Dua Puluh Dua

72.1K 5.7K 287
                                    

"Maaf, Pak. Tapi itu...bukannya nggak diperkenankan ya?"

Aku tahu kalau ucapan Reno itu bukan sembarang ucapan. Di dalam dunia perkuliahan pun, ada kode etik yang nggak boleh dilanggar, baik pada mahasiswa/i maupun dosennya sekalipun.

Dan kali ini, harusnya pertanyaan Reno seratus persen bisa membungkam Arjuna dengan telak. Itu harusnya. Tapi, Arjuna tetaplah Arjuna. Dia dengan gaya congkak dan superiornya justru mengancam balik Reno dengan ancaman yang menurut ku nggak banget.

"So what? Kamu mau laporkan kisah asmara saya dan Andrea? Silakan saja, Reno Baskara. Tapi, jangan salahkan saya ya kalau nanti nilai Biostatistika kamu E dan mengulang kelas saya lagi." aku geram sekali melihat raut Arjuna yang seolah mengejekku karena kemenangan curang nya itu. Ya jelas Reno nggak akan berani berkutiklah kalau ancamannya sudah nilai E begitu!

Aku menghela napas sabar. Inget Andrea, sudah banyak perjuangan Ayah, Ibu dan kamu sendiri untuk bisa mengenyam bangku mahal di tingkat ini. Nggak berkelas banget rasanya kalo kamu sampai di drop out cuma gara-gara ngelempar dosen macem Arjuna pake kursi.

"Apa masih ada keperluan lain, Pak? Kalau tidak, saya dan Reno mau izin ke kelas." tanyaku datar. Malas banget lihat wajah nya.

Arjuna tidak langsung menjawab pertanyaanku. Dia menatapku lama sekali, sampai-sampai membuatku risih karena intens tatapnya.

Ia menarik napas panjang. "Bisa tinggalkan kami, Reno?" kedengarannya bukan seperti permintaan, tapi justru seperti perintah mutlak yang enggan mendapat penolakan.

Mungkin karena sadar masih ada yang harus dibicarakan antara aku dan juga Arjuna, Reno pun beranjak dan pamit.

Aku sempat mendengar ucapan Reno sebelum ia beranjak pergi. "Lo hutang penjelasan sama gue, Re." bisiknya.

Aku tidak menjawab, dan Reno pun sudah langsung ngacir keluar dari ruangan dingin milik Arjuna.

Kulihat Arjuna menatapku lama tanpa melakukan apapun. Namun bisa kucermati, tatapannya semakin lama semakin berubah. Dari yang awal nya tegas dan keras, lantas berganti sayu dan juga sedih.

"Mas tau kamu pasti marah, sayang." bisiknya sambil menatapku putus asa.

Aku berdecih dalam hati. Kenapa wajahnya harus seputus asa itu? Bukannya dia sendiri yang memulai segalanya? Harusnya, aku lah yang terlihat jadi korban. Bukannya dia, yang setiap gestur tubuhnya seolah-olah ia yang terluka.

"Nggak apa-apa, Pak. Lagipula, saya kan memang mahasiswinya bapak, kan?" ucapku singkat dan tak peduli. Aku tidak akan pernah mau terlihat lemah dan sakit jika di depan Arjuna. Cukup kemarin saja aku khilaf meratapi hingga absen beberapa hari. Kelakuan paling bodoh yang pernah kulakukan.

Arjuna menggeleng sedih. Tubuh jangkung dan besarnya lantas beranjak dari kursi yang tepat berada di depanku. Ia memilih memutar dan duduk bersisian denganku.

Dan sayang nya, gerakanku untuk memberi sedikit jarak dengan Arjuna kalah cepat dengan kegesitannya. Kini Arjuna sudah berhasil memepet tubuhku dan mengaitkan jemari kami yang ia letakkan di atas dada nya.

Terus terang, jantungku berdegup kencang kali ini. Bagaimana jika sampai ada salah satu dosen atau mahasiswa yang sampai masuk ke ruangan ini? Bisa tamat kehidupan perkuliahan ku saat itu juga.

"Pak, tolo..."

Arjuna mengecup buku-buku jemariku, dan menggunakannya sebagai tumpuan sebelah pipi nya. Aku membatu di tempat.

Bisa kulihat, Arjuna tampak sangat sedih dan terluka selepas insiden pengakuannya di depan Winna yang begitu melukai harga diriku tempo hari.

"Jangan panggil Mas dengan sebutan formal itu lagi, Andrea." geleng nya dengan menarik napas berat, seolah beban hidupnya sungguhlah menyiksa.

"Tapi.."

"Mas paham kalau kamu sakit hati sama semua nya, sayang. Boleh Mas minta satu saja kesempatan?" wajah terluka Arjuna tiba-tiba mendongak dan menatapku dengan penuh harap.

"Boleh Mas kasih semua penjelasan nya ke kamu? Alasan kenapa Mas bisa dengan tega mengakui kamu sebagai mahasiswi Mas ketimbang sebagai pacar yang sangat Mas cintai?"

Ucapan sekaligus permintaan Arjuna sesungguhnya tidaklah muluk. Namun, haruskah aku memberinya kesempatan setelah dengam begitu tega nya ia tidak mengakui diriku sebagai kekasihnya?

🍁🍁🍁🍁

Fiuhhh lega nya Final Exam udah selesai🎉🎉🎉 semoga aja IPK ku bisa stagnan, atau bahkan melebihi IPK semester kemarin.

Sorry typos.

04 Juli 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang