang terlihat, Mu Xuan Wu. Bukalah pintu hatimu, dan carilah jawaban yang kau cari di sana ...."

Wu Xian tertegun. Alih-alih bertanya pada hatinya yang pintunya selalu ia buka demi menyebarkan kasih sayang, pintu akal miliknya-lah yang terketuk. Ada sosok yang sesuai dengan sosok yang ia saksikan di hadapannya itu.

"Maafkan hamba, sang penguasa kematian."

Wu xian membungkukkan tubuhnya lebih rendah sampai menyentuh lantai yang dingin.

"Apakah anda datang untuk menjemput hamba."

Ada nada gentar dalam kalimat yang Wu Xian tuturkan. Ia masih muda meskipun banyak hal sulit terjadi dalam hidupnya, ia masih ingin hidup. Namun, dengan kehadiran sosok di hadapannya, mau tidak mau Wu Xian bertanya juga.

"Tidak , Wu Xian. Aku datang untuk mengatakan sesuatu kepadamu ... sekaligus memberi perintah!"

Meski kini ia dipanggil nama akrabnya, Wu Xian tidak segera menjawab. Setelah beberapa saat barulah ia berani berkata.

"Katakanlah sang penguasa kematian hamba akan mendengarkan."

✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨✨

Ditempat lain, tetapi masih di benua tengah. Sesosok anggun dengan pakaian putih bersih membalut tubuhnya, dengan pita dahi sebagai tanda ia adalah seorang Lan.

Relung awan atau Gusu memanglah tempat yang sunyi, lebih tepatnya terlalu tenang. Tentu saja, dengan tiga ribu peraturan yang terpahat di dinding batu, jika ada yang melanggar hukuman selalu menanti itu menjadikan setiap anggota klan Lan memiliki ketaatan pada peraturan, tidak hanya anggota tapi juga murid yang berlatih di klan Lan. Satu-satunya orang yang berani melanggar hingga berulang peraturan adalah Wei Wu Xian.

Sosok anggun itu tersenyum mengingat seorang bernama Wu Xian.

"Weiying," bisiknya lirih. Satu-satunya orang yang bisa membuat ia menarik sudut bibirnya untuk tersenyum.

JERAT TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang