Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi

(6) Berpisah Sebelum Memulai

52.2K 5.7K 635
                                    

ASKA POV

Flashback di malam hari saat Elen selesai bertugas dalam misi operasi rahasia.

Aku duduk diam dan termenung di salah satu kursi tamu yang ada di kantor komandan. Aku mengantuk, bahkan mataku sudah berair, tetapi aku yang keras kepala ini tetap menolak untuk pulang. Masih ingin di sini sedikit lebih lama.

Seingatku, di malam yang langitnya dipenuhi taburan bintang itu, aku dan komandan masih berada di dalam kantor. Bukan tanpa alasan, kami sedang menunggui tiga tim yang bertugas dalam misi operasi rahasia. Bertugas sejak sore hari, mereka diperkirakan akan sampai di skadron sebentar lagi. Mereka wajib untuk memberikan laporan penyelesaian misi sebelum pulang.

Tok ... Tok ... Tok ...

Pintu ruangan diketuk. Saat terbuka, ternyata sosok Mona datang bersama kedua anaknya—Adimas dan si kecil Zeva. Di kedua tangannya, istri dari komandanku itu membawa berkotak-kotak makanan cepat saji dari merk yang siapa pun pasti sudah tahu. "Assalamualaikum, mas-mas ganteng karunia Allah. Belum makan? Nih, makanan," ujarnya, sebelum meletakkan semua bawaannya di atas meja yang ada di depanku.

"Waalaikumsalam. Kenapa ke sini, Bun? Mana bawa anak-anak." Komandanku terkejut ketika dihampiri istrinya. Tanpa disuruh, beliau mengambil alih Zeva dalam gendongan istrinya.

"Ya, terus ... kalian enggak makan? Memangnya anak-anak kamu mau dijastip sama siapa kalau enggak dibawa, Mas?" Mona membuka kotak-kotak makanan itu sembari mengomel. Aroma ayam goreng menyeruak seketika memenuhi seisi ruangan.

"Makasih. Repot-repot." Hanya itu kalimat yang bisa aku ucapkan ketika semua kotak itu telah dibuka. Semua menu terlihat enak dan lengkap.

"Jangan sungkan-sungkan, Kapt. Langsung aja." Mona berjalan ke sana kemari untuk mengambilkan komandan dan aku piring.

Sejak siang tadi aku memang belum makan karena banyaknya pikiranku mengalahkan rasa laparku. Aku mungkin tidak akan makan kalau tidak dipaksa. Akhirnya, aku dan komandan menikmati makanan yang dibelikan Mona. Katanya, ia minta maaf karena tidak sempat memasak. Waktunya terlalu sedikit untuk itu.

Sepanjang menikmati makanan, kami terus bercengkrama. Membicarakan hal ini dan itu. Sesekali aku tertawa saat melihat bagaimana beringasnya Mona saat memarahi anaknya yang berlarian dan menabrak meja kerja ayahnya. Berbeda dengan Mona, komandan terlihat lebih sabar saat menghadapi kenakalan anak-anaknya. Sikap kebapakannya itu tetap terlihat walau beliau diam saja.

"Kapt. Aska kalau mau pulang duluan enggak apa-apa. Kayaknya mereka kejebak macet jadi agak lama," tawar Komandan ketika kami selesai makan dan Mona membereskan piring-piring.

"Jangan, dong. Kamu gimana, sih, Mas ... Kapt. Aska pengin lihat Elen tuh." Mona menyahut dari belakang, sembari alisnya naik-turun menggodaku.

Aku hanya tertawa. Mona tahu saja pikiranku.

"Loh, Elen?" Komandan tampak terkejut. Beliau tidak menyangka jika ucapan istrinya benar-benar serius.

"Kamu beneran ikhlas sama Elen? Elen yang itu?" Komandan bertanya serius. Masih tampak keterkejutan di kedua bola matanya.

"Jangan gitu, Mas. Elen itu anak baik. Orang-orang aja yang enggak tahu."

"Enggak, Ndan. Cuma rekan kerja biasa." Aku mencoba untuk menyangkal sembari meminum minuman sodaku yang masih tersisa setengah gelas.

"Enggak apanya," kekeh Mona. "Jelas-jelas gelisah gitu dari tadi sore." Mona blak-blakan. Berbahaya jika memang dia dapat membaca raut wajahku.

"Serius, Kapt. Aska?" Komandan masih kebingungan. Beliau berpikir aku tidak pernah terpengaruh dengan godaan-godaan Elen selama ini. Sayangnya, tidak begitu kenyataannya. Aku mengakui, bahwa aku mulai goyah. Selemah itu aku di depan wanita itu.

Elang Muda KencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang