Dua Puluh Satu

72K 5.9K 236
                                    

Suasana ruangan Arjuna yang super dingin karena kebiasaannya menyetel pendingin ruangan hingga ke batas terendah membuatku bergidik kedinginan, sekaligus ngeri kalau boleh kutambahkan.

Aku dan Reno duduk bersisian di sebuah sofa di tengah ruangan Arjuna. Sebenarnya, aku tidak akan segelisah ini jika saja Reno tidak ikut terlibat dan duduk bersamaku di ruangan si dosen menyebalkan itu.

Aku menyikut Reno perlahan dan mendelik galak padanya yang justru di balas tatapan bingung.

Aku menyondongkan tubuhku sedikit ke arah Reno sambil berbisik. "Lo ngapain sih tadi narik-narik gue?"

Aku dan Reno bertatapan, sebelum kulihat Reno melirik pada Arjuna yang entah sedang memeriksa apa di laptop nya.

Bergantian, kali ini Reno yang menyorongkan tubuhnya mendekatiku. "Tadi di depan lo ada anak farmasi. Lo bakal ketumpahan itu es kopi nya dia kalo gue nggak narik lo." balasnya dengan berbisik pula.

Aku manggut-manggut paham. Setidaknya, alasan Reno bisa kuterima dengan baik. Masalahnya, sekarang kami sedang duduk berdampingan seolah sedang menunggu sebuah vonis mati karena tindakan Reno tadi. Jika saja Reno tidak menarikku, aku dan dia pasti sudah sampai di kelas dengan selamat.

Baru aku hendak membuka mulut lagi, tubuh jangkung Arjuna kini menjulang di hadapanku dan juga Reno, seketika membuatku terpaksa menelan ucapan yang sudah di ujung lidah.

Mata Arjuna sejak berdiri hingga mendudukkan diri di depan kami tak lepas menatap ku. Kubalas dengan tatapan tak gentar milikku. Aku menolak lemah, walaupun aku korban di sini. Dan si tua sialan ini tersangka nya.

"Jadi, bukankah sudah pernah saya katakan kalau kampus ini memiliki kode etik nya sendiri? Perbuatan kalian berdua tadi itu bukan tindakan terpuji jika di lakukan di lingkungan kampus. Bisa saja mahasiswa yang lain ikut mencontoh perbuatan kalian yang lebay itu."

Aku terkesiap. Apa katanya tadi? Lebay? Sialan!

"Dengan segala hormat, bapak Arjuna Wiwaha." tekanku tanpa ragu. "Yang bapak tidak mengerti adalah, perbuatan kami tadi pagi bukanlah perbuatan tidak terpuji. Katakan pada saya, di mana letak salah sahabat saya jika dia justru menyelamatkan saya dari kejadian yang mungkin memalukan bagi saya? Saya hampir menabrak mahasiswa lain yang sedang membawa minuman, Pak. Tidak ada yang salah di sini."

"Jadi maksud kamu, saya yang salah, begitu?"

Lah, songong banget nih orang!

"Ehm, maaf Pak sebelumnya." kudengar Reno menyela debat kusir ku dengan Arjuna. Aku tahu kalau dia merasa tidak enak dengan suasana saat ini. "Apa yang Rea katakan..."

"Jangan panggil dia Rea!" aku dan Reno sama-sama terlonjak kaget ketika Arjuna malah membentak Reno dengan suaranya yang kuyakin bisa membuat Rembo bertelur mendadak.

Aku menatap nya tak habis pikir. Apa lagi, saat ini wajah Arjuna memerah luar biasa bak habis ditampari seseorang.

"Jangan berani-berani nya kamu panggil Andrea dengan panggilan menjijikkanmu itu!"

Aku terbelalak kaget mendengar nya. Sejak kapan seseorang dilarang memanggilku dengan nama Rea? Bukankah itu jadi hakku untuk mengizinkan atau tidak sebuah panggilan akan namaku? Bagiku tidak masalah apapun panggilannya, asalkan bukan anggota penghuni kebun binatang. Dan, apa hak Arjuna sebenarnya? Dia benar-benar melewati batas!

"Maaf Pak, tapi Rea sendiri yang mengizinkan saya..."

"Tidak boleh!" bentak nya lagi yang sukses mengagetkan aku dan Reno untuk kedua kalinya. "Kamu dilarang memanggil nya dengan nama-nama seolah mengindikasikan kedekatan kalian! Karena Andrea itu kekasih saya!!"

Dang!

Wajahku pucat seketika. Wajah Reno kaget seketika. Dan wajah Arjuna puas seketika, ditambah lagi dengan smirk sialannya itu.

Ya Tuhan, apa lagi ini?

🍁🍁🍁🍁

Final exam online itu bikin kepala disko😂 walaupun bisa buka materi dan lainnya, tapi biasanya dosen bakal kasih soal yang lebih sulit daripada kita final exam beneran😅

Dan karena besok ada 3 mata kuliah yang harus aku ikuti, jadi ya aku percepat update nya si Arjuna. Semoga kalian suka.

29 Juni 2020

Epiphany Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang