Lima

99K 7.6K 286
                                    

Puas menyalurkan rasa kesal dan tangis, aku sekarang jadi merana sendiri karena lapar yang masih mendera perutku. Saat Arjuna datang, aku kan baru makan beberapa suap.

Emosi yang tadi melingkupiku rupanya ampuh juga mengusir rasa lapar, walau sesaat. Aku meringis sambil menekan perutku yang sejak tadi terus berbunyi karena jatah malam nya yang kusabotase.

Bagaimana ini? Aku lapar sekali. Sebenarnya, aku bisa saja turun dan kembali melanjutkan makan malamku. Mubazir kan kalau ayam semur buatan Ibu menganggur begitu saja?

Tapi di sisi lain, aku gengsi karena ada Arjuna di rumahku. Aku tahu kalau dosen kaku itu masih setia mendengar celotehan receh Ayah dan Ibu. Bukti nya saja, tawa sok lembut nya masih bisa kudengar sampai ke kamar.

Di saat aku merenungi nasib perutku, aku dikejutkan dengan seseorang yang dengan lancang nya masuk ke kamarku dengan muka datar dan sebuah nampan di kedua tangannya.

Aku melengos sebal. Tapi harum aroma semur ayam Ibu hampir saja membuat pertahanan diriku yang sudah tipis, makin tipis lagi. Dan sialnya, perutku justru ikut-ikutan berbunyi nyaring. Aku bahkan nggak tahu lagi gimana wajahku sekarang. Malu nya bukan main. Dasar perut gembel!

Arjuna mendekat dan duduk di tepi ranjangku. Mata nya sama sekali tak lepas untuk menatapku tajam dan juga dalam, seperti biasa.

"Kenapa kamu nggak melanjutkan makan?" pertanyaan Arjuna ini sebenarnya sederhana. Tapi karena alasan utama adalah karena kedatangannya, mau tak mau aku hanya bisa diam membisu.

"Andrea, Mas tanya lho sama kamu."

Aku mengerjap. Kok tumben sekali ya dia tidak pakai nada mengancam atau ngamuk-ngamuk? Malah suaranya terkesan begitu lembut dan juga khawatir.

Aku menggeleng. Nggak mungkin si dosen kaku ini khawatir padaku. Dia bisa berkamuflase jadi lelaki santun pasti karena tidak enak dengan Ayah dan Ibu. Ya pasti karena itu!

"Mas belum pulang?" tuh kan! Aku diam salah, ngomong juga salah. Malah dikasih hadiah plus plus pelototan dari nya.

"Kamu ngusir Mas?"

Aku meringis. Kalau aku berani mati, pasti aku akan meneriakkan kata IYA sekuat dan selantang-lantang nya.

"Kan aku cuma nanya, Mas."

Arjuna hanya melirikku sesaat lalu dengan telaten menyiapkan sesendok makanan untuk ia suapkan padaku.

"Suka wortel nya kan? Mas ambil banyak tadi."

Aku terkadang bingung. Arjuna ini sering sekali berubah-ubah setiap waktu. Kadang bisa ketus, kadang bisa pendiam, kadang bisa nyelekit, dan kadang bisa sangat manis. Seperti saat ini. Dia itu kalau lagi dalam mode manis, perhatiannya super super deh!

"Buka mulut nya." aku menurut. Tidak ada guna nya menolak. Gengsi akan tetap membuat perutku lapar. Jadi alih-alih sok jual mahal, aku malah membuka bibirku selebar mungkin dan juga mengunyah nya penuh semangat.

Arjuna sampai tertawa lirih melihat gaya makanku yang bak tidak makan selama setahun penuh. Tangan besarnya mengusap lembut kepalaku. Jantung ku jadi genit deh karena iri pengen ikut diusap juga.

"Kalau laper itu makan, Andrea. Mas nunggu kamu makan dari tadi tapi kamu nya nggak keluar-keluar."

Aku melongo. Apa katanya barusan? Dia? Si kaku Arjuna menungguku untuk makan bersama? "Jadi Mas belum makan?"

Arjuna menggeleng, kembali menyiapkan sesendok untuk disuapkan padaku. Mendengar kalau dirinya sendiri belum makan membuatku merasa bersalah. Aku memang sering marah dan kesal dengan sikap nya, tapi itu tak menutup sisi manusiawi ku pada Arjuna.

Aku secara refleks merebut sendok yang tengah ia kendalikan untuk memotong bagian ayam. Dia terkejut tentu saja, namun aku tak peduli. Marah urusan belakang.

"Mas juga harus makan. Biar aku yang gantian suapin." jelasku tanpa berani menatap mata nya.

Arjuna diam tak menjawab atau merespon. Aku bergantian mengasongkan sesendok makanan tepat ke depan mulut nya.

"Mas nggak jijik kan makan sesendok sama aku? Atau kalo jijik, aku..."

Arjuna langsung melahap suapan itu dengan cepat. Ucapanku bahkan belum selesai dan dia langsung memotong dengan tindakannya.

Sumpah! Seumur-umur aku melihat Arjuna, baru kali ini aku lihat wajah nya tersenyum dengan kadar kelembutan 24 karat seperti sekarang. Jantung perawanku kembali di buat berdisko genit di dalam sana.

Tangan Arjuna meraih tanganku dan meletakkan di atas pipi nya yang tengah bergerak-gerak karena mengunyah. Geli sih, tapi rasa geli di perutku lebih mendominasi.

Kok suasana nya jadi panas begini ya?

"Semua yang berhubungan sama kamu nggak akan pernah bikin Mas jijik, sayang."

Ambyarrrrr sudah hati dedek, Mas!

🍁🍁🍁🍁

Aku nggak tau lho kalau judul ceritaku ini ternyata judul lagu korea ya?😂 aku sama sekali nggak ngeh karena jujur aja aku bukan penikmat kpop. Dan aku dapet inspirasi dari sebuah postingan di media sosial tentang arti kata epiphany yang ternyata indah banget😍

Buat sahabat pembacaku yang muslim, aku mengucapkan selamat berpuasa ya buat kalian semua. Walaupun puasa yang kalian jalani tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, tetap nggak mengurangi makna dari puasa itu sendiri kan?

Percaya sama Tuhan kalau Dia sudah menyiapkan yang terbaik di balik semua ini. Semua akan indah pada waktunya dears💚💚

Tetap kuat, tetap semangat menjalani puasa. Tuhan memberkati kalian semua.

24 April 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang